NB: nirwan arsuka, aku baru pulang dari acara Hut Apsas ke-4 di Jakarta, jadi gak sempat menjawabmu. aku gabungkan semua postingmu tentang Neo Pujangga Baru-ku itu di sini biar enak membaca dan meresponnya. aku kirimkan ini ke kau. silahkan kau tag siapapun yang kau inginkan ikut diskusi ini. aku juga akan melakukan yang sama. cheers!!! http://www.facebook.com/note.php?note_id=62953009697
1.
terima kasih, Saut. perumusanmu tentang “neo-pujangga baru” yang kau kecam itu cukup terang: meski pun belum tentu tepat, setidaknya ia memudahkan diskusi.
paling tidak empat kata atau frasa pokok yang bisa dipakai sebagai batu penjuru diskusi: pujangga baru, atavisme diksi, keindahan/labirin bahasa, dan mannerisme.
pujangga baru, angkatan … yang dianggap memulai sastra/bahasa indonesia modern ini jelas bukan kelompok yang seragam. dan kalaupun sejumlah tokohnya tampak kelewat asyik dengan yang “susastra” (apa yang keliru dengan keasyikan ini?), itu tak lantas membuat tulisan mereka jadi obskur. Takdir jelas menulis dengan sangat terang. kadang saking terangnya, tulisannya jadi “monokrom.” Amir Hamzah pun menulis dengan benderang. puisi-puisinya masih sulit ditandingi, bahkan sampai hari ini.
point pertama saya adalah: penamaan neo pujangga baru ini kurang tepat: ia berlaku tidak adil pada pujangga baru. sebaiknya kau carilah nama yang lebih kena, kalau sanggup.
=============
SS: pertama, adalah salah besar untuk mengatakan bahwa Pujangga Baru “dianggap memulai” sastra/bahasa indonesia modern! (juga siapa referensimu di sini, nirwan? kok gak kau sebutkan!) Periodesasi Sastra Modern Indonesia, secara formal, selalu dimulai dari Angkatan Balai Pustaka dalam semua pelajaran Sastra Indonesia terutama di dalam Indonesia sendiri. kalokpun mau eksentrik pandangan sejarahnya maka sejarah sastra Indonesia itu TIDAK PERNAH dimulai dari Pujangga Baru tapi dari para Pengarang Melayu Pasar ato Melayu Linguafranca menurut istilah Pram.
pemahamanmu yang kacau atas sejarah sastra Indonesia ini tentu telah melukai sisa tulisanmu di bawah. tapi baiklah akan aku jawab jugak mana yang aku rasa relevan.
kedua, dalam poin pertamamu ini aja kau udah jatuh dalam apa yang Kaum Kritik Baru namakan sebagai “the fallacy of paraphrase”. kau tergantung pada parafrase, bukan pada elaborasi detil, waktu membuat klaim-klaimmu seperti “Takdir jelas menulis dengan sangat terang. kadang saking terangnya, tulisannya jadi “monokrom.” Amir Hamzah pun menulis dengan benderang. puisi-puisinya masih sulit ditandingi, bahkan sampai hari ini.” mana bukti dari asersimu tentang STA dan Amir Hamzah ini, terutama tentang masih sulitnya menandingi puisi Amir Hamzah sampai hari ini itu!!!
ketiga, istilah “neo pujangga baru”KU itu masih sangat relevan walo aku masih belom menjelaskannya di sini. aku cuma mau bilang, sanggahanmu belom ada! kerna, data-datamu gak ada!!!
=================
2.
soal atavisme diksi itu — betul gejala ini terlihat di sejumlah nama yang kau tunjuk itu. tapi ini bukan gelaja tunggal. orang-orang itu tak cuma sibuk menggali kosa kata lama, mereka juga berupaya menyerap dan mengindonesiakan yang asing. rumusanmu itu cuma menangkap satu sisi dari sebuah upaya yang bersisi ganda. menggali yang lama, menghidupkan… kembali kekeayaan tradisi yang nyaris dilupakan, sambil menyerap ungkapan yang tumbuh dari luar; gejala ini tak bisa disederhanakan sebagai atavisme diksi belaka. lebih tepat jika disebut sebagai upaya pengayaan bahasa, perluasan kemungkinan-kemungkinannya. bahwa dalam berbagai percobaan perluasan kemungkinan bahasa ini, ada yang gagal dan ada yang berhasil, itu tentu soal biasa saja.
kau mungkin bisa menderet percobaan mereka yang gagal, tapi bagaimana dengan percobaan yang berhasil?
==============
SS: seandainyapun “rumusanku” tentang Neo Pujangga Baru kaum TUK itu “cuma menangkap satu sisi dari sebuah upaya yang bersisi ganda”, itu sudah membuktikan bahwa istilahKu itu tepat, bukan! ada barangnya, bukan omong kosong doang! satu sisi yang aku tangkap itu sudah cukup untuk mensahkan pemakaianKu atas istilah ciptaanKu itu: Neo Pujangga Baru.
kau terlalu banyak menuntut tapi kau sendiri malas bekerja! aku sudah berikan ke kau yang kau mintak kan: definisi plus contoh barang. sekarang giliran aku dong yang nuntut kau: mana buktinya bahwa percobaan kaum TUK itu “berhasil”? silahkan tunjukkan!!!
soal memperkaya ato memperluas kemungkinan bahasa yang kau sebutkan itu, aku gak peduli! chairil anwar sudah membuktikan betapa Proyek Eksotisme Bahasa oleh para Pujangga Baru ternyata kalah jauh efek estetis dan historisnya dalam sejarah Puisi Modern Indonesia. buktinya: gak ada lagi orang yang menyebut dirinya “Penyair Indonesia” menulis kayak STA, kayak Amir Hamzah!!!
==============
3.
jika ada yang mengaitkan semangat pujangga baru dengan upaya literer orang-orang yang kau sebut kaum TUKulis itu, maka itu adalah pada pengembangan bahasa indonesia sebagai bahasa modern, perluasan kemungkinan-kemungkinan bahasa yang disadari terbatas namun hendak berdialog dengan yang tak terbatas (misalnya pada Amir Hamzah). upaya literer … pujangga baru itulah, dengan segala keberhasilan dan kegagalannya, yang ikut membuka medan yang kemudian digarap lebih jauh, sangat jauh, oleh Chairil Anwar dan kawan-kawannya, juga oleh kita semua yang menulis dalam bahasa indonesia. tentu bukan hanya pujangga baru yang berperan di sini, tapi peran mereka jelas tak bisa disepelekan. jadi, ketimbang sebagai kecaman, sebutan neo pujangga baru itu justru terdengar sebagai sebuah pujian, penghormatan. jangan-jangan memang penghormatan ini yang kau maksud?
=============
SS: jangan terlalu banyak memakai parafraselah! istilahKu “Neo Pujangga Baru” itu jelas merujuk ke elemen “pujangga baru” yang diusahakan dihidupkan kembali oleh mereka, yaitu elemen “keindahan bunyi” seperti yang aku tuliskan ke kau itu. elemen “bunyi” tentu saja penting dalam Puisi, begitu juga elemen “gambar”. lihat eseikU: “Tradisi dan Bakat Individu” di buku kumpulan puisi keren “otobiografi”, hehehe… gak apa-apa kalok ada sekelompok poetaster pengen nulis syair kembali di abad 21 ini! aku sendiri kan gak bilang mereka tidak boleh toh!!! dan gak ada yang menyepelekan kaum Pujangga Baru di sini! entah dari mana kau dapat ide menarik itu, hahaha…
kalok gak silap, hehehe… (fraseKu ini intertekstual loh ke teks lain!) aku cuma membuat istilah “Neo Pujangga Baru” untuk kaum TUKulis itu, dan aku udah berikan alasanKu. nah, kenapa kau tiba-tiba seakan-akan seolah-olah melihat bahwa aku MELARANG mereka jadi Neo Pujangga Baru! apa kerna justru kaulah yang beranggapan bahwa istilah “Pujangga Baru” dalam “Neo Pujangga Baru”Ku itu “negatif”! justru kau yang anti “Pujangga Baru” despite “pembelaanmu” di atas!!! oksimoronisme ini namanya, hahaha…
=============
4.
kemudian soal keindahan berbahasa dan kedalaman makna. bagimu, labirin keindahan kata-kata dengan sendirinya akan menghasilkan makna yang dangkal dan menyesatkan. lagi-lagi ini penarikan kesimpulan yang lemah. tidak dengan sendirinya untaian kata yang indah memustahilkan kedalaman makna, menyembunyikan kebenaran. begitu juga, tak dengan sendirinya … untaian kata yang tidak ingin berindah-indah, akan otomatis membawa kedalaman makna, meyibakkan kebenaran. tentu saja ada hubungan antara untaian kata dan bangunan makna, kebenaran dan kedalamannya, tapi hubungannya bukan hubungan yang lugu seperti yang kau siratkan itu.
ringkasnya: orang bisa saja menyusun kata yang indah dan tetap dalam maknanya, bahkan membentuk makna baru; seperti halnya orang juga bisa menata kalimat yang lugas tapi maknanya dangkal-dangkal saja, miskin dan ngawur bahkan.
============
SS: kapan aku bilang bahwa “labirin keindahan kata-kata dengan sendirinya akan menghasilkan makna yang dangkal dan menyesatkan”?! ini yang aku tuliskan ke kau:
“neo pujangga baru itu adalah mannerisme obsesif kaum TUKulis atas avatisme diksi. spt kaum pujangga baru yg obsesif dgn ’su’sastra, kata2 ‘indah’ dlm retorika ‘indah’, begitu pulalah kaum neo pujangga baru ini. grammar menjadi begitu penting hingga kebebasan kreatif lisensia puitika diharamkn. para grammarian sastra ini mengganti ganti diksi kontemporer dgn yg obskur demi keindahan bunyi belaka, bukan demi memprdalam makna.
labirin ‘keindahan’ kata (kata2 arkaik n obskur dipake dgn keyakinan akn membuat tulisan jadi agak abstrak,punya efek distancing atas pembaca) diharap menimbulkn kesan ‘intelektual’ pada tulisan! catatan pinggir, esei n sajak GM, prosa ND, sajak Sitok, n prosa AU sangat kental dgn mannerisme ini.”
catatanKu: kerna belom diedit, istilah “atavisme” jadi “avatisme” di atas. salah cetak Penerbit Facebook! hahaha…
neo pujangga baruisme TUKulisme bersifat anti-lisensia puitika dalam Sastra Indonesia, seperti yang selalu dilakukan Nirwan Dewanto waktu membahas karya sastra orang Indonesia. misalnya: soal “logika bahasa” yang dia bilang rusak ato semacamnya itu pada Puthut EA. “logika bahasa” di sini kan sama ama Grammar! jadi BUKAN Logika Sastra yang dia bela, tapi Logika Grammar! karya Sastra HARUS taat Grammar bahasa baru dianggapnya karya Sastra!!! goblok banget pendapat ini kan, hahaha… liat aja judul buku kumpulan prosanya yang diklaim sebagai kumpulan “puisi” itu: Jantung Lebah Ratu. kalok kita ikutin argumen dia (kalok dia memang setia pada omongannya sendiri!) maka secara Grammar bahasa Indonesia judul bukunya itu mestinya: Jantung Ratu Lebah. nah kenapa ketidakkonsistensian ini? apa alasannya? bisa kau bantu jawab?
================
5.
tentang mannerisme dan obskurantisme itu, meski bisa saya tanggapi, tapi saya kira akan lebih baik teman-teman TUK itu yang menjawab/menyanggah.
bagaimana kalau “obrolan… ini aku taruh di note-ku, lalu aku tag kawan-kawan itu ? biar diskusi kita lebih enak, agak mendekati dikit pertukaran pemikiran dari angkatan pujanggan baru teralu kau sederhanakan itu. aku lihat di hut ke-4 APSAS kau dan sitok sudah salam-salaman. setuju ya?
atau kau ingin merumuskan ulang, merevisi dan mempertajam dulu pendapatmu ini?
============
SS: kenapa kau menolak membantu teman-teman TUKmu itu menjawab soal mannerisme yang kumaksud! bukankah yang kau lakukan di sini ini pun sudah merupakan sebuah jawaban/sanggahan atas nama teman-teman TUKmu itu kan, jadi kok tiba-tiba jadi memble?!
bukan aku yang HARUS merumuskan ulang, merevisi dan mempertajam pendapatKu, nirwan, tapi kaulah!
aku salam-salaman ama yang namanya sitok itu bukan berarti aku udah “Peace, Brother!” dengan dia ato kelompoknya! itu cuma menunjukkan betapa besar jiwa seorang penyair Saut Situmorang!!!
hahaha…
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar