11/07/10

tentang Neo Pujangga Baru (dari Nirwan Ahmad Arsuka)

NB: nirwan arsuka, aku baru pulang dari acara Hut Apsas ke-4 di Jakarta, jadi gak sempat menjawabmu. aku gabungkan semua postingmu tentang Neo Pujangga Baru-ku itu di sini biar enak membaca dan meresponnya. aku kirimkan ini ke kau. silahkan kau tag siapapun yang kau inginkan ikut diskusi ini. aku juga akan melakukan yang sama. cheers!!! http://www.facebook.com/note.php?note_id=62953009697

1.
terima kasih, Saut. perumusanmu tentang “neo-pujangga baru” yang kau kecam itu cukup terang: meski pun belum tentu tepat, setidaknya ia memudahkan diskusi.

paling tidak empat kata atau frasa pokok yang bisa dipakai sebagai batu penjuru diskusi: pujangga baru, atavisme diksi, keindahan/labirin bahasa, dan mannerisme.

pujangga baru, angkatan … yang dianggap memulai sastra/bahasa indonesia modern ini jelas bukan kelompok yang seragam. dan kalaupun sejumlah tokohnya tampak kelewat asyik dengan yang “susastra” (apa yang keliru dengan keasyikan ini?), itu tak lantas membuat tulisan mereka jadi obskur. Takdir jelas menulis dengan sangat terang. kadang saking terangnya, tulisannya jadi “monokrom.” Amir Hamzah pun menulis dengan benderang. puisi-puisinya masih sulit ditandingi, bahkan sampai hari ini.

point pertama saya adalah: penamaan neo pujangga baru ini kurang tepat: ia berlaku tidak adil pada pujangga baru. sebaiknya kau carilah nama yang lebih kena, kalau sanggup.

=============

SS: pertama, adalah salah besar untuk mengatakan bahwa Pujangga Baru “dianggap memulai” sastra/bahasa indonesia modern! (juga siapa referensimu di sini, nirwan? kok gak kau sebutkan!) Periodesasi Sastra Modern Indonesia, secara formal, selalu dimulai dari Angkatan Balai Pustaka dalam semua pelajaran Sastra Indonesia terutama di dalam Indonesia sendiri. kalokpun mau eksentrik pandangan sejarahnya maka sejarah sastra Indonesia itu TIDAK PERNAH dimulai dari Pujangga Baru tapi dari para Pengarang Melayu Pasar ato Melayu Linguafranca menurut istilah Pram.

pemahamanmu yang kacau atas sejarah sastra Indonesia ini tentu telah melukai sisa tulisanmu di bawah. tapi baiklah akan aku jawab jugak mana yang aku rasa relevan.

kedua, dalam poin pertamamu ini aja kau udah jatuh dalam apa yang Kaum Kritik Baru namakan sebagai “the fallacy of paraphrase”. kau tergantung pada parafrase, bukan pada elaborasi detil, waktu membuat klaim-klaimmu seperti “Takdir jelas menulis dengan sangat terang. kadang saking terangnya, tulisannya jadi “monokrom.” Amir Hamzah pun menulis dengan benderang. puisi-puisinya masih sulit ditandingi, bahkan sampai hari ini.” mana bukti dari asersimu tentang STA dan Amir Hamzah ini, terutama tentang masih sulitnya menandingi puisi Amir Hamzah sampai hari ini itu!!!

ketiga, istilah “neo pujangga baru”KU itu masih sangat relevan walo aku masih belom menjelaskannya di sini. aku cuma mau bilang, sanggahanmu belom ada! kerna, data-datamu gak ada!!!

=================

2.
soal atavisme diksi itu — betul gejala ini terlihat di sejumlah nama yang kau tunjuk itu. tapi ini bukan gelaja tunggal. orang-orang itu tak cuma sibuk menggali kosa kata lama, mereka juga berupaya menyerap dan mengindonesiakan yang asing. rumusanmu itu cuma menangkap satu sisi dari sebuah upaya yang bersisi ganda. menggali yang lama, menghidupkan… kembali kekeayaan tradisi yang nyaris dilupakan, sambil menyerap ungkapan yang tumbuh dari luar; gejala ini tak bisa disederhanakan sebagai atavisme diksi belaka. lebih tepat jika disebut sebagai upaya pengayaan bahasa, perluasan kemungkinan-kemungkinannya. bahwa dalam berbagai percobaan perluasan kemungkinan bahasa ini, ada yang gagal dan ada yang berhasil, itu tentu soal biasa saja.

kau mungkin bisa menderet percobaan mereka yang gagal, tapi bagaimana dengan percobaan yang berhasil?

==============

SS: seandainyapun “rumusanku” tentang Neo Pujangga Baru kaum TUK itu “cuma menangkap satu sisi dari sebuah upaya yang bersisi ganda”, itu sudah membuktikan bahwa istilahKu itu tepat, bukan! ada barangnya, bukan omong kosong doang! satu sisi yang aku tangkap itu sudah cukup untuk mensahkan pemakaianKu atas istilah ciptaanKu itu: Neo Pujangga Baru.

kau terlalu banyak menuntut tapi kau sendiri malas bekerja! aku sudah berikan ke kau yang kau mintak kan: definisi plus contoh barang. sekarang giliran aku dong yang nuntut kau: mana buktinya bahwa percobaan kaum TUK itu “berhasil”? silahkan tunjukkan!!!

soal memperkaya ato memperluas kemungkinan bahasa yang kau sebutkan itu, aku gak peduli! chairil anwar sudah membuktikan betapa Proyek Eksotisme Bahasa oleh para Pujangga Baru ternyata kalah jauh efek estetis dan historisnya dalam sejarah Puisi Modern Indonesia. buktinya: gak ada lagi orang yang menyebut dirinya “Penyair Indonesia” menulis kayak STA, kayak Amir Hamzah!!!

==============

3.
jika ada yang mengaitkan semangat pujangga baru dengan upaya literer orang-orang yang kau sebut kaum TUKulis itu, maka itu adalah pada pengembangan bahasa indonesia sebagai bahasa modern, perluasan kemungkinan-kemungkinan bahasa yang disadari terbatas namun hendak berdialog dengan yang tak terbatas (misalnya pada Amir Hamzah). upaya literer … pujangga baru itulah, dengan segala keberhasilan dan kegagalannya, yang ikut membuka medan yang kemudian digarap lebih jauh, sangat jauh, oleh Chairil Anwar dan kawan-kawannya, juga oleh kita semua yang menulis dalam bahasa indonesia. tentu bukan hanya pujangga baru yang berperan di sini, tapi peran mereka jelas tak bisa disepelekan. jadi, ketimbang sebagai kecaman, sebutan neo pujangga baru itu justru terdengar sebagai sebuah pujian, penghormatan. jangan-jangan memang penghormatan ini yang kau maksud?

=============

SS: jangan terlalu banyak memakai parafraselah! istilahKu “Neo Pujangga Baru” itu jelas merujuk ke elemen “pujangga baru” yang diusahakan dihidupkan kembali oleh mereka, yaitu elemen “keindahan bunyi” seperti yang aku tuliskan ke kau itu. elemen “bunyi” tentu saja penting dalam Puisi, begitu juga elemen “gambar”. lihat eseikU: “Tradisi dan Bakat Individu” di buku kumpulan puisi keren “otobiografi”, hehehe… gak apa-apa kalok ada sekelompok poetaster pengen nulis syair kembali di abad 21 ini! aku sendiri kan gak bilang mereka tidak boleh toh!!! dan gak ada yang menyepelekan kaum Pujangga Baru di sini! entah dari mana kau dapat ide menarik itu, hahaha…

kalok gak silap, hehehe… (fraseKu ini intertekstual loh ke teks lain!) aku cuma membuat istilah “Neo Pujangga Baru” untuk kaum TUKulis itu, dan aku udah berikan alasanKu. nah, kenapa kau tiba-tiba seakan-akan seolah-olah melihat bahwa aku MELARANG mereka jadi Neo Pujangga Baru! apa kerna justru kaulah yang beranggapan bahwa istilah “Pujangga Baru” dalam “Neo Pujangga Baru”Ku itu “negatif”! justru kau yang anti “Pujangga Baru” despite “pembelaanmu” di atas!!! oksimoronisme ini namanya, hahaha…

=============

4.
kemudian soal keindahan berbahasa dan kedalaman makna. bagimu, labirin keindahan kata-kata dengan sendirinya akan menghasilkan makna yang dangkal dan menyesatkan. lagi-lagi ini penarikan kesimpulan yang lemah. tidak dengan sendirinya untaian kata yang indah memustahilkan kedalaman makna, menyembunyikan kebenaran. begitu juga, tak dengan sendirinya … untaian kata yang tidak ingin berindah-indah, akan otomatis membawa kedalaman makna, meyibakkan kebenaran. tentu saja ada hubungan antara untaian kata dan bangunan makna, kebenaran dan kedalamannya, tapi hubungannya bukan hubungan yang lugu seperti yang kau siratkan itu.

ringkasnya: orang bisa saja menyusun kata yang indah dan tetap dalam maknanya, bahkan membentuk makna baru; seperti halnya orang juga bisa menata kalimat yang lugas tapi maknanya dangkal-dangkal saja, miskin dan ngawur bahkan.

============

SS: kapan aku bilang bahwa “labirin keindahan kata-kata dengan sendirinya akan menghasilkan makna yang dangkal dan menyesatkan”?! ini yang aku tuliskan ke kau:

“neo pujangga baru itu adalah mannerisme obsesif kaum TUKulis atas avatisme diksi. spt kaum pujangga baru yg obsesif dgn ’su’sastra, kata2 ‘indah’ dlm retorika ‘indah’, begitu pulalah kaum neo pujangga baru ini. grammar menjadi begitu penting hingga kebebasan kreatif lisensia puitika diharamkn. para grammarian sastra ini mengganti ganti diksi kontemporer dgn yg obskur demi keindahan bunyi belaka, bukan demi memprdalam makna.

labirin ‘keindahan’ kata (kata2 arkaik n obskur dipake dgn keyakinan akn membuat tulisan jadi agak abstrak,punya efek distancing atas pembaca) diharap menimbulkn kesan ‘intelektual’ pada tulisan! catatan pinggir, esei n sajak GM, prosa ND, sajak Sitok, n prosa AU sangat kental dgn mannerisme ini.”

catatanKu: kerna belom diedit, istilah “atavisme” jadi “avatisme” di atas. salah cetak Penerbit Facebook! hahaha…

neo pujangga baruisme TUKulisme bersifat anti-lisensia puitika dalam Sastra Indonesia, seperti yang selalu dilakukan Nirwan Dewanto waktu membahas karya sastra orang Indonesia. misalnya: soal “logika bahasa” yang dia bilang rusak ato semacamnya itu pada Puthut EA. “logika bahasa” di sini kan sama ama Grammar! jadi BUKAN Logika Sastra yang dia bela, tapi Logika Grammar! karya Sastra HARUS taat Grammar bahasa baru dianggapnya karya Sastra!!! goblok banget pendapat ini kan, hahaha… liat aja judul buku kumpulan prosanya yang diklaim sebagai kumpulan “puisi” itu: Jantung Lebah Ratu. kalok kita ikutin argumen dia (kalok dia memang setia pada omongannya sendiri!) maka secara Grammar bahasa Indonesia judul bukunya itu mestinya: Jantung Ratu Lebah. nah kenapa ketidakkonsistensian ini? apa alasannya? bisa kau bantu jawab?

================

5.
tentang mannerisme dan obskurantisme itu, meski bisa saya tanggapi, tapi saya kira akan lebih baik teman-teman TUK itu yang menjawab/menyanggah.

bagaimana kalau “obrolan… ini aku taruh di note-ku, lalu aku tag kawan-kawan itu ? biar diskusi kita lebih enak, agak mendekati dikit pertukaran pemikiran dari angkatan pujanggan baru teralu kau sederhanakan itu. aku lihat di hut ke-4 APSAS kau dan sitok sudah salam-salaman. setuju ya?

atau kau ingin merumuskan ulang, merevisi dan mempertajam dulu pendapatmu ini?

============

SS: kenapa kau menolak membantu teman-teman TUKmu itu menjawab soal mannerisme yang kumaksud! bukankah yang kau lakukan di sini ini pun sudah merupakan sebuah jawaban/sanggahan atas nama teman-teman TUKmu itu kan, jadi kok tiba-tiba jadi memble?!

bukan aku yang HARUS merumuskan ulang, merevisi dan mempertajam pendapatKu, nirwan, tapi kaulah!

aku salam-salaman ama yang namanya sitok itu bukan berarti aku udah “Peace, Brother!” dengan dia ato kelompoknya! itu cuma menunjukkan betapa besar jiwa seorang penyair Saut Situmorang!!!

hahaha…

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita