30/06/13

Sebuah Gerak Monotonis Makhluk KKN

Sutejo
Karya Darma, 28 Des 1994

Kelahiran KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang semula bernama “Pengabdian Mahasiswa kepada Masyarakat”, pada mulanya dilandasi oleh dua asumsi dasar yang mengukuhkan keberadaannya. Pertama, adanya fenomena kecenderungan pembangunan di tahun 70-an yang berpusat di kota, sementara di desa, yang sebenarnya adalah basis kekuatan bangsa, justru dianaktirikan.
Karenanya kecil kemungkinan pembangunan ketika itu mampu menyentuh pelosok desa. Dan kedua, adanya alasan filosofis untuk tidak membiarkan mahasiswa ternina bobokkan dalam pengembaraan intelektualnya, untuk menurunkannya dari menara gading.

Orientasi dan isu

Bagaimanakah sebenarnya potret KKN yang sudah berumur lebih dari dua dasa warsa ini? Masih relevankah asumsi dasar pengembangan KKN yang mengukuhkan kelahirannya? Tentu hal demikian menjadi sangat menarik untuk direnungkan kembali. Mengingat semakin menjamurnya PTS di Indonesia (lebih dari 1.000 PTS), yang tentunya dalam tulisan ini kita asumsikan juga melaksanakan KKN ditambah dengan seluruh PTN kecuali ITB, IKIP Jakarta, dan UI yang sampai saat ini belum melaksanakannya.

Permasalahannya sekarang efektif dan efisienkah pelaksanaan KKN selama ini? Tiap semester desa-desa kita dibanjiri pada “urbanis” yang datang dengan seombyok konsep keilmuan dan setumpuk lagi pemikiran ideal.

Sebagaimana nyaring terdengar di telinga kita tentang label mahasiswa, yang tak luput disebut-sebut sebagai katalisator, motivator, dinamisator, dan inovator masyarakat, seperti sebuah puisi yang indah dipandang dari berbagai segi.

Idealisasi itu, jika kita kembangkan dalam konteks masa kini, dalam wacana konseptualisasi, sungguh menjadi sangat menarik. Bukankah sampai saat ini banyak pihak yang mempersoalkan desa miskin, “pembredelan” tempat-tempat prostitusi ala khas penduduk margin kota? Karenanya, bahasa KKN menjadi lebih urgensif tanggung jawab mahasiswa KKN, panggilan nuraninya sebagai makhluk sosial, logikanya justru semakin berat terbeberkan di pundaknya.

Namun tulisan ini, tentunya tidak bermaksud menyembunyikan sumbang sih mahasiswa yang dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara kita secara makro telah berandil besar. Seperti tuntutan penghapusan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah), demo pembebasan dan penggusuran tanah, sampai dengan demo sial perburuhan dan hak asasi manusia.

Konseptualisasinya KKN itu bertujuan baik, namun tidak demikianlah halnya apa yang terjadi di lapangan. Bagaimana indahnya tujuan KKN manakala kita membaca deskripsi tujuan KKN dalam “Buku KKN IKIP Surabaya” misalnya. Ada empat hal pokok orientasi KKN (i) terperolehnya keterlibatan belajar mahasiswa dalam masyarakat yang secara langsung menemukan, merumuskan, memecahkan dan menanggulangi permasalahan pembangunan secara pragmatis dan interdisipliner, (ii) agar mahasiswa mampu memberikan kontribusi pemikiran sesuai dengan ilmu, teknologi, dan seni dalam upaya menumbuhkan dan mempercepat gerak serta mempersiapkan kader-kader pembangunan; (iii) terciptanya sarjana pengisi teknostruktur dalam masyarakat yang menghayati kondisi, gerak, dan permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam pembangunan, dan (iv) terciptanya peningkatan hubungan PT dengan pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat sehingga PT lebih dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan nyata dalam masyarakat.

Dari orientasi dan tujuan KKN di atas tersirat bahwasannya mahasiswa dan PT masih segala-galanya dibandingkan dengan masyarakat desa. PT adalah lembaga intelektual yang andal. Desa seakan kurang dengan sejumlah kelompok pemikir. Mahasiswa agen dan motor perubahan. Desa tidak. Masih relevankah pemikiran demikian sebagai landasan berpijak dikembangkannya KKN dalam wacana kekinian? Sejauh manakah sumbang sih KKN selama ini? Sudah adakah sarana komunikasi dan alat evaluasi untuk memonitor hasil KKN secara langsung?

Tampaknya belum ada alat ukur yang “valid”. Apalagi semacam sarana komunikasi antara desa sasaran dengan lembaga. Laporan akhir KKN dapat dan mudah dimanipulir. Kedatangan dosen pembimbing yang tidak rutin semakin tidak efektif. Komunikasi desa dengan mahasiswa KKN sering tidak utuh. Penduduk desa begitu “santun” dan merendah. Sementara mahasiswa cenderung merasa tahu dan bisa. Orang desa realistis-praktis sifatnya, mahasiswa cenderung idealis. Sungguh dalam berbagai komunikasi mereka tidaklah utuh.

Tidaklah jarang mahasiswa KKN memberikan penyuluhan dan informasi yang menganggap orang desa “bodoh” dan tidak mengerti. Memberikan suatu materi bangunan tanpa menghargai masyarakat sebagai “pemilik negeri”. Apalagi sikap dan perilaku mahasiswa yang, ketika, di desa sering tak bisa “empan papan”. Sehingga tak jarang sebenarnya desa-desa sasaran KKN yang enggan menerima mereka. Dan ini wajar, sebab orang desa masih ‘njawani’, istilah mereka, “ngono yo ngono, nanging ojo ngono!”. Karenanya, mahasiswa sebenarnya dapat belajar akan sikap mereka seperti halnya keyakinannya untuk senantiasa “mawas diri”, “mulat sarira”, apalagi sikap “tepo seliro”-nya yang sering lebih memilih diam, atau menghindar, manakala harus berbaur dengan idealisme mahasiswa.

Tak mengherankan bahwasannya mahasiswa yang selama ini begitu diharapkan mampu mendinamisasikan pembangunan desa namun dalam prakteknya Nol Besar. Yang terjadi adalah senjangnya idealisasi KKN dengan realitasnya di lapangan. Banyak para mahasiswa, usai KKN berkelakar dengan menyebutnya dengan “Klunthang Klunthung Nganggur”, “pindhah turu”, atau bahkan semacam kesempatan untuk menciptakan prosa cinta. Demikian burukkah potret KKN kini?

Tidaklah mengherankan kalau dalam “seminar Lokakarya”, Pengelolaan dan Pengembangan KKN, di IKIP Malang, dan dosen-dosen di lingkungan Kopertis VII dan VIII, banyak dikemukakan input-input menarik. Dari senjangnya idealisasi dengan operasionalnya di lapangan antara PTN dan PTS, efektivitas dan efisiensinya, sampai dengan romantika mahasiswa KKN di desa. Seorang peserta dari PTS terkenal di Surabaya misalnya, mengemukakan bahwasannya ada mahasiswa KKN-nya yang suka “berburu ayam lokal” (maaf, baca: lokalisasi).

Potret KKN akhirnya dengan mudah kita amati: pembuatan papan nama jalan, tulisan di gardu pos kampling, 10 segi pokok PKK, pembentukan dasa wisma, arisan, dan tahlil. Di sebagian Universitas, datang kemudian mendirikan menumen tugu masuk desa, batas antar RT, penampungan air minum, kemudian sudah. Tanpa kesederhanaan dengan penduduknya.

Dalam wacana sosial dan ekonomis akhirnya KKN dinilai oleh banyak pihak sebagai kemubadziran karena gerak dan warna yang dari tahun ke tahun hanya begitu-begitu saja. Mitos agen perubahan dan dinamisator perubahan sepertinya hanya menjadi baju yang dikenakan, namun tak pernah ditengok kembali bagaimanakah kotoran akut yang melekat padanya.

Maka yang menjadi pertanyaan sekarang, sekaligus jawaban adalah, masih relevankah mitos dan asumsi KKN yang dikembangkan sebagai dasar pelaksanaannya dewasa ini? PT sebagai simbol berkumpulnya para cerdik, pandai, desa kekurangan orang pandai. PT agen perubahan dan pemikiran, desa begitu statis karenanya selalu menjadi sasaran perubahan.

Wacana Akhir

Barangkali kita memang patut prihatin manakala menengok objektivitas KKN selama ini. Di mana lebih dari dua dasa warsa pelaksanaan KKN, namun tak mampu mengemban amanat dan tujuan sebagai ancangan dasar pengembangannya. Simpulan demikian mengisyaratkan tidak adanya alat pantau yang efektif, yang arif, yang senantiasa memberikan cerminan jujur menyadarkan kita kembali.

Akhirnya memang, KKN tak lebih sebuah proses monotonis dari serentetan kegiatan yang seakan-akan bergerak dinamis, namun realitasnya hanya berjalan di tempat dan tidak memberikan hasil dan perubahan yang berarti.

*) Penulis adalah alumnus IKIP Malang, Staf Pengajar di lingkungan Kopertis VII Surabaya.
Dijumput dari:  http://sastra-indonesia.com/2013/06/sebuah-gerak-monotonis-makhluk-kkn/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita