Darwin *
Riau Pos, 29 Des 2013
SIHIR kata-kata adalah kekuatan para sastrawan. Di tangan seorang sastrawan, daya pikat kata adalah unsur terpenting dalam karya sastra, baik itu prosa maupun puisi. Kata-kata biasa bisa menjadi ‘berbunga’ di ujung pena seorang sastrawan. Kata-kata yang basi di mulut politisi, bisa menjadi berisi dalam setiap ucap para sastrawan. Itulah yang dilakukan oleh Sutardji Calzoum Bachri yang populer dengan ‘’puisi mantranya’’. Atau, di seberang lain ada Ayu Utami dengan teknik komposisinya. Tentunya tidak ketinggalan Chairil Anwar dengan permainan diksinya yang sulit mencari pembandingnya di zaman Twitter saat ini. Masih banyak lagi para ‘pemain kata’ yang tidak bisa semuanya disebutkan namanya di sini.
Dalam ranah sastra, masih menjadi perdebatan apakah yang diperlukan itu permainan kata (diksi, metafora, rima dll.), atau kekuatan cerita. Dalam salah satu kesempatan, novelis Muhidin M. Dahlan pernah mengatakan kekuatan cerita lebih penting daripada kekuatan kata-kata. Meskipun ia tidaklah menafikan yang namanya kata-kata. Seorang prosais tidak harus terjebak dengan kata-kata memikat nan manis yang, dalam bahasa Rendra (hanya) bersajak tentang anggur dan rembulan. Tapi sisi ide, penguatan karakter, plot, detail, dan setting juga menjadi penting.
Terserah kita mau berpijak pada ranah yang mana. Tetapi penulis masih yakin kekuatan kata-kata itu sangatlah penting. Mungkin ini dipengaruhi oleh setting di mana penulis lahir, yakni Riau. Kita tahu Riau adalah tempat ‘bersemainya’ kata-kata. Dalam kenduri, upacara pernikahan, acara resmi pemerintah, hingga perbualan keseharian di rumah, orang Melayu Riau selalu disihir oleh kata-kata. Pantun, petatah-petitih selalu menghiasi. Ia sudah menjadi adat-resam, bahkan lebih ekstrem ia adalah periuk-nasi kedua masyarakat Riau. Tidak salah jika dari provinsi ini bermunculan para sastrawan dan budayawan yang ‘gila kata’ semacam Raja Ali Haji, Soeman Hs, Sutardji Calzoum Bachri, Tenas Effendy, Idrus Tintin, Taufik Ikram Jamil, dan sederet nama kondang lainnya.
Novel yang punya kekuatan pada cerita dan ‘abai’ dengan sihir kata bisa kita jumpai dalam Mantra Pejinak Ular (Penerbit Buku Kompas/2013) karya novelis yang juga cendekiawan Muslim, Kuntowijoyo. Novel ini sungguh tidaklah berbusa-busa dalam hal metafora. Bahasanya adalah keseharian kita apa adanya. Namun, novel yang mendapatkan penghargaan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) ini mempunyai kekuatan pada ide, plot, setting, karakter, dan detail, serta tentu saja nilai-nilai kehidupan yang terdedahkan di dalamnya. Kekuatan kearifan hidup inilah yang membuat Mantra Pejinak Ular menjadi luar biasa. Ia dipuji, dipercakapkan, dan pada akhirnya penghargaan pun didapatkan.
Mantra Pejinak Ular yang sudah dicetak dua kali ini (cetakan pertama tahun 2000, juga oleh Penerbit Buku Kompas), menceritakan sosok Abu Kasan Sapari, seorang pegawai kecamatan yang juga seorang dalang muda jempolan. Ia ditugaskan di Kemuning, sebuah kecamatan di kaki Gunung Lawu, Jawa Tengah. Suatu ketika, di saat Abu sedang mengikuti pesta tibanya musim giling tebu, ia bertemu dengan seorang kakek tua. Kakek tua itu membisikkan sesuatu di telinga Abu. Yang dibisikkan itu tak lain adalah mantra pejinak ular.
Jadilah Abu seorang yang ahli dalam menjinakkan ular. Tersebab keahliannya inilah ia dipanggil dukun ular oleh warga. Setiap ular yang ditemuinya selalu dijinakkannya, kemudian dilepaskan kembali. Di sini Kuntowijoyo mengajak pembaca untuk merefleksikan hidup, di mana mencintai ular berarti adalah mencintai alam, yang dalam bahasa Kunto -begitu ia sering disapa- dalam novel ini: peduli lingkungan. Ini tidak bisa dimungkiri karena setting novel ini adalah menjelang tumbangnya pemerintah Orde Baru (orba).
Mengenai hal ini ada bab khusus (bab IV) yang berjudul: ‘’Cinta Ular Cinta Lingkungan’’.
Berkat dekatnya Abu dengan ular, saat ia dipindahtugaskan di kecamatan Tegalpandan, ia memelihara seekor ular yang disebutnya dengan klangenan (kesayangan) di rumahnya. Rumahnya ini bersebelahan dengan seorang janda muda cantik bernama Sulastri. Ular itu menjadi jinak di tangan seorang Abu. Hal ini dibuktikan dengan penguasaan bahasa isyarat oleh ular itu. Ia mengikuti keinginan Abu hanya dari siulan saja. Bersiul satu kali, ular itu langsung naik di atas meja di rumahnya, bersiul dua kali berarti ular itu harus turun, dan tiga kali artinya ular itu harus membelit tiang tengah (hal. 135).
Di sini dengan piawai Kunto mengangkat nilai-nilai kearifan Jawa. Dalam filsafat Jawa, para lelaki yang telah dewasa dianjurkan mempunyai wisma, wanita, curiga, kukila, dan turangga (rumah, istri, keris, burung, kuda). Nah, di sini Kunto membalik kebiasaan orang Jawa dengan mensubstitusi burung dengan ular. Inilah kelebihan penulis produktif ini. Ia tidak membuat cerita menjadi klise, tetapi selalu menawarkan warna baru.
Mantra Ular dan Mitos
Keahlian Abu lainnya adalah mendalang. Ia adalah dalang handal yang mentas di mana-mana. Acara pernikahan, sunatan, tujuh belasan, kampanye pemilihan kepala desa/lurah, dan acara-acara kecamatan lainnya tidak bisa lepas dari atraksi wayang seorang Abu. Ia dikenal dan dicintai semua orang berkat keahliannya ini. Berkat seni pedalangan pulalah ia terusir dari kecamatan Kemuning. Bermula ketika ia mendukung dengan sangat terpaksa beberapa calon lurah. Ia diminta oleh calon-calon itu untuk wayangan semalam suntuk. Di sinilah muncul keragu-raguan dalam dirinya. Di mana sebenarnya wilayah seni, di mana pula politik? ‘’Kesenian itu otonom. Kesenian adalah keindahan, sedangkan politik adalah kekuasaan. Biarlah orang lain mengotori politik, asal bukan kesenian.’’ (hal. 110). Pada akhirnya, keangkuhan kekuasaan membuat ia dipindahkan karena calon status quo dikalahkan oleh calon-calon yang didukung oleh Abu.
Masih banyak nilai yang menjadi pesan dalam novel bertebal 274 halaman ini. Selain kaya akan filsafat Jawa, novel ini juga berisi wejangan keagamaan dan kritik sosial. Dalam ranah politik -karena setting-nya bernuansa Orba- pemikir keislaman yang juga sejarawan ini dengan sangat memikat menggambarkan detik-detik menjelang kejatuhan Soeharto dengan bahasa simbol. Dalam novel ini dideskripsikan dengan rubuhnya pohon beringin dekat terminal di kecamatan Tegalpandan.
Hal lain adalah berkait concern Kunto dalam wacana keislaman. Untuk diketahui, ia dikenal karena konsep Ilmu Sosial Profetik-nya. Ia mengupas habis surat Ali Imran ayat 110. Etika profetik menurut Kunto terdapat dalam ayat ini. Inti ayat ini amar makruf, nahi munkar, dan tukminunabillah. Amar makruf diderivasikan menjadi humanisasi, memanusiakan manusia. Sedang nahi munkar adalah pembebasan, yakni pembebasan umat manusia dari ketertindasan, kebodohan, dan lainnya. Tukminunabillah berarti transendensi, di mana adanya nilai-nilai ketuhanan yang melandasi dua hal di atas tadi.
Selain itu, ia membagi periode umat Islam Indonesia dengan babakan-babakan; yaitu fase mitos, ideologi, dan ilmu. Bukunya yang mengungkai hal ini berjudul Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas (Mizan/2002). Terkait dengan periode umat Islam ini tentunya juga disinggung dalam Mantra Pejinak Ular di halaman 257: ‘’Buang saja mantra itu, yang kau perlukan ialah ilmu, teknologi, dan doa, bukan mantra’’. Inilah kata-kata eyang dari Abu Kasan Sapari dalam sebuah mimpinya.
Ular yang dipelihara Abu memang menjadi masalah. Banyak warga kampung yang tidak menyukainya. Akibatnya, pada suatu malam rumah Abu akan digerebek oleh masyarakat kampung. Mereka sudah siap dengan pentungan, parang, golok, batu dan lainnnya. Mereka menginginkan ular itu dan tuannya sekaligus. Ular milik Abu dianggap telah menghabisi ayam dan ternak masyarakat lainnya. Hanya karena Sulastri-lah, janda yang dekat denganAbu itu, penggerebekan batal dilakukan karena Sulastri meyakinkan mereka. Di sinilah dilema terjadi, di satu sisi Abu sangat menyayangi ular itu, pada sisi lain ular itu tidak disenangi masyarakat kampungnya. Lagi-lagi bahasa simbol digunakan oleh Kunto. Mantra ular adalah bagian dari sejarah umat Islam yang disebutnya dalam era mitos, zaman di mana umat Islam didominasi cara berpikir mistis-irrasional yang berlangsung sebelum awal abad ke-20. Membuang mantra ular adalah proses transformasi dari periode mitos menuju periode ideologi dan ilmu.
Di sinilah kelebihan seorang Kunto yang juga seorang cerpenis ini. Ia meramu kata dengan bahasa sehari-hari dalam novelnya ini. Dengan kata lain, ia mendesakralisasi daya pikat kata dalam sastra. Namun, bahasa sehari-hari itu tidaklah mengurangi kualitas novelnya. Nilai-nilai kearifan dan kritik sosial menghiasi novel dengan ide di luar mainstream ini dari lembar pertama hingga akhir. Bandingkan dengan novel-novel seperti Ayat-ayat Cinta, misalnya, sudah bahasanya sederhana, ditambah lagi dengan ceritanya yang klise! Ini peringatan bagi kita jika menulis karya sastra. Tinggalkan yang klise, bikin ide cerita dengan warna baru! Mari mencoba!
*) Darwin, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Univ. Muhammadiyah Yogyakarta. Karya terakhir antologi cerpen Pesan Mama Tentang Kematian yang Indah (The Phinisi Press/Yogyakarta/2012), asal Pelalawan.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar