24/09/11

Sebuah Cerita : Flashback

Dody Kristianto *
http://sastra-indonesia.com/

Bila dalam proses kreatifnya Afrizal Malna menyatakan bila ia seorang yang negatif, maka saya akan mencoba untuk positif. Tentu saya berpositif terhadap tulisan yang saat ini sedang berada di hadapan para pembaca sekalian. Positif dalam arti saya tak ingin berumit-rumit dan beraneh-aneh dalam tulisan ini. Artinya saya mencoba untuk berbincang gamblang dan membuka perihal mengenai proses yang saya alami. Meski saya tahu, jika gamblang dalam kacamata saya belum tentu bagi para pembaca.

Sesungguhnya tulisan ini harus dinamai sebagai sebuah tulisan proses kreatif (sesuai tuntutan panitia). Tapi tidak. Saya tidak bernyali untuk memproklamirkan tulisan ini sebagai sebuah proses kreatif. Bisa jadi ia malah melantur ke sana ke mari, mengigau mirip orang mabuk, berteriak di segala tempat. Ujung-ujungnya pembaca akan tersesat dari jalan lurus menuju lorong pengap berliku.

Tapi tak apalah…. Anggap saja saya sedang mendongeng, bercerita mengenai sedikit dari masa lalu saya.

Maka membincang mengenai proses kreatif adalah hal yang bersifat personal. Setiap orang memiliki dunia, latar belakang dan ”kecelakaan” masing-masing. Bahkan secara ekstrim Sutardji Calzoum Bachri hanya membubuhkan titik-titik pada proses kreatifnya. Bisa jadi proses kreatif adalah sebuah hal yang tak terkatakan. Lalu bagaimana dengan beberapa tulisan pada buku antologi tunggal beberapa penyair yang pernah saya baca? Bisa jadi beberapa penyair sedang mengurai alur mundur proses kepenyairannya.

Sebutlah beberapa nama yang pernah saya nikmati perihal “proses kreatif”nya : Afrizal yang tergerak untuk membahasakan energi benda-benda yang bersliweran di sekitarnya, Mardiluhung yang menemu titik temu antara eksotisme masa kanak-kanak dalam komik dengan puisi-puisi Tardji serta kehidupan khas pesisir, atau mungkin Warih Wisatsana yang digoda oleh perasaan tersisih karena tak memunyai lingkungan dominasi yang jelas. Juga beberapa penyair semacam Faisal Kamandobat, Pranita Dewi, Mochtar Pabotingi maupun Indra Tjahyadi.

Yang jelas, ada satu motif yang mengikat mereka dalam mendedahkan proses kreatifnya : obsesi pada masa lalu. Seperti seorang kawan yang saat ini “menjabat” sebagai paus sastra facebook, Heru Susanto yang menulis puisi sebagai upaya untuk menebus kesalahan di masa lalu, yakni alpa menulis perihal kehidupannya pada buku harian.

Mau tidak mau saya harus memutar ingatan saya kembali. Apakah dalam petualangan kembali ke masa lalu, saya menemu titik temu atau tidak dengan proses yang saya jalani sekarang.

Saya tidak lahir pada keluarga yang memiliki darah seni. Mungkin keluarga saya hanya keluarga biasa yang suka mendengar lagu-lagu langgam jawa maupun keroncong. Tapi ada yang saya ingat ; mereka senantiasa membacakan dongeng pada saya sebelum tidur. Dan mereka membaca dongeng itu tanpa membaca buku teks sama sekali. Jadi, dongeng yang mereka bacakan murni karena hasil ingatan turun temurun (saya baru menyadari saat ini jika mereka mungkin adalah pelaku sastra lisan). Dan, saya rajin menghayalkan apa yang mereka dongengkan. Jadilah dody kecil sebagai anak yang memunyai daya khayal cukup gila.

Saya menyenangi diri saya di masa kecil. Sebab saya akhirnya terbiasa menjadi anak yang suka membaca. Catatlah majalah-majalah anak-anak semacam Bobo, Mentari, Ananda, Hoopla (almarhum) pernah saya baca. Cerita-cerita dalam majalah itu turut merangsang daya imajinasi saya.

Lalu dengan puisi? Ini yang saya herankan. Sebenarnya saya (mungkin) kurang tertarik dengan puisi. Karena ketika ada PR membuat puisi, saya tak pernah bisa mengerjakan tugas ini.

Kalau perkenalan dengan puisi? Bisalah puisi Toto Sudarto Bachtiar yang berjudul ‘ Pahlawan Tak Dikenal’ menjadi gerbang. Mengapa? Karena ada kata ‘sayang’ dalam puisi itu (sepuluh tahun yang lalu ia terbaring/ tetapi bukan tidur sayang/ sebuah lubang peluru bundar di dadanya/ senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang). Bagi saya yang (kalau tidak salah) masih kelas empat SD, kata ‘sayang’ adalah kata yang amat genit. Dan saya merasa aneh dengan teks semacam ini.

Lalu kebiasaan beriseng-iseng ria dengan puisi ini berlanjut ketika SMP. Saya saat itu rajin untuk menyalin puisi-puisi dalam buku teks pelajaran Bahasa Indonesia ke dalam buku harian saya. Hal itu saya lakukan semata-mata karena saya tidak ingin kehilangan puisi-puisi tersebut. Tentunya patut dicatat bila dalam buku-buku pelajaran itu ada juga gambar yang menyertai setiap teks puisi. Setelah saya melihat gambar yang menarik, saya juga tertarik dengan puisi di dalamnya.

Hasilnya lumayan. Dari buku harian butut itu saya mengenal Rendra, Sapardi Djoko Damono, Ramadhan KH, Sanusi Pane, Amir Hamzah, dan beberapa penyair yang lain. Saya mulai jatuh cinta. Terutama pada “gambar ilustrasi” dalam puisi’Tanah Kelahiran’ Ramadhan KH. Saya juga menghubungkan gambar tersebut dengan lirik puisinya : Seruling di ipis, merdu/ antara gundukan pohon pina/ tembang menggema di dua kaki/ Barangrang-Tangkubanprahu// Jamrut di pucuk-pucuk/ Jamrut di air tipis menurun… terus terang saya jadi membayangkan keelokan alam yang ditulis oleh Ramadhan KH. Saya jadi tertarik oleh pesona tanah Pasundan, meski melalui puisi.

“Kecelakaan” dating kala saya menginjak kelas dua SMA. Saat itu saya membaca puisi (yang oleh Binhad Nurohmat) sebagai puisi Mazhab Gapus. Tepatnya saya membaca puisi Mashuri yang berjudul ‘Seperti Khidir’ : di atas rumpun bambu/ duri-duri memberi mimpi/ tentang rasa sakit,/ berdarah dan ketakutan untuk melangkah. Atau juga puisi Dheny Jatmiko ‘Hujan III’ : bapak,/ malaikat-malaikat/ merangkum darah/ darah kemungilanku/ dengan tusukan/ dan kutukku/ melebihi dendam ikan/ di antara hujan. Puisi-puisi itu saya baca secara kebetulan di salah satu media di Surabaya. Dan tak hanya puisi dua orang itu, saya juga membaca puisi F Aziz Manna dan Deny Tri Aryanti juga di media yang sama. Di kemudian hari, saya mengetahui bila mereka tergabung dalam satu komunitas.

Apa yang saya baca pada puisi-puisi penulis puisi tersebut benar-benar berbeda dengan yang saya dapat di buku-buku pelajaran Bahasa Indonesia. Membaca puisi para penulis puisi tersebut, imajinasi saya yang liar seolah mendapat tempat. Dan saya mulai gemar menulis puisi (atau tepatnya sesuatu yang saya klaim sebagai puisi). Meski puisi yang saya tulis ketika SMA lebih didasarkan pada perasaan saya. Pada hal-hal yang saya alami dan amati. Dan tentu masih sangat mentah dan masturbatif.

Lalu ketika SMA pula saya berpikir untuk melanjutkan pendidikan saya ke Sastra Indonesia. Barangkali di jurusan itu saya dapat lebih sering menulis puisi dan mengetahui cara menulis puisi yang baik dan benar.

Alangkah kecewanya saya (hal ini mungkin juga dialami oleh kawan-kawan saya semacam Fauzi atau pun Bang Taqin). Bahwa di ruang perkuliahan, saya tidak mendapatkan perkuliahan mengenai cara menulis puisi. Jadinya saya mulai berhenti untuk menulis puisi dan lebih suka berkutat dengan materi-materi linguistik.

Satu ketika, waktu BEM JBSI Unesa mengadakan pameran puisi, secara tidak sengaja saya membaca puisi kawan Angga Priandi :

AKU TERPAKSA MENUNDA KEMATIAN

Hanya begitu. Dan entah mengapa saya begitu tertarik oleh sajak Angga tersebut. Maka saya mulai menulis puisi kembali. Dan imajinasi untuk menulis liar juga sekonyong-konyong bergolak. Saya akhirnya larut untuk menulis puisi yang gelap (atau tepatnya saya gelap-gelapkan). Hal ini berlangsung selama setahun sampai akhirnya saya berkenalan dengan Bang Alek Subairi maupun Cak Muttaqin di Komunitas Rabo Sore (KRS).

Di komunitas itulah saya mulai belajar untuk membenturkan puisi-puisi saya dengan pendapat kawan-kawan yang sebelumnya memiliki jam terbang tinggi di ranah dunia penulisan. Saya mendapat pelajaran bila puisi yang saya tulis saat itu terlalu membabi buta dan tidak terkendali.

Saya kemudian menyadari bila perlu untuk mengontrol imaji. Sebab puisi-puisi saya hanya berupa karnaval imaji yang bertabrakan tidak terkontrol. Hal inilah yang kemudian membuat saya menulis cerpen. Mengapa? Karena dari cerpen saya bisa mengontrol imaji dan membuat suatu alur jelas terhadap imaji saya. Jadi saya menulis cerpen untuk menyeimbangkan diri.

Beberapa kawan (saat itu) ada yang mengaitkan puisi-puisi saya dengan Indra Tjahyadi, W Haryanto, maupun Kriapur. Saya berpikir hal tersebut cukup wajar. Karena seorang penyair pasti diciptakan oleh penyair pendahulunya. Hal ini seperti yang pernah saya pikirkan bila tidak ada orisinalitas. Orisinalitas pertama mungkin kitab suci yang diciptakan oleh Tuhan dan diwahyukan pada nabi-nabi.

Bila ditelisik, saya menemu jejak Kriapur pada puisi-puisi Indra Tjahyadi maupun W Haryanto. Begitu juga pengaruh Goenawan Mohamad yang saya rasakan pada puisi-puisi Kriapur. Dan bila ditelusuri saling memengaruhi ini adalah sesuatu yang wajar adanya dan lumrah. Bahkan “saking” lumrahnya, saling pengaruh ini bisa mewujud menjadi plagiator, epigon, pengikut dan hal-hal sebangsanya. Sebab, penyair memang menjadi penyair karena membaca penyair lain atau penyair terdahulu.

Sebagai rekan satu komunitas, jujur saya juga kagum dan sedikit banyak terpengaruh oleh puisi-puisi Muttaqin. Tapi di sisi lain, saya tentu tak bisa membiarkan keliaran yang ada pada diri saya meluap. Sebab keliaran itu saya yakini sebagai potensi yang telah saya miliki sebelumnya.

Sebagai jalan tengah, saya mencoba bagaimana sesuatu yang liris melantur semacam puisi-puisi Muttaqin saya pertemukan dengan keliaran yang mengendap pada diri saya. Hal ini saya rasakan sebagai hal yang positif dan negative. Di satu sisi, saya bisa terus berkembang tanpa harus terkungkung oleh satu estetika tertentu. Dengan demikian, saya bisa terus mengeksplorasi bentuk. Akan tetapi di sisi lain, saya turut dituding tidak memiliki konsistensi. Puisi-puisi saya terkadang tampil manis. Tapi kadang pula sangat liar dan gelap. Apa boleh buat. Tapi saya memakluminya karena saya masih merasa awam dalam tulis menulis puisi. Tentu pengaruh-pengaruh dari luar yang cukup menggoda saya akan terus saya dalami. Sebab saya tidak ingin berhenti pada satu titik saja. Dan jalan ke depan (bisa jadi) masih sangat panjang.

*) Dody Kristianto, anggota Komunitas Rabo Sore (KRS) dan Group Wisata Kuliner Warung Door To Door!

NB : tulisan ini saya buat sebagai proses kreatif saya. tulisan ini juga termuat pada kumpulan puisi Rumah Kabut yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Surabaya tahun 2009. Antologi Rumah Kabut juga merupakan salah satu rangkaian antologi acara Halte Sastra.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita