30/08/11

Nasionalisme TKW Hong Kong dalam Cerpen

Kuswinarto*
http://www.lampungpost.com/

Membicarakan nasionalisme di kalangan tenaga kerja wanita (TKW) kita di luar negeri sangat menarik. Sebab, bagi TKW (dalam asumsi saya), Indonesia yang menjadi Tanah Air mereka, tempat mereka lahir dan besar, bukanlah sebuah negeri yang bersahabat. Bagi mereka (masih dalam asumsi saya), Indonesia tak berpihak kepada rakyat kecil seperti mereka.

Betapa tidak? Indonesia memaksa sebagian besar dari mereka putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena Indonesia hanya mampu memberikan sebuah kemiskinan yang mengenaskan bagi keluarga mereka sehingga tak mampu menyekolahkan mereka. Itu masih ditambah kenyataan bahwa biaya pendidikan mahal dan itu terjadi di tengah maraknya kasus korupsi terhadap uang negara (baca: uang rakyat).

Karena orang tua miskin, para TKW terpaksa mengubur cita-citanya. Padahal bukan tidak mungkin jika terus menempuh pendidikan formal, sebagian dari mereka akan menjadi para pembaharu yang akan mengangkat Indonesia dari keterpurukan. Di Hong Kong, misalnya, ada juga TKW yang sebelumnya sudah berhasil masuk sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia, dari SD hingga SMA dia selalu mendapat juara kelas dan beasiswa. Tapi, ia tak jadi kuliah karena orang tua tak mampu dan terpaksa jadi TKW di Hong Kong sebagai babu. Tragis!

Lantas, meskipun negaranya tak berpihak kepada mereka, apakah para TKW luntur kecintaannya terhadap Indonesia? Ternyata tidak! Setidaknya, itu yang saya tangkap dalam sebagian cerpen karya para TKW Hong Kong. Meskipun masa depan mereka entah seperti apa jika tak berinisiatif sendiri “lari” ke luar negeri sebagai TKW, rasa nasionalisme mereka tetap tinggi. Cerpen berjudul Pertama dalam antologi cerpen Hong Kong Negeri Elok nan Keras di Mana Kami Berjuang (2002) karya Denok Kanthi Rokhmatika adalah buktinya.

Berikut kutipannya:

Lapis legit yang masih tiga perempat itu mendarat mulus di keranjang sampah, di depanku. Aku kaget. Tiba-tiba saja aku merasa harga kemanusiaan dan sekaligus kebangsaanku, manusia Indonesia, disejajarkan dengan sekerat kue yang pantas dimasukkan ke dalam keranjang sampah! Mengapa dia harus menanyaiku dulu sebelum membuangnya? Kan bisa saja dia langsung membuangnya, jika tak bermaksud menghinaku?

Terasa sekali Denok K. Rokhmatika, TKW Hong Kong asal Malang, Jawa Timur, lewat tokoh Aku mengungkapkan rasa terhinanya karena kue asli Indonesia dilecehkan bangsa lain, padahal dia bangga kue itu terkenal di luar negeri. Dia tetap cinta Indonesia, tetapi saat itu tidak bisa berbuat apa-apa, selain merasakan perih di dada. Itu karena yang melakukan penghinaan adalah orang yang baru saja akan mempekerjakannya sebagai pembantu rumah tangga.

Rasa cinta Tanah Air juga ditunjukkan Syifa Aulia lewat cerpen Hong Kong Topan ke-8 dalam antologi berjudul sama (2006). Dalam cerpen itu, TKW Hong Kong asal Kendal, Jawa Tengah, itu mengisahkan tokoh Aku, TKW yang juga aktivis HAM dan berteman dengan aktivis HAM lain dari beberapa negara di Hong Kong. Di kalangan aktivis HAM berbagai negara itu, Indonesia (pejabat dan masyarakatnya) terkenal dengan berbagai tradisi buruk. Salah satunya, orang Indonesia terkenal paling tidak menghargai waktu, suka ngaret kalau berjanji. Ini juga terjadi pada aktivis HAM dari Indonesia di Hong Kong, sedangkan aktivis HAM lain sangat menghargai waktu. Meskipun kesibukan seabrek, mereka selalu menepati janji, tak pernah terlambat menghadiri meeting, bahkan sering hadir 20 atau 15 menit lebih awal. Kalau yang dari Indonesia (kecuali tokoh Aku), terlambat dua jam itu sudah biasa.

Tokoh Aku malu tiap rekan sebangsanya terlambat menghadiri meeting, apalagi yang dari negara lain akan meledek habis-habisan. Aku malu bangsanya punya trade mark buruk soal waktu dan janji. Aku berontak jiwanya Indonesia dicap buruk, tetapi ia tak bisa berbuat banyak karena itu kenyataan. Yang bisa dilakukan Aku hanyalah berusaha agar dirinya selalu tepat waktu kalau berejanji atau meeting.

Dalam cerpen Hong Kong Topan ke-8 itu, Syifa Aulia juga mengemukakan bahwa Indonesia merupakan negeri korup, sangat bertolak belakang dengan Hong Kong yang merupakan negeri bersih dan antikorupsi. Tentang ini, Syifa Aulia menulis: Ah, andai saja negeriku itu (Indonesia, Kus) bisa seperti itu (antikorupsi, Kus). Tentunya tak ada lagi anak-anak jalanan yang telantar, tak banyak lagi perempuan dan ibu muda yang terpisah dari keluarga, merantau dan berserak di negeri orang ini (Hong Kong, Kus).

Bahwa Indonesia terkenal sebagai negeri korup di luar negeri, ini juga diungkap Aliyah Purwati dalam cerpen Laki-laki Afrika Selatan dalam Antologi Yam Cha (2010). Dalam cerpen itu, TKW Hong Kong asal Rembang, Jawa Tengah, tersebut menyampaikan rasa prihatinnya terhadap korupsi di negerinya melalui tokoh Adam, lelaki asal Afrika Selatan. Berikut kutipannya:

“Setahuku Indonesia adalah negara miskin yang sangat rawan dengan yang namanya korupsi. Siapa yang tidak kenal dengan Soeharto? Seorang presiden yang telah memimpin negaramu selama 32 tahun dengan sejuta kebusukannya,” katanya (-nya = Adam, laki-laki asal Afrika Selatan) panjang lebar sambil tersenyum agak sinis.

“Tuan, bagaimana mungkin Anda tahu banyak tentang negaraku sampai sedetail itu?” tanyaku (-ku = Zando, TKW di Hong Kong) sembari mengerutkan dahi saking herannya.

Rasa bangga jadi orang Indonesia ditunjukkan Tarini Sorrita di cerpen Batal dalam kumplan cerpennya, Penari Naga Kecil (2006). Bangga karena meskipun berbeda-beda agamanya, orang Indonesia rukun dan mengedepankan silaturahmi. Ini beda dengan orang luar negeri, semisal, di Hong Kong. Dalam cerpen Batal, TKW Hong Kong asal Cirebon, Jawa Barat, ini menulis:

Turun ke bawah ada Lan Fang, yang berkomentar tentang menyambut bulan suci Ramadan. Kalau bulan suci umat Islam ini datang, bukan hanya umat Islam-nya yang menyambut, semua penganut yang lain pun ikut sibuk.

Apalagi, nanti kalau Lebaran tiba, semua umat, terutama umat Islam berbahagia dan menyambutnya.

Aku teringat sama Mbak Ariani G.A. “Maria, kalau puasa kaya gini saya penginnya pulang ke Jakarta,” curhatnya.

Di Hong Kong, dengan kemampuannya berbahasa Kantonis dan Inggris, Tarini Sorrita memang banyak bergaul dengan banyak warga negara lain, tak hanya warga Hong Kong dan warga Indonesia. Sehingga, Tarini tahu keunggulan orang Indonesia dibandingkan orang dari bangsa lain dan itu membuatnya bangga menjadi orang Indonesia.

Tania Roos lain lagi cara mengekspresikan nasionalismenya di dalam cerpen. Dalam cerpen Suara Tembakan Waktu Subuh (dimuat di Berita Indonesia, Oktober 2003), Tania Roos mengangkat kisah bagaimana para perjuang Indonesia dulu dalam mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan dari serangan Belanda yang hendak kembali menguasai Indonesia. Dalam cerpen tersebut, TKW Hong Kong asal Malang tersebut memperlihatkan betapa berat perjuangan para pahlawan kita semasa hidupnya. Tentu cerpen ini mengingatkan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan negeri ini tidak didapatkan dengan mudah, bernyawa-nyawa pun jadi korbannya.

Mungkin ada yang bertanya, apakah cerpen-cerpen demikian memang merupakan perwujudkan nasionalisme penulisnya atau bukan. Apakah itu bisa dijadikan ukuran kadar nasionalisme para pengarangnya? Mungkin ada kesangsian. Jika sangsi, setidaknya kita bisa mempertimbangkan apa yang dikemukakan salah seorang penulis Inggris, Samuel Butler (1835—1902): Every man’s work, whether it be literature or music or pictures or architecture or anything else, is always a portrait of himself. Jadi, kalau kita bertanya kepada Samuel Butler, jawabnya jelas. Cerpen-cerpen itu merupakan potret nasionalisme dari diri pengarangnya sendiri.

*) Kuswinarto, penikmat sastra

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita