Feby Indirani *
http://www.ruangbaca.com/
Banyak orang gagal menjadi pemikir orisinil semata-mata karena ingatan mereka terlampau kuat (Friedrich Nietzsche)
Nietzsche memang sudah mati. Tapi perkataannya di atas selalu membuat saya cemas. Kecuali untuk urusan menghafal jalan, ingatan saya lumayan kuat nyaris menyamai gajah. Saya was-was. Jangan-jangan orang seperti saya akan sulit melahirkan gagasan orisinil.
Sebagai orang yang ingin menulis, saya memaksa diri untuk banyak membaca karya orang. Dalam proses itu, tak jarang saya menemukan penulis yang begitu saya sukai, hingga saya nyaris membencinya. Bagaimana mungkin ada orang yang bisa menulis dengan begitu cemerlang?
Kamila Syamsie, penulis The Broken Verses adalah salah satunya. Saya terpukau akan gagasannya, gaya menulisnya yang ringkas dan selera humornya yang satir. Usai menamatkan bukunya, kalimat-kalimat Syamsie selalu terbayang-bayang di kepala. Pada gilirannya mencoba menulis, saya kemudian selalu berusaha bagaimana agar saya bisa sehebat dia. Ketangkasannya mengungkapkan pikiran, diksinya yang efisien dan pemenggalan kalimatnya yang berirama stakkato.
Sampai kemudian saya sadar. Ups, saya meniru dia. Mengimitasi gayanya. Teng! Tiba-tiba lonceng kegagalan berbunyi di benak saya.
Bagi seorang penulis, imitasi adalah sebuah kabar buruk. Yang pertama mendapatkan mutiara, pengikut hanya beroleh cangkangnya, begitu ujar Simon Conwell juri Indonesian Idol yang sering dikutip rekan saya Akmal N. Basral, wartawan dan penulis. Seberapapun awetnya kembang plastik, bunga hidup pasti lebih dihargai. Semirip apapun, kalung mutiara palsu tetap saja dianggap murahan.
Imitasi adalah salah satu bentuk plagiasi. Derajat dari plagiasi ini bermacam-macam, dari yang paling parah (hard plagiarism) sampai yang tak begitu kentara (soft plagiarism). Kategori hard bisa kita temukan ketika seseorang menyalin habis tulisan orang tanpa menyebutkan sumbernya. Ini pernah dialami Y Thendra BP yang menemukan dua buah puisinya, Bulan Telah Mati di Jogja dan Sajak Anak Khatulistiwa diterbitkan dalam antologi Dian Sastro for President (On/Off Yogyakarta 2002) .
Masih dalam kategori itu adalah melakukan bongkar pasang dengan mengubah beberapa bagian saja. Helvy Tiana Rosa pernah mengalaminya untuk novelnya berjudul Akira (As-Syaamil, 2000). Seseorang kemudian menerbitkan Fajar Menyingsing di Arkansas (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2003). Menurut Helvy, semua jalan cerita dan kalimat-kalimat dalam novel itu persis, hanya nama tokoh dan latarnya saja yang berbeda.
Kedua cerita yang saya ambil dari Selisik, Republika, 20 Maret 2005, tulisan Elba Damhuri adalah salah satu contoh plagiasi yang amat telanjang. Hal seperti ini terlalu mudah terdeteksi. Setelah itu reputasi si plagiator pasti hancur dengan cepat. Sementok-mentoknya saya, saya emoh melakukan hal seperti itu. Pamali, kata orang Sunda.
Tapi untuk soft plagiarism, itu lain soal. Ini adalah bentuk plagiasi terselubung. Misalnya ketika kita meniru gaya pengungkapan penulis lain. Salah satu godaan terbesar penulis pemula seperti saya adalah mengimitasi style. Tolong, jangan langsung mencap saya jahat.
Proses itu seringkali terjadi secara bawah sadar atau subconscious plagiarism. Kita bisa menyebut itu secara lebih halus sebagai pengaruh. Semakin kagum saya terhadap seorang penulis, semakin besar kemungkinan saya akan menirunya. Tapi ketika saya tahu bahwa saya mungkin terpengaruh, bisakah saya menyatakan diri dengan polos bahwa saya tak sadar?
Mencontek Cerdas
Ada yang mengatakan pelajaran menulis bisa dimulai dengan meniru terlebih dulu sebelum bisa menemukan gaya sendiri. Anda boleh tak setuju, tapi jika Anda memiliki ingatan kuat dan mempunyai dorongan yang sama kuatnya untuk mencontek seperti saya, saya hanya ingin mengingatkan satu prinsip.
Sebagai follower kita patut malu kalau tidak bisa menciptakan yang lebih baik. Jika sudah nyontek malah sama bahkan lebih buruk, artinya kita memang bodoh betulan. Jadilah cerdas dalam mencontek, kalau perlu sampai orang yang kita tiru pun bisa kagum pada tulisan kita.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Pertama, temukan karakter tulisan itu. Seandainya kita menyukai kolom gaya hidup Samuel Mulia dan ingin menulis seperti dia. Pelajarilah yang khas darinya. Dia tidak pernah mengambil contoh negatif dengan menyebut orang lain sebagai pelaku. Dia menyampai segala perilaku jelek, seolah dia sendiri yang melakukannya. Dengan cara itu pembaca belajar sesuatu tanpa merasa diceramahi.
Jika kita ingin menulis sepeti Samuel, jangan panggilannya, plesetannya dan cara berceritanya yang selalu menyebut teman saya itu yang kita tiru. Ini akan sangat kentara. Kita bisa mencuri diksinya yang sinis dan blak-blakan untuk menghasilkan efek jenaka yang sama. Kita tiru saja struktur tulisannya yang tak terlalu padat demi melahirkan gaya yang ringan.
Jangan kira ini gampang lho. Ketika hendak meniru tulisan seseorang, sebenarnya kita hendak mengopi karakter mereka. Ini repot. Sekali dua kali mungkin masih teratasi. Tapi selanjutnya kita mungkin akan merasa kelelahan karena mencoba menduplikasi sesuatu yang bukan kita.
Setelah itu kita pun terserang was-was. Jangan-jangan orang tahu bahwa kita mengimitasi Samuel. Wong tiap minggu tulisannya hadir di koran dengan oplah terbesar di Indonesia.
Nah sebetulnya ini contoh yang berbahaya. Kita hanya akan mempermalukan diri sendiri.
Tenang. Ada cara lain yang mungkin lebih manjur.
Carilah penulis lain yang kita sukai gayanya, tapi belum mendapatkan porsi ekspose terlalu banyak. Tiru cara pengungkapannya. Pilihan katanya. Pemenggalan kalimatnya yang menentukan intonasi sebuah tulisan layaknya orang berbicara. Kalau ada termin-termin khas dia yang bisa kita ambil, curi saja. Toh tak banyak orang yang akan menyadarinya.
Sekarang Anda mengerutkan kening. Lalu bertanya ketus kepada saya, Jadi benar Anda menganjurkan orang mencontek?
Jujur, saya mesti mengatakan meniru itu adalah jalan pintas yang menyenangkan. Tapi hati-hati, rasa cemas tak serta merta raib. Tetap saja ada kemungkinan ada orang lain mengendusnya, minimal penulis yang kita imitasi itu. Dan saat rahasia kita terungkap, harga kita pun dijamin jatuh.
Sayangnya, meniru hanya cocok untuk jangka pendek, tapi merugikan buat jangka panjang. Kita hanya akan berakhir menjadi penulis yang tak pernah punya karakter. Setiap kita menemukan tulisan orang yang bagus, kita akan mudah terseret. Padahal barang palsu tak pernah naik harganya.
Seandainya saja kita mau lebih intensif melakukan perjalanan ke dalam diri, kita tak perlu berakhir demikian. Daripada meniru, lebih baik kita berupaya tak putus untuk menggali diri dan melatih kemampuan bertutur yang khas. Kata kuncinya adalah eksplorasi. Sejauh mana kemampuan kita mengeksplorasi diri sendiri akan menentukan seberapa berkarakternya tulisan kita. Mungkin kita mesti menempuh jalan terjal, namun untuk jangka panjang, dijamin membuahkan kepuasan lebih besar.
Baiklah, jawab Anda setuju. Anda lalu berusaha menjadi orisinil. Anda berusaha sekeras mungkin untuk menciptakan sesuatu yang baru. Anda berusaha meninggalkan sidik jari pada setiap karya yang Anda lahirkan. Apapun hasilnya, selamat! Setidaknya Anda maju beberapa langkah, Anda sedang berproses menjadi Anda yang lebih baik dan bukan seorang gadungan.
Lalu, tantangan lain muncul. Tiba-tiba, seseorang datang meniru style yang hendak Anda kukuhkan sebagai identitas Anda. Sialnya lagi, ia bahkan mendapat pujian untuk hasil contekannya itu. Aha! Sejak kapan dunia itu adil? Seolah si peniru menyapa Anda sambil mengedipkan sebelah mata.
Mau tak mau Anda mengipas dada. Panas? Tentu saja.
Bila itu yang terjadi, saya hendak menyampaikan kabar buruk dan kabar baik untuk Anda. Kabar buruknya, tulisan Anda memang masih jelek, dalam pengertian belum benar-benar berkarakter. Anda pasti juga belum terlalu produktif. Ini yang membuat tulisan Anda masih memungkinkan untuk ditiru.
Jangan putus asa. Anda masih harus mengeksplorasi style yang lebih khas, berkontemplasi lebih dalam untuk melahirkan sudut pandang yang lebih tajam dan mengemasnya dengan cara bertutur yang lebih personal. Dan tentu saja menulislah lebih banyak lagi.
Sampai saat ini, sependek pengetahuan saya sudah banyak korban berjatuhan, mereka yang gagal meniru gaya catatan pinggir Goenawan Mohamad. Upayakan Anda mencapai level ini agar orang-orang yang suka meniru seperti saya tak akan bisa melakukannnya.
Nah kabar baiknya adalah, tulisan Anda sudah cukup menarik, sampai-sampai ada orang yang tergerak untuk mengikutinya. Jadi tak usahlah terlalu kesal.
Lho, sergah Anda, tapi saya kan dicontek orang, masak saya nggak boleh marah? Ya, itu sih hak Anda. Tapi ingat, peniruan adalah bentuk tertinggi dari pujian. Karena orang tak akan mungkin mencontek, baik secara sadar terlebih sampai masuk ke alam bawah sadarnya, bila tulisan Anda tak dianggap bagus. Anda harusnya bangga.
Daripada menggerutu, kita mungkin bisa menjadikan berapa banyak orang yang mencontek gaya kita sebagai indikator sukses. Ini artinya tulisan kita sudah berhasil merebut hati orang.
Ukuran berikutnya adalah, sejauh mana kemudian mereka mampu melakukannya. Semakin besar persentasinya keberhasilan mereka, artinya semakin banyak lagi lubang pada tulisan kita yang masih harus diperbaiki. Dengan berpikir seperti ini, Anda tak akan bete lagi.
Jadi, apa sudah ada yang ingin meniru gaya tulisan saya? Ah terimakasih!
*) Penulis yang kerap gagal meniru dan akan bangga jika style-nya diimitasi orang.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar