17/10/10

Imitasi

Feby Indirani *
http://www.ruangbaca.com/

Banyak orang gagal menjadi pemikir orisinil semata-mata karena ingatan mereka terlampau kuat (Friedrich Nietzsche)

Nietzsche memang sudah mati. Tapi perkataannya di atas selalu membuat saya cemas. Kecuali untuk urusan menghafal jalan, ingatan saya lumayan kuat nyaris menyamai gajah. Saya was-was. Jangan-jangan orang seperti saya akan sulit melahirkan gagasan orisinil.

Sebagai orang yang ingin menulis, saya memaksa diri untuk banyak membaca karya orang. Dalam proses itu, tak jarang saya menemukan penulis yang begitu saya sukai, hingga saya nyaris membencinya. Bagaimana mungkin ada orang yang bisa menulis dengan begitu cemerlang?

Kamila Syamsie, penulis The Broken Verses adalah salah satunya. Saya terpukau akan gagasannya, gaya menulisnya yang ringkas dan selera humornya yang satir. Usai menamatkan bukunya, kalimat-kalimat Syamsie selalu terbayang-bayang di kepala. Pada gilirannya mencoba menulis, saya kemudian selalu berusaha bagaimana agar saya bisa sehebat dia. Ketangkasannya mengungkapkan pikiran, diksinya yang efisien dan pemenggalan kalimatnya yang berirama stakkato.

Sampai kemudian saya sadar. Ups, saya meniru dia. Mengimitasi gayanya. Teng! Tiba-tiba lonceng kegagalan berbunyi di benak saya.

Bagi seorang penulis, imitasi adalah sebuah kabar buruk. Yang pertama mendapatkan mutiara, pengikut hanya beroleh cangkangnya, begitu ujar Simon Conwell juri Indonesian Idol yang sering dikutip rekan saya Akmal N. Basral, wartawan dan penulis. Seberapapun awetnya kembang plastik, bunga hidup pasti lebih dihargai. Semirip apapun, kalung mutiara palsu tetap saja dianggap murahan.

Imitasi adalah salah satu bentuk plagiasi. Derajat dari plagiasi ini bermacam-macam, dari yang paling parah (hard plagiarism) sampai yang tak begitu kentara (soft plagiarism). Kategori hard bisa kita temukan ketika seseorang menyalin habis tulisan orang tanpa menyebutkan sumbernya. Ini pernah dialami Y Thendra BP yang menemukan dua buah puisinya, Bulan Telah Mati di Jogja dan Sajak Anak Khatulistiwa diterbitkan dalam antologi Dian Sastro for President (On/Off Yogyakarta 2002) .

Masih dalam kategori itu adalah melakukan bongkar pasang dengan mengubah beberapa bagian saja. Helvy Tiana Rosa pernah mengalaminya untuk novelnya berjudul Akira (As-Syaamil, 2000). Seseorang kemudian menerbitkan Fajar Menyingsing di Arkansas (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2003). Menurut Helvy, semua jalan cerita dan kalimat-kalimat dalam novel itu persis, hanya nama tokoh dan latarnya saja yang berbeda.

Kedua cerita yang saya ambil dari Selisik, Republika, 20 Maret 2005, tulisan Elba Damhuri adalah salah satu contoh plagiasi yang amat telanjang. Hal seperti ini terlalu mudah terdeteksi. Setelah itu reputasi si plagiator pasti hancur dengan cepat. Sementok-mentoknya saya, saya emoh melakukan hal seperti itu. Pamali, kata orang Sunda.

Tapi untuk soft plagiarism, itu lain soal. Ini adalah bentuk plagiasi terselubung. Misalnya ketika kita meniru gaya pengungkapan penulis lain. Salah satu godaan terbesar penulis pemula seperti saya adalah mengimitasi style. Tolong, jangan langsung mencap saya jahat.

Proses itu seringkali terjadi secara bawah sadar atau subconscious plagiarism. Kita bisa menyebut itu secara lebih halus sebagai pengaruh. Semakin kagum saya terhadap seorang penulis, semakin besar kemungkinan saya akan menirunya. Tapi ketika saya tahu bahwa saya mungkin terpengaruh, bisakah saya menyatakan diri dengan polos bahwa saya tak sadar?

Mencontek Cerdas

Ada yang mengatakan pelajaran menulis bisa dimulai dengan meniru terlebih dulu sebelum bisa menemukan gaya sendiri. Anda boleh tak setuju, tapi jika Anda memiliki ingatan kuat dan mempunyai dorongan yang sama kuatnya untuk mencontek seperti saya, saya hanya ingin mengingatkan satu prinsip.

Sebagai follower kita patut malu kalau tidak bisa menciptakan yang lebih baik. Jika sudah nyontek malah sama bahkan lebih buruk, artinya kita memang bodoh betulan. Jadilah cerdas dalam mencontek, kalau perlu sampai orang yang kita tiru pun bisa kagum pada tulisan kita.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Pertama, temukan karakter tulisan itu. Seandainya kita menyukai kolom gaya hidup Samuel Mulia dan ingin menulis seperti dia. Pelajarilah yang khas darinya. Dia tidak pernah mengambil contoh negatif dengan menyebut orang lain sebagai pelaku. Dia menyampai segala perilaku jelek, seolah dia sendiri yang melakukannya. Dengan cara itu pembaca belajar sesuatu tanpa merasa diceramahi.

Jika kita ingin menulis sepeti Samuel, jangan panggilannya, plesetannya dan cara berceritanya yang selalu menyebut teman saya itu yang kita tiru. Ini akan sangat kentara. Kita bisa mencuri diksinya yang sinis dan blak-blakan untuk menghasilkan efek jenaka yang sama. Kita tiru saja struktur tulisannya yang tak terlalu padat demi melahirkan gaya yang ringan.

Jangan kira ini gampang lho. Ketika hendak meniru tulisan seseorang, sebenarnya kita hendak mengopi karakter mereka. Ini repot. Sekali dua kali mungkin masih teratasi. Tapi selanjutnya kita mungkin akan merasa kelelahan karena mencoba menduplikasi sesuatu yang bukan kita.

Setelah itu kita pun terserang was-was. Jangan-jangan orang tahu bahwa kita mengimitasi Samuel. Wong tiap minggu tulisannya hadir di koran dengan oplah terbesar di Indonesia.

Nah sebetulnya ini contoh yang berbahaya. Kita hanya akan mempermalukan diri sendiri.

Tenang. Ada cara lain yang mungkin lebih manjur.

Carilah penulis lain yang kita sukai gayanya, tapi belum mendapatkan porsi ekspose terlalu banyak. Tiru cara pengungkapannya. Pilihan katanya. Pemenggalan kalimatnya yang menentukan intonasi sebuah tulisan layaknya orang berbicara. Kalau ada termin-termin khas dia yang bisa kita ambil, curi saja. Toh tak banyak orang yang akan menyadarinya.

Sekarang Anda mengerutkan kening. Lalu bertanya ketus kepada saya, Jadi benar Anda menganjurkan orang mencontek?

Jujur, saya mesti mengatakan meniru itu adalah jalan pintas yang menyenangkan. Tapi hati-hati, rasa cemas tak serta merta raib. Tetap saja ada kemungkinan ada orang lain mengendusnya, minimal penulis yang kita imitasi itu. Dan saat rahasia kita terungkap, harga kita pun dijamin jatuh.

Sayangnya, meniru hanya cocok untuk jangka pendek, tapi merugikan buat jangka panjang. Kita hanya akan berakhir menjadi penulis yang tak pernah punya karakter. Setiap kita menemukan tulisan orang yang bagus, kita akan mudah terseret. Padahal barang palsu tak pernah naik harganya.

Seandainya saja kita mau lebih intensif melakukan perjalanan ke dalam diri, kita tak perlu berakhir demikian. Daripada meniru, lebih baik kita berupaya tak putus untuk menggali diri dan melatih kemampuan bertutur yang khas. Kata kuncinya adalah eksplorasi. Sejauh mana kemampuan kita mengeksplorasi diri sendiri akan menentukan seberapa berkarakternya tulisan kita. Mungkin kita mesti menempuh jalan terjal, namun untuk jangka panjang, dijamin membuahkan kepuasan lebih besar.

Baiklah, jawab Anda setuju. Anda lalu berusaha menjadi orisinil. Anda berusaha sekeras mungkin untuk menciptakan sesuatu yang baru. Anda berusaha meninggalkan sidik jari pada setiap karya yang Anda lahirkan. Apapun hasilnya, selamat! Setidaknya Anda maju beberapa langkah, Anda sedang berproses menjadi Anda yang lebih baik dan bukan seorang gadungan.

Lalu, tantangan lain muncul. Tiba-tiba, seseorang datang meniru style yang hendak Anda kukuhkan sebagai identitas Anda. Sialnya lagi, ia bahkan mendapat pujian untuk hasil contekannya itu. Aha! Sejak kapan dunia itu adil? Seolah si peniru menyapa Anda sambil mengedipkan sebelah mata.

Mau tak mau Anda mengipas dada. Panas? Tentu saja.

Bila itu yang terjadi, saya hendak menyampaikan kabar buruk dan kabar baik untuk Anda. Kabar buruknya, tulisan Anda memang masih jelek, dalam pengertian belum benar-benar berkarakter. Anda pasti juga belum terlalu produktif. Ini yang membuat tulisan Anda masih memungkinkan untuk ditiru.

Jangan putus asa. Anda masih harus mengeksplorasi style yang lebih khas, berkontemplasi lebih dalam untuk melahirkan sudut pandang yang lebih tajam dan mengemasnya dengan cara bertutur yang lebih personal. Dan tentu saja menulislah lebih banyak lagi.

Sampai saat ini, sependek pengetahuan saya sudah banyak korban berjatuhan, mereka yang gagal meniru gaya catatan pinggir Goenawan Mohamad. Upayakan Anda mencapai level ini agar orang-orang yang suka meniru seperti saya tak akan bisa melakukannnya.

Nah kabar baiknya adalah, tulisan Anda sudah cukup menarik, sampai-sampai ada orang yang tergerak untuk mengikutinya. Jadi tak usahlah terlalu kesal.

Lho, sergah Anda, tapi saya kan dicontek orang, masak saya nggak boleh marah? Ya, itu sih hak Anda. Tapi ingat, peniruan adalah bentuk tertinggi dari pujian. Karena orang tak akan mungkin mencontek, baik secara sadar terlebih sampai masuk ke alam bawah sadarnya, bila tulisan Anda tak dianggap bagus. Anda harusnya bangga.

Daripada menggerutu, kita mungkin bisa menjadikan berapa banyak orang yang mencontek gaya kita sebagai indikator sukses. Ini artinya tulisan kita sudah berhasil merebut hati orang.

Ukuran berikutnya adalah, sejauh mana kemudian mereka mampu melakukannya. Semakin besar persentasinya keberhasilan mereka, artinya semakin banyak lagi lubang pada tulisan kita yang masih harus diperbaiki. Dengan berpikir seperti ini, Anda tak akan bete lagi.

Jadi, apa sudah ada yang ingin meniru gaya tulisan saya? Ah terimakasih!

*) Penulis yang kerap gagal meniru dan akan bangga jika style-nya diimitasi orang.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita