Dody Kristianto *
http://sastra-indonesia.com/
Bila dalam proses kreatifnya Afrizal Malna menyatakan bila ia seorang yang negatif, maka saya akan mencoba untuk positif. Tentu saya berpositif terhadap tulisan yang saat ini sedang berada di hadapan para pembaca sekalian. Positif dalam arti saya tak ingin berumit-rumit dan beraneh-aneh dalam tulisan ini. Artinya saya mencoba untuk berbincang gamblang dan membuka perihal mengenai proses yang saya alami. Meski saya tahu, jika gamblang dalam kacamata saya belum tentu bagi para pembaca.
Sesungguhnya tulisan ini harus dinamai sebagai sebuah tulisan proses kreatif (sesuai tuntutan panitia). Tapi tidak. Saya tidak bernyali untuk memproklamirkan tulisan ini sebagai sebuah proses kreatif. Bisa jadi ia malah melantur ke sana ke mari, mengigau mirip orang mabuk, berteriak di segala tempat. Ujung-ujungnya pembaca akan tersesat dari jalan lurus menuju lorong pengap berliku.
Tapi tak apalah…. Anggap saja saya sedang mendongeng, bercerita mengenai sedikit dari masa lalu saya.
Maka membincang mengenai proses kreatif adalah hal yang bersifat personal. Setiap orang memiliki dunia, latar belakang dan ”kecelakaan” masing-masing. Bahkan secara ekstrim Sutardji Calzoum Bachri hanya membubuhkan titik-titik pada proses kreatifnya. Bisa jadi proses kreatif adalah sebuah hal yang tak terkatakan. Lalu bagaimana dengan beberapa tulisan pada buku antologi tunggal beberapa penyair yang pernah saya baca? Bisa jadi beberapa penyair sedang mengurai alur mundur proses kepenyairannya.
Sebutlah beberapa nama yang pernah saya nikmati perihal “proses kreatif”nya : Afrizal yang tergerak untuk membahasakan energi benda-benda yang bersliweran di sekitarnya, Mardiluhung yang menemu titik temu antara eksotisme masa kanak-kanak dalam komik dengan puisi-puisi Tardji serta kehidupan khas pesisir, atau mungkin Warih Wisatsana yang digoda oleh perasaan tersisih karena tak memunyai lingkungan dominasi yang jelas. Juga beberapa penyair semacam Faisal Kamandobat, Pranita Dewi, Mochtar Pabotingi maupun Indra Tjahyadi.
Yang jelas, ada satu motif yang mengikat mereka dalam mendedahkan proses kreatifnya : obsesi pada masa lalu. Seperti seorang kawan yang saat ini “menjabat” sebagai paus sastra facebook, Heru Susanto yang menulis puisi sebagai upaya untuk menebus kesalahan di masa lalu, yakni alpa menulis perihal kehidupannya pada buku harian.
Mau tidak mau saya harus memutar ingatan saya kembali. Apakah dalam petualangan kembali ke masa lalu, saya menemu titik temu atau tidak dengan proses yang saya jalani sekarang.
Saya tidak lahir pada keluarga yang memiliki darah seni. Mungkin keluarga saya hanya keluarga biasa yang suka mendengar lagu-lagu langgam jawa maupun keroncong. Tapi ada yang saya ingat ; mereka senantiasa membacakan dongeng pada saya sebelum tidur. Dan mereka membaca dongeng itu tanpa membaca buku teks sama sekali. Jadi, dongeng yang mereka bacakan murni karena hasil ingatan turun temurun (saya baru menyadari saat ini jika mereka mungkin adalah pelaku sastra lisan). Dan, saya rajin menghayalkan apa yang mereka dongengkan. Jadilah dody kecil sebagai anak yang memunyai daya khayal cukup gila.
Saya menyenangi diri saya di masa kecil. Sebab saya akhirnya terbiasa menjadi anak yang suka membaca. Catatlah majalah-majalah anak-anak semacam Bobo, Mentari, Ananda, Hoopla (almarhum) pernah saya baca. Cerita-cerita dalam majalah itu turut merangsang daya imajinasi saya.
Lalu dengan puisi? Ini yang saya herankan. Sebenarnya saya (mungkin) kurang tertarik dengan puisi. Karena ketika ada PR membuat puisi, saya tak pernah bisa mengerjakan tugas ini.
Kalau perkenalan dengan puisi? Bisalah puisi Toto Sudarto Bachtiar yang berjudul ‘ Pahlawan Tak Dikenal’ menjadi gerbang. Mengapa? Karena ada kata ‘sayang’ dalam puisi itu (sepuluh tahun yang lalu ia terbaring/ tetapi bukan tidur sayang/ sebuah lubang peluru bundar di dadanya/ senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang). Bagi saya yang (kalau tidak salah) masih kelas empat SD, kata ‘sayang’ adalah kata yang amat genit. Dan saya merasa aneh dengan teks semacam ini.
Lalu kebiasaan beriseng-iseng ria dengan puisi ini berlanjut ketika SMP. Saya saat itu rajin untuk menyalin puisi-puisi dalam buku teks pelajaran Bahasa Indonesia ke dalam buku harian saya. Hal itu saya lakukan semata-mata karena saya tidak ingin kehilangan puisi-puisi tersebut. Tentunya patut dicatat bila dalam buku-buku pelajaran itu ada juga gambar yang menyertai setiap teks puisi. Setelah saya melihat gambar yang menarik, saya juga tertarik dengan puisi di dalamnya.
Hasilnya lumayan. Dari buku harian butut itu saya mengenal Rendra, Sapardi Djoko Damono, Ramadhan KH, Sanusi Pane, Amir Hamzah, dan beberapa penyair yang lain. Saya mulai jatuh cinta. Terutama pada “gambar ilustrasi” dalam puisi’Tanah Kelahiran’ Ramadhan KH. Saya juga menghubungkan gambar tersebut dengan lirik puisinya : Seruling di ipis, merdu/ antara gundukan pohon pina/ tembang menggema di dua kaki/ Barangrang-Tangkubanprahu// Jamrut di pucuk-pucuk/ Jamrut di air tipis menurun… terus terang saya jadi membayangkan keelokan alam yang ditulis oleh Ramadhan KH. Saya jadi tertarik oleh pesona tanah Pasundan, meski melalui puisi.
“Kecelakaan” dating kala saya menginjak kelas dua SMA. Saat itu saya membaca puisi (yang oleh Binhad Nurohmat) sebagai puisi Mazhab Gapus. Tepatnya saya membaca puisi Mashuri yang berjudul ‘Seperti Khidir’ : di atas rumpun bambu/ duri-duri memberi mimpi/ tentang rasa sakit,/ berdarah dan ketakutan untuk melangkah. Atau juga puisi Dheny Jatmiko ‘Hujan III’ : bapak,/ malaikat-malaikat/ merangkum darah/ darah kemungilanku/ dengan tusukan/ dan kutukku/ melebihi dendam ikan/ di antara hujan. Puisi-puisi itu saya baca secara kebetulan di salah satu media di Surabaya. Dan tak hanya puisi dua orang itu, saya juga membaca puisi F Aziz Manna dan Deny Tri Aryanti juga di media yang sama. Di kemudian hari, saya mengetahui bila mereka tergabung dalam satu komunitas.
Apa yang saya baca pada puisi-puisi penulis puisi tersebut benar-benar berbeda dengan yang saya dapat di buku-buku pelajaran Bahasa Indonesia. Membaca puisi para penulis puisi tersebut, imajinasi saya yang liar seolah mendapat tempat. Dan saya mulai gemar menulis puisi (atau tepatnya sesuatu yang saya klaim sebagai puisi). Meski puisi yang saya tulis ketika SMA lebih didasarkan pada perasaan saya. Pada hal-hal yang saya alami dan amati. Dan tentu masih sangat mentah dan masturbatif.
Lalu ketika SMA pula saya berpikir untuk melanjutkan pendidikan saya ke Sastra Indonesia. Barangkali di jurusan itu saya dapat lebih sering menulis puisi dan mengetahui cara menulis puisi yang baik dan benar.
Alangkah kecewanya saya (hal ini mungkin juga dialami oleh kawan-kawan saya semacam Fauzi atau pun Bang Taqin). Bahwa di ruang perkuliahan, saya tidak mendapatkan perkuliahan mengenai cara menulis puisi. Jadinya saya mulai berhenti untuk menulis puisi dan lebih suka berkutat dengan materi-materi linguistik.
Satu ketika, waktu BEM JBSI Unesa mengadakan pameran puisi, secara tidak sengaja saya membaca puisi kawan Angga Priandi :
AKU TERPAKSA MENUNDA KEMATIAN
Hanya begitu. Dan entah mengapa saya begitu tertarik oleh sajak Angga tersebut. Maka saya mulai menulis puisi kembali. Dan imajinasi untuk menulis liar juga sekonyong-konyong bergolak. Saya akhirnya larut untuk menulis puisi yang gelap (atau tepatnya saya gelap-gelapkan). Hal ini berlangsung selama setahun sampai akhirnya saya berkenalan dengan Bang Alek Subairi maupun Cak Muttaqin di Komunitas Rabo Sore (KRS).
Di komunitas itulah saya mulai belajar untuk membenturkan puisi-puisi saya dengan pendapat kawan-kawan yang sebelumnya memiliki jam terbang tinggi di ranah dunia penulisan. Saya mendapat pelajaran bila puisi yang saya tulis saat itu terlalu membabi buta dan tidak terkendali.
Saya kemudian menyadari bila perlu untuk mengontrol imaji. Sebab puisi-puisi saya hanya berupa karnaval imaji yang bertabrakan tidak terkontrol. Hal inilah yang kemudian membuat saya menulis cerpen. Mengapa? Karena dari cerpen saya bisa mengontrol imaji dan membuat suatu alur jelas terhadap imaji saya. Jadi saya menulis cerpen untuk menyeimbangkan diri.
Beberapa kawan (saat itu) ada yang mengaitkan puisi-puisi saya dengan Indra Tjahyadi, W Haryanto, maupun Kriapur. Saya berpikir hal tersebut cukup wajar. Karena seorang penyair pasti diciptakan oleh penyair pendahulunya. Hal ini seperti yang pernah saya pikirkan bila tidak ada orisinalitas. Orisinalitas pertama mungkin kitab suci yang diciptakan oleh Tuhan dan diwahyukan pada nabi-nabi.
Bila ditelisik, saya menemu jejak Kriapur pada puisi-puisi Indra Tjahyadi maupun W Haryanto. Begitu juga pengaruh Goenawan Mohamad yang saya rasakan pada puisi-puisi Kriapur. Dan bila ditelusuri saling memengaruhi ini adalah sesuatu yang wajar adanya dan lumrah. Bahkan “saking” lumrahnya, saling pengaruh ini bisa mewujud menjadi plagiator, epigon, pengikut dan hal-hal sebangsanya. Sebab, penyair memang menjadi penyair karena membaca penyair lain atau penyair terdahulu.
Sebagai rekan satu komunitas, jujur saya juga kagum dan sedikit banyak terpengaruh oleh puisi-puisi Muttaqin. Tapi di sisi lain, saya tentu tak bisa membiarkan keliaran yang ada pada diri saya meluap. Sebab keliaran itu saya yakini sebagai potensi yang telah saya miliki sebelumnya.
Sebagai jalan tengah, saya mencoba bagaimana sesuatu yang liris melantur semacam puisi-puisi Muttaqin saya pertemukan dengan keliaran yang mengendap pada diri saya. Hal ini saya rasakan sebagai hal yang positif dan negative. Di satu sisi, saya bisa terus berkembang tanpa harus terkungkung oleh satu estetika tertentu. Dengan demikian, saya bisa terus mengeksplorasi bentuk. Akan tetapi di sisi lain, saya turut dituding tidak memiliki konsistensi. Puisi-puisi saya terkadang tampil manis. Tapi kadang pula sangat liar dan gelap. Apa boleh buat. Tapi saya memakluminya karena saya masih merasa awam dalam tulis menulis puisi. Tentu pengaruh-pengaruh dari luar yang cukup menggoda saya akan terus saya dalami. Sebab saya tidak ingin berhenti pada satu titik saja. Dan jalan ke depan (bisa jadi) masih sangat panjang.
*) Dody Kristianto, anggota Komunitas Rabo Sore (KRS) dan Group Wisata Kuliner Warung Door To Door!
NB : tulisan ini saya buat sebagai proses kreatif saya. tulisan ini juga termuat pada kumpulan puisi Rumah Kabut yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Surabaya tahun 2009. Antologi Rumah Kabut juga merupakan salah satu rangkaian antologi acara Halte Sastra.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar