Salamet Wahedi *
(majalah gong, edisi 114/X/2009)
Mbah Karna. Usianya, berdasar ukuran rata-rata usia hidup manusia sekarang, sudah memasuki senja legam. Sorot matanya seperti matahari sepenggal di kaki langit. Dan garis-garis kulitnya meliuk-lingkar seperti arakan awan di bibir malam. "Hati-hatilah. Hidup ini tetaplah kotak teka-teki. Jika kau benar menjawab pertanyaan Mendatar, belum tentu di pertanyaan menurun kau akan selamat", pesannya pada setiap orang yang sowan padanya. Pesan ini pulalah yang mengingatkan dan menarik banyak orang untuk selalu mengunjunginya. Terutama di akhir bualn atau di saat ada moment penting.
Setiap hari, Mbah Karna menghabiskan sepertiga siangnya dengan duduk-duduk di kursi goyang. Berteman segelas besar kopi, rokok kolek jagung, Mbah Karna melahap setumpuk berita. Mbah Karna dikenal sebagai pembaca berita yang telaten. Berita-berita yang dilahapnya, dikasih komentar. Berita yang bagus di klipingnya. Berita yang menarik ditempelkannya di majalah dinding buatannya.
Majalah dinding Mbah Karna ada tiga. Satu di emperan rumahnya. Majalah dinding ini menampilkan berita-berita yang mencerminkan wajah dan selera serta semangat Mbah Karna waktu muda.
Di masa mudanya, semasa menyandang gelar mahasiswa, Mbah Karna dikenal sebagai sosok 'guru' di lingkungannya. Sosoknya jadi panutan dan patokan. Ia pantas untuk Digugu dan ditiru oleh teman-temannya. Idealismenya cita rasa tinggi. Vokalnya selalu dalam nada mayor. Apalagi ketika berorasi memimpin teman-temannya turun jalan.
Sehabis rampung kuliah S-1 Mbah Karna memilih jadi petani. Tawaran jabatan posisi dan fungsionaris dari berbagai partai politik ditolaknya. Prinsipnya: membangun desa itu lebih baik.
"Kestabilan nasional berangkat dari kondisi kondusif di daerah", begitulah alasan Mbah Karna menolak pinangan para ketua partai politik.
Setahun kembali hidup di desanya, Mbah Karna didapuk jadi kepala desa. Selama dua periode ia memimpin, desanya berkembang pesat. Perekonomiannya maju di atas rata-rata. Karang tarunanya berulang kali menyabet penghargaan bupati. Semasa menjabat kepala desa Mbah Karna dikenal sebagai sosok yang sangat dekat dan akrab dengan masyarakatnya. Sikapnya yang mau 'duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi' ini justru tampak setelah ia terpilih jadi kepala desa. Namun sikap tegas dan lugasnya, semasa jadi mahasiswa tidak luntur sebaris pun.
Setelah purna tugas dari kursi kepala desa, Mbah Karna memilih bertani. Meski berulang kali partai politik kembali merayunya, Mbah Karna selalu mengucapkan terima kasih. "Negeri ini tidak hanya membutuhkan pemimpin yang mumpuni. Tapi juga butuh masyarakat yang memiliki cita-cita madani", kelitnya.
Sebagai seorang petani Mbah Karna juga menularkan keteladanan yang pantas dianugerahi penghargaan 'masyarakat berprestasi'. Mbah Karna memasarkan hasil pertaniannya secara mandiri.
Setiap pagi, sebelum berangkat ke sawah atau sehabis dari ladang, Mbah Karna melahap setumpuk berita. Mengomentarinya, lalu mengoleksinya. Ditempelkannya berita-berita pilihannya di majalah dinding buatannya. Di kamarnya, Mbah Karna menyediakan dua papan majalah dinding. Satu untuk kolom sastra, yang lainnya untuk esai atau opini. Kebiasaan ini pula yang mengantarkan Mbah Karna ke pendopo kabupaten untuk menerima anugerah 'masyarakat pecinta seni'.
Begitulah sosok muda dan kebiasaan di hari tua Mbah Karna.
***
Hari ini raut Mbah Karna agak bermendung. Koran yang tergeletak di halamannya, yang dilemparkan begitu saja sama lopernya, ternyata menangkupi tahi ayam. Sialnya, tahi ayam itu menutupi seluruh head line korannya hari ini: "Debat Capres Berjalan Membosankan"
"Judul berita yang bagus", ujarnya setengah kecewa. Sebenarnya ia hendak menggunting cepat-cepat berita itu. Ia hendak memamerkannya lebih awal ke tetangganya yang berkunjung. Pak Noeris biasanya bertandang pukul sembilan. Mereka akan berbincang seputar persoalan yang hangat. Dua orang ini sudah sejak lima tahun lalu dikenal dwi-tunggal kemajuan desa Pinggir Papas. Mbah Karna sebagai Pak Kades, Pak Noeris sebagai Pak Carik.
Tapi sayang gambar tiga capres yang diambil dengan sudut kemiringan tiga puluh derajat, berpelopotan tahi ayam yang encer. Berulang Mbah Karna membersihkannya, tapi gambar wajah-wajah calon presiden tersebut tetap buram. Rusak. Gambar capres yang berpose tersenyum tampak seperti hendak meludah darah-nanah. Yang sok bersikap anggun, menampakkan raut penipu. Yang bertampang melankolis, malah seperti memakai topeng saja.
"Dasar loper koran yang tidak pernah baca koran", gerutu Mbah Karna menyayangkan nasib korannya hari ini. Pak Noeris hanya menanggapinya dengan menghisap dalam-dalam rokok kolek jagung yang disuguhkan Mbah Karna.
"Loper koran ya loper koran. Tugas mereka hanya mengantarkan koran. Seperti para capres kita. Tugas mereka hanya membangun citra. Image. Tugas dan program kerja pemerintahan sudah ada penyusun dan pelaksananya"
"Capres kita hanya boneka. Orang-orang yang seharusnya sudah seperti kita, maksudmu?"
Keduanya terlibat percakapan hangat. Sesekali tawa menyela aura wajah mereka yang kadang serius dan menegang. Mbah Karna hanya satu dua sentilan mengalirkan percakapan. Sedang Pak Noeris yang lebih muda, lebih bersemangat meriakkan kata-kata. Gerak tangannya menjelaskan argumennya begitu lincah dan meyakinkan. Di ujung rangkaian katanya, Pak Noeris selalu mengangkat tangannya seperti Bung Karno berpidato. Dan jok nakal dan derai tawa seperti tepuk tangan para peserta debat capres yang cair dan penuh ironi, selalu mengakhiri statemen keduanya.
***
Seperti janjinya pada Pak Noeris, Mbah Karna membuat tulisan tanggapan tentang rendahnya kualitas calon pemimpin negeri ini dan tingginya birahi politik mereka. Dalam tulisan yang berjudul "Demokrasi Rakyat: Beberapa Catatan dan Jalan Alternatif", Mbah Karna menguraikan panjang lebar pandangannya akan demokrasi kita. Kata 'kualitas pemimpin yang rendah' disebutnya hgampir dari awal hingga akhir tulisannya. Kata 'apatisme rakyat', 35 kata. Tidak lupa pula Mbah Karna menyentil rendahnya apresiasi bangsa ini pada budaya baca dan literature bacaan. Semisal dicontohkannya pada nasib korannya yang tidak bisa dipajang, gara-gara dilempar sembarangan.
Hari-hari dua minggu terakhir ini, selain melahap setumpuk berita seperti biasanya, Mbah Karna selalu berharap tulisannya dimuat. Ia ingin mengajak Pak Noeris untuk berdikusi tentang pandangannya tentang demokrasi negeri ini dan para pelakunya kalau tulisannya sudah dimuat. Namun hingga hari teakhir minggu kedua sejak ia mengirimkan tulisannya, koran yang dipungutnya sehabis subuh belum juga memuat tulisannya. Tapi Mbah Karna selalu berharap. Berharap tulisannya dimuat. Tulisannya dibaca. Lalu ditanggapi orang.
Pagi ini, pukul 8, sehabis mengiringi istrinya berangkat ke pasar dengan pesan 'hati-hati di jalan', seorang opas pos menyela rutinitas membacanya. Mbah Karna meletakkan tumpukan korannya. Dipersilakannya opas pos. Mbah Karna menerima kiriman surat untuknya dengan dada berdegup. Tertera di sampul surat yang diterimanya, alamat koran ia mengirimkan tulisannya.
Mbah Karna setengah kaget membaca isi suratnya. Barisan ratusan huruf yang tegak seperi batang-batang jagungnya dilaluinya dengan mata membelalak.
"Maaf tidak ada ruang untuk tulisan anda. Selain itu tulisan anda dapat merusak suasana demokrasi kita. Kami tidak mau menanggung resiko…", Mbah Karna menerawang jauh. Dihantarnya opas pos meninggalkan beranda rumahnya dengan tatapan kosong.
Mbah Karna masih termangu. Di benaknya terbersit sepercik galau, "inikah buah kebebasan yang mereka perjuangkan" {}.
Lidahwetan, 23 juni 2009
*) Salamet Wahedi, Lahir di Sumenep, 03 Mei 1984. Menulis puisi, cerpen, dan esai. Karya-karyanya pernah dipublikasikan di berbagai media, antara lain: Majalah Sastra Horison, Radar Madura, Suara Pembaruan, dan Batam Pos. Juga dalam beberapa antologi: Nemor Kara (antologi puisi Madura, Balai Bahasa Surabaya, 2006), Yaa-sin (antologi puisi santri Jawa Timur, Balai Bahasa Surabaya, 2007), dan lain-lain. Tinggal di di Lidah Wetan, Gang VI No. 24 Surabaya.
Dijumput dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=173352947274
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
19/09/11
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar