10/03/11

Pemimpin Belalang di Negara Garuda

UU Hamidy
http://riaupos.co.id/

Di mana tak ada elang, Akulah elang kata belalang Metafor Melayu tiap bahasa punya keistimewaan nya masing-masing. Keistimewaan itu terletak pada sistemnya.

Karena itu dapat dikatakan tidak ada bahasa yang benar-benar sama bentuk dan sifatnya dengan bahasa lain.

Bahasa Inggeris dan Arab sama-sama bahasa fleksi, membedakan jenis kata atas kategori waktu dan jenis kelamin. Tetapi sistem jenis kata bahasa Arab lebih fleksi lagi daripada bahasa Inggeris. Dalam bahasa Arab kebanyakan kata-katanya bertolak dari akar kata.

Tiap akar kata menurunkan sejumlah bentukan kata dengan artinya masing-masing. Dalam bahasa Arab, semua kata benda diberi jenis kelamin. Karena itu ketepatan maknanya sangat tajam. Bahasa Melayu punya keistimewaan dalam lambang dan kiasan, yang keduanya dirangkum dengan kata metafor.

Orang Melayu dapat dikatakan begitu dekat pada alam, sehingga berbagai barang, benda, kerja dan sifat telah dibandingkan dengan kenyataan alam. Akibatnya, ada yang dapat diganti dengan alam sebagai lambang.

Sesuatu yang diganti dengan yang lain disebut dilambangkan dan dikiaskan. Begitulah laki-laki dilambangkan dengan kumbang atau embun. Perempuan dilambangkan dengan bunga. Hidup terkungkung atau terpenjara dikiaskan dengan burung dalam sangkar.

Mencintai perempuan yang tak sebanding dengan kita, dikiaskan dengan pungguk rindukan bulan. Kenyataan ini membuat bahasa Melayu amat kaya dengan lambang dan kiasan, sebagaimana dapat dijumpai dalam pepatah, ibarat, perumpamaan dan peribahasa. Semuanya tergambar dengan indah dalam gurindam dan pantun Melayu.

Akulah Elang

Elang adalah burung pemangsa yang besar. Dalam dunia mitos, elang raksasa bernama garuda. Elang punya bentuk dan penampilan yang sanggam, gagah, perkasa, anggun tapi juga dapat menakutkan.

Elang punya ketajaman mata yang luar biasa, kemampuan terbang yang lama lagi jauh, bisa menangkap serta menyerang dengan paruh dan cakarnya yang hebat. Daya jelajahnya, tidak hanya sebatas padang dan belukar.

Jelajahnya melintasi rimba belantara, laut dan pulau, bahkan bisa mendunia. Dengan bentuk, sifat dan penampilan yang demikian, elang telah dipakai oleh orang Melayu untuk melambangkan yang menggenggam kekuasaan, pemegang teraju pemerintahan, seperti raja, sultan.

Yang dipertuan, yang disapa dalam bahasa Melayu purba dengan Duli Tuanku. Perlambangan itu seakan hendak mengatakan, bahwa seorang pemegang teraju pemerintahan, tidak bisa hanya dari kalangan orang sembarangan.

Dia tidak layak tampil hanya dengan suara terbanyak, seperti hasil Pemilu demokrasi sekuler. Seorang pemegang teraju pemerintahan harus punya kategori bagaikan elang, baru dapat mengemban tugasnya dengan jaya lagi gemilang.

Seorang pemimpin yang cemerlang tidak akan tampil tanpa kategori keunggulan seperti elang, tersandang pada dirinya. Pemilihan pemimpin dengan sistem de-mokrasi sekuler tidak akan mampu menampilkan seorang pemegang teraju kekuasaan yang tangguh bagaikan elang.

Kategori pemimpin dalam alam demokrasi sekuler, hanya berpijak pada satu ketentuan suara terbanyak. Sedangkan suara terbanyak terbukti dapat diperoleh dengan jalan culas, licik lagi munafik. Karena itu tidak ada satupun di dunia demokrasi sekuler seorang pemegang teraju yang dapat berkata ‘’Akulah Elang”.

Amerika sekalipun yang dengan sombong dijuluki negara adidaya, nyatanya gedung pencakar langit World Trade Centre justru runtuh di depan matanya. Setelah kalah perang di Vietnam, dia juga tak berdaya mengalahkan Al Qaida dan Taliban.

Padahal dia telah dibantu sejumlah negara sekutunya dengan ribuan tentara dan senjata perang yang canggih. Namun insya Allah, dia akan masuk lumpur kehinaan oleh mujahidin Taliban yang hanya memakai senjata sederhana. Sebab Allah tidak akan membiarkan orang kafir memusnahkan orang beriman.

Sungguhpun demikian, jika kita jujur membaca jalan sejarah, kita akan mendapatkan pemimpin dunia yang bagaikan elang. Mereka adalah para Khalifah Islamiyah yang memegang teraju kekuasaan atas dasar syariah Islam.

Dengan pedoman syariah Islam yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, telah terbukti dapat tampil pemimpin yang mendunia, yang mampu memberikan kesejahteraan pada siapapun tanpa pandang bulu. Jelajah kekuasaan Khalifah Islamiyah, pernah mendunia dari Cordova di Spanyol sampai Konstatinopel di Turki.

Atau, dari tanah Andalusia di Eropa sampai Baghdad di Asia. Bahkan sampai Nusantara, sebab raja-raja Melayu di Nusantara semuanya berlindung di bawah sayap Khalifah Islamiyah yang menjagad itu.

Bacalah kepiawaian mereka memimpin dalam sejarah, yang terjadi bagaikan legenda. Simaklah kejujuran dan ketinggian budi pekertinya. Perhatikanlah keteguhannya memegang hukum Allah dan saksikan keperkasaannya membela umat yang tertindas.

Dan untuk yang terakhir tinjaulah kesederhanaan hidupnya yang berdampingan dengan kedermawanan yang tiada tara. Khalifah Umar bin Khattab memikul sendiri gandum untuk rakyatnya yang miskin.

Khalifah Ali bin Abi Thalib mengaku kalah dalam perkara dengan rakyatnya orang Yahudi yang miskin. Khalifah al-Mu’tashim, tidak jadi mereguk kopinya, setelah mendengar seorang muslimah dizalimi. Khalifah Muhammad al-Fatih membebaskan kota Konstatinopel dengan benteng yang perkasa. Sedangkan Salahuddin al-Ayyubi memenangkan Perang Salib yang tentara kafirnya bagaikan air bah.

Pemimpin Belalang

Sekarang perhatikanlah sifat, tabiat, perangai dan tingkahlaku para pejabat yang dipandang sebagai pemimpin. Mereka jauh sekali dari lambang elang. Sebab mereka mendapat jabatan bukanlah melalui ukuran jasad keruhanian, tetapi oleh ukuran suara yang dapat dibeli dan dibuat-buat melalui berbagai tipu daya.

Demokrasi sekuler yang memakai ukuran suara inilah yang telah menampilkan pemimpin kelas belalang. Demokrasi sekuler hanya memutus perkara dengan hukum tagut buatan manusia. Hukum dari Allah yang maha adil lagi maha bijaksana, mereka campakkan.

Lantas, hanya apa hasilnya? Hanya apa yang dapat diandalkan dari seekor belalang? Belalang takkan pernah menyamai elang. Sebab belalang punya kemampuan jasad dan ruhani yang amat terbatas. Sedangkan untuk menjadi pemimpin yang tangguh diperlukan kondisi keperkasaan jasad dan ruhani yang mulia.

Maka sekarang, timbul semacam ironi. Rakyat mengharapkan pemimpin yang tangguh untuk mengatasi berbagai kesulitan dan persoalan hidup.

Tetapi, berapa kali dan di mana saja diadakan Pemilu dengan sistem demokrasi sekuler, yang muncul tetaplah pemimpin belalang. Inikan aneh. Lambang negaranya garuda atau elang raksasa, tapi pemimpinnya belalang. Lalu apa yang dilakukan oleh pemimpin tipe belalang ini? Bandingkanlah dengan apa saja yang dilakukan belalang.

Kerja belalang hanya mengisap bunga padi, sehingga padi jadi hampa. Petani gagal panen, jatuh miskin dan melarat.

Begitulah jugalah kurang lebih tipe pemimpin belalang. Kerjanya cuma mengisap kekayaan negara ini.

Hidup mewah dengan gaji besar dan kemudahan yang melimpah, bagaikan belalang enak-enak mengisap bunga padi tanpa ikut menanam padi.

Korupsi dan hukum tidak masalah, sebab semuanya dapat diatur, seperti pernah disindir oleh almarhum Adam Malik. Lantas bagaimana dengan rakyat yang jatuh melarat? ‘’Emang gue pikirin”.***

UU Hamidy, Budayawan Riau Tinggal di Pekanbaru.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita