19/09/11

Koran Mbah Karna

Salamet Wahedi *
(majalah gong, edisi 114/X/2009)

Mbah Karna. Usianya, berdasar ukuran rata-rata usia hidup manusia sekarang, sudah memasuki senja legam. Sorot matanya seperti matahari sepenggal di kaki langit. Dan garis-garis kulitnya meliuk-lingkar seperti arakan awan di bibir malam. "Hati-hatilah. Hidup ini tetaplah kotak teka-teki. Jika kau benar menjawab pertanyaan Mendatar, belum tentu di pertanyaan menurun kau akan selamat", pesannya pada setiap orang yang sowan padanya. Pesan ini pulalah yang mengingatkan dan menarik banyak orang untuk selalu mengunjunginya. Terutama di akhir bualn atau di saat ada moment penting.

Setiap hari, Mbah Karna menghabiskan sepertiga siangnya dengan duduk-duduk di kursi goyang. Berteman segelas besar kopi, rokok kolek jagung, Mbah Karna melahap setumpuk berita. Mbah Karna dikenal sebagai pembaca berita yang telaten. Berita-berita yang dilahapnya, dikasih komentar. Berita yang bagus di klipingnya. Berita yang menarik ditempelkannya di majalah dinding buatannya.

Majalah dinding Mbah Karna ada tiga. Satu di emperan rumahnya. Majalah dinding ini menampilkan berita-berita yang mencerminkan wajah dan selera serta semangat Mbah Karna waktu muda.

Di masa mudanya, semasa menyandang gelar mahasiswa, Mbah Karna dikenal sebagai sosok 'guru' di lingkungannya. Sosoknya jadi panutan dan patokan. Ia pantas untuk Digugu dan ditiru oleh teman-temannya. Idealismenya cita rasa tinggi. Vokalnya selalu dalam nada mayor. Apalagi ketika berorasi memimpin teman-temannya turun jalan.

Sehabis rampung kuliah S-1 Mbah Karna memilih jadi petani. Tawaran jabatan posisi dan fungsionaris dari berbagai partai politik ditolaknya. Prinsipnya: membangun desa itu lebih baik.

"Kestabilan nasional berangkat dari kondisi kondusif di daerah", begitulah alasan Mbah Karna menolak pinangan para ketua partai politik.

Setahun kembali hidup di desanya, Mbah Karna didapuk jadi kepala desa. Selama dua periode ia memimpin, desanya berkembang pesat. Perekonomiannya maju di atas rata-rata. Karang tarunanya berulang kali menyabet penghargaan bupati. Semasa menjabat kepala desa Mbah Karna dikenal sebagai sosok yang sangat dekat dan akrab dengan masyarakatnya. Sikapnya yang mau 'duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi' ini justru tampak setelah ia terpilih jadi kepala desa. Namun sikap tegas dan lugasnya, semasa jadi mahasiswa tidak luntur sebaris pun.

Setelah purna tugas dari kursi kepala desa, Mbah Karna memilih bertani. Meski berulang kali partai politik kembali merayunya, Mbah Karna selalu mengucapkan terima kasih. "Negeri ini tidak hanya membutuhkan pemimpin yang mumpuni. Tapi juga butuh masyarakat yang memiliki cita-cita madani", kelitnya.

Sebagai seorang petani Mbah Karna juga menularkan keteladanan yang pantas dianugerahi penghargaan 'masyarakat berprestasi'. Mbah Karna memasarkan hasil pertaniannya secara mandiri.

Setiap pagi, sebelum berangkat ke sawah atau sehabis dari ladang, Mbah Karna melahap setumpuk berita. Mengomentarinya, lalu mengoleksinya. Ditempelkannya berita-berita pilihannya di majalah dinding buatannya. Di kamarnya, Mbah Karna menyediakan dua papan majalah dinding. Satu untuk kolom sastra, yang lainnya untuk esai atau opini. Kebiasaan ini pula yang mengantarkan Mbah Karna ke pendopo kabupaten untuk menerima anugerah 'masyarakat pecinta seni'.
Begitulah sosok muda dan kebiasaan di hari tua Mbah Karna.
***

Hari ini raut Mbah Karna agak bermendung. Koran yang tergeletak di halamannya, yang dilemparkan begitu saja sama lopernya, ternyata menangkupi tahi ayam. Sialnya, tahi ayam itu menutupi seluruh head line korannya hari ini: "Debat Capres Berjalan Membosankan"

"Judul berita yang bagus", ujarnya setengah kecewa. Sebenarnya ia hendak menggunting cepat-cepat berita itu. Ia hendak memamerkannya lebih awal ke tetangganya yang berkunjung. Pak Noeris biasanya bertandang pukul sembilan. Mereka akan berbincang seputar persoalan yang hangat. Dua orang ini sudah sejak lima tahun lalu dikenal dwi-tunggal kemajuan desa Pinggir Papas. Mbah Karna sebagai Pak Kades, Pak Noeris sebagai Pak Carik.

Tapi sayang gambar tiga capres yang diambil dengan sudut kemiringan tiga puluh derajat, berpelopotan tahi ayam yang encer. Berulang Mbah Karna membersihkannya, tapi gambar wajah-wajah calon presiden tersebut tetap buram. Rusak. Gambar capres yang berpose tersenyum tampak seperti hendak meludah darah-nanah. Yang sok bersikap anggun, menampakkan raut penipu. Yang bertampang melankolis, malah seperti memakai topeng saja.

"Dasar loper koran yang tidak pernah baca koran", gerutu Mbah Karna menyayangkan nasib korannya hari ini. Pak Noeris hanya menanggapinya dengan menghisap dalam-dalam rokok kolek jagung yang disuguhkan Mbah Karna.

"Loper koran ya loper koran. Tugas mereka hanya mengantarkan koran. Seperti para capres kita. Tugas mereka hanya membangun citra. Image. Tugas dan program kerja pemerintahan sudah ada penyusun dan pelaksananya"

"Capres kita hanya boneka. Orang-orang yang seharusnya sudah seperti kita, maksudmu?"

Keduanya terlibat percakapan hangat. Sesekali tawa menyela aura wajah mereka yang kadang serius dan menegang. Mbah Karna hanya satu dua sentilan mengalirkan percakapan. Sedang Pak Noeris yang lebih muda, lebih bersemangat meriakkan kata-kata. Gerak tangannya menjelaskan argumennya begitu lincah dan meyakinkan. Di ujung rangkaian katanya, Pak Noeris selalu mengangkat tangannya seperti Bung Karno berpidato. Dan jok nakal dan derai tawa seperti tepuk tangan para peserta debat capres yang cair dan penuh ironi, selalu mengakhiri statemen keduanya.
***

Seperti janjinya pada Pak Noeris, Mbah Karna membuat tulisan tanggapan tentang rendahnya kualitas calon pemimpin negeri ini dan tingginya birahi politik mereka. Dalam tulisan yang berjudul "Demokrasi Rakyat: Beberapa Catatan dan Jalan Alternatif", Mbah Karna menguraikan panjang lebar pandangannya akan demokrasi kita. Kata 'kualitas pemimpin yang rendah' disebutnya hgampir dari awal hingga akhir tulisannya. Kata 'apatisme rakyat', 35 kata. Tidak lupa pula Mbah Karna menyentil rendahnya apresiasi bangsa ini pada budaya baca dan literature bacaan. Semisal dicontohkannya pada nasib korannya yang tidak bisa dipajang, gara-gara dilempar sembarangan.

Hari-hari dua minggu terakhir ini, selain melahap setumpuk berita seperti biasanya, Mbah Karna selalu berharap tulisannya dimuat. Ia ingin mengajak Pak Noeris untuk berdikusi tentang pandangannya tentang demokrasi negeri ini dan para pelakunya kalau tulisannya sudah dimuat. Namun hingga hari teakhir minggu kedua sejak ia mengirimkan tulisannya, koran yang dipungutnya sehabis subuh belum juga memuat tulisannya. Tapi Mbah Karna selalu berharap. Berharap tulisannya dimuat. Tulisannya dibaca. Lalu ditanggapi orang.

Pagi ini, pukul 8, sehabis mengiringi istrinya berangkat ke pasar dengan pesan 'hati-hati di jalan', seorang opas pos menyela rutinitas membacanya. Mbah Karna meletakkan tumpukan korannya. Dipersilakannya opas pos. Mbah Karna menerima kiriman surat untuknya dengan dada berdegup. Tertera di sampul surat yang diterimanya, alamat koran ia mengirimkan tulisannya.

Mbah Karna setengah kaget membaca isi suratnya. Barisan ratusan huruf yang tegak seperi batang-batang jagungnya dilaluinya dengan mata membelalak.

"Maaf tidak ada ruang untuk tulisan anda. Selain itu tulisan anda dapat merusak suasana demokrasi kita. Kami tidak mau menanggung resiko…", Mbah Karna menerawang jauh. Dihantarnya opas pos meninggalkan beranda rumahnya dengan tatapan kosong.
Mbah Karna masih termangu. Di benaknya terbersit sepercik galau, "inikah buah kebebasan yang mereka perjuangkan" {}.

Lidahwetan, 23 juni 2009
*) Salamet Wahedi, Lahir di Sumenep, 03 Mei 1984. Menulis puisi, cerpen, dan esai. Karya-karyanya pernah dipublikasikan di berbagai media, antara lain: Majalah Sastra Horison, Radar Madura, Suara Pembaruan, dan Batam Pos. Juga dalam beberapa antologi: Nemor Kara (antologi puisi Madura, Balai Bahasa Surabaya, 2006), Yaa-sin (antologi puisi santri Jawa Timur, Balai Bahasa Surabaya, 2007), dan lain-lain. Tinggal di di Lidah Wetan, Gang VI No. 24 Surabaya.
Dijumput dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=173352947274

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita