11/07/10

Perjuangan Rakyat, Berpameran, dan ”Tak Termuat di Antologi”

HUT Ke-80 Sitor Situmorang

Sihar Ramses Simatupang
http://www.sinarharapan.co.id/

Rekonsiliasi itu perlu. Namun penegakan kebenaran juga tetap harus dilakukan sejalan dengan rekonsiliasi itu. Kalimat ini mengalir dari pendapat seorang Sitor Situmorang, penyair, prosais, yang terlibat dalam aktivitas dan sejarah kebangsaan, di momen pembacaan puisi dan cerpen bersama generasi terbaru.

Dengan tajuk ”Menengok ke Belakang, Mengintip ke Depan: 1965 sampai 2004” yang diadakan di Pusat Dokumentasi Sastra HB Yassin (5/10), Sitor Situmorang, tampil bersama nama lain yang tak jauh dari generasinya, Putu Oka Sukanta dan Martin Aleida. Di momen yang diadakan oleh milis Sastra Pembebasan itu, Sitor mengatakan bahwa hal terpenting adalah memperjuangkan suara rakyat dan kebenaran.

Sitor, penyair kelahiran 2 Oktober 1924 di Harianboho, Sumatera Utara ini sehari sebelumnya juga baru merayakan hari ulang tahunnya di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki. Hadir di acara itu generasi muda, dengan disiplin yang berbeda, akademisi, aktivis mahasiswa, hingga penikmat sastra.
Nama Sitor memang bukan hanya dikenal di kalangan budayawan tapi juga pergerakan Indonesia. Kehadiran rekannya di acara itu, Pramoedya Ananta Toer, menguatkan kesan, bahwa hingga kini, perjuangan tetap setia dan konsisten mereka jalani.

Inilah, salah satu sikap di antara untaian ceramah sang penyair di momen HUT-nya di Galeri Cipta II, saat berbicara tentang puisi: Akal dan bathin, pikiran dan perasaan ingin dipadukan dalam puisi, kesadaran manusiawi yang utuh, dan yang tidak dapat diuraikan, dianalisa memuaskan dengan akal semata.

Di momen ulang tahun ini, menarik juga melongok pameran yang digelar, mengetengahkan ”figur dan karya” Sitor Situmorang di Pusat Dokumentasi Sastra HB Yassin.

Pameran seputar Sitor Situmorang yang dimulai sejak 1 Oktober itu, menggelar seputar biografi Sitor dan karyanya. Ada fotonya semasa perjuangan pergerakan nasional, masa kecil Sitor di Tanah Batak, Sitor muda dan keluarga, berita surat kabar seputar aktivitas politik dan budaya, surat-menyurat dia bersama sastrawan lain termasuk HB Yassin, tarombo (silsilah keturunan marga Situmorang-nya Sitor), juga buku-buku karya pengarang ini, yang tampak sudah usang namun bertahan oleh usia.

Yang menarik, keseluruhan karya-karya Sitor ini diletakkan di medium ”estetik” khas seorang Afrizal Malna. Afrizal jugalah yang mengusung foto-foto dan menempelkannya di kulkas tua, menempelkan foto lainnya di mesin cuci tua, menyandarkan bambu tepat di foto Sitor sehingga seolah tangan di foto itu menyentuh bambu. Ada juga karya pelukis Pande Ketut Taman, berupa pulasan hitam membentuk mawar ”tampak dari atas”, karya yang menerjemahkan puisi Sitor berjudul Mawar, yang hanya terdiri dari delapan kata: //Mawar jingga/ Mawar semesta/ Mawar nestapa/ Ciuman buta//
Sentuhan Afrizal di pameran ini, mau tak mau mengingatkan pada puisi Afrizal yang ”hiper-realis” dengan ”benda-benda yang berseliweran”, ”fantasmagoria”, ”lipatan waktu”, terasa berbenturan dengan figur dan karya seorang sastrawan pada masa ”Angkatan 1945”, yang lebih mengarah pada ”kebijakan alam dan romantisme” termasuk ”nuansa perjuangan dan kebangsaan”. Namun justru itulah, membuatnya tema paradoksal di antara keduanya itu jadi terkesan unik.

Sitor: Antologi, Teks, dan Apresian

Di Pusat Dokumentasi HB Yassin, beberapa hari setelahnya (6/10), diadakan acara bertajuk ”Dialog dengan Sitor Situmorang”. Sitor mengatakan di acara itu bahwa politik sudah lama dia jalani. Begitu pun tentang politik di dalam kesenian yang banyak macamnya. ”Termasuk ada generasi baru yang ingin dapat pengakuan pada generasi yang lebih tua,” ujarnya, sambil tersenyum.

Tapi bagi Sitor, justru sikap berpolitik itu lebih baik daripada ”berpura-pura tak berpolitik padahal berpolitik”. Ungkapan yang perlu dimengerti – bisa saja mengarah pada perbedaan yang pernah terjadi puluhan tahun silam. ”Itu sikap saya, termasuk ketika saya berhadapan dengan Soeharto dan rezim Orde Barunya,” ujarnya.

Sitor bahkan mengatakan di dalam politik kesenian, antologinya sempat tak diikutsertakan pada generasi yang sama dengan dirinya, tanpa pemberitahuan, tanpa mengajak debat dulu tentang kualitas karyanya atau memilih beberapa karya yang terbaik saja dari dirinya. Sama sekali pengujian itu tak dilakukan. ”Jadi bukan karena nilai karya, maka itu semua jadi (membuat saya punya) persangkaan-persangkaan. Tahunya ada (seniman di baliknya) masih layani keinginan ‘orang Orba’ tertentu,” ujar Sitor, seperti ingin membeberkan kembali kejadian masa lalunya itu.

Itu hal yang bagi Sitor, sesuatu yang rendah dan kekanak-kanakan, berupa kecemburuan. Memang, saat itu tak bisa diingkari bahwa karya Sitor sudah diterjemahkan ke beberapa bahasa internasional, selain juga dia masuk dalam sejarah sastra periode 1945 dan 1966, suatu pembicaraan yang sempat terangkat dalam tulisan Ajip Rosidi (lewat bukunya Kapankah Kesusasteraan Indonesia Lahir). ”Memang perilaku itu bahkan tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh dunia,” ujar Sitor, membubuhkan.

Menurut Sitor lagi, secara pribadi, dia tak pernah ada ketakutan tidak diakui atau ikhlas mengakui kelebihan orang lain. Dia terus berkarya 1.000 sajak pun, belum tentu semua sama butuhnya (tergantung minat dan selera pembaca, red). Menurutnya, dia bahkan bisa membingungkan orang-orang yang ”tanggung-tanggung” referensi sastranya, sehingga ”sajak politik” saya lantas dibilang ”bukan puisi”. Bahkan, ada yang mengatakan, bahwa setelah Sitor berpolitik, dia jadi malu membaca karya Sitor yang berpolitik itu. Saat Sitor menulis tentang Marsinah (buruh yang terbunuh, red), lantas dibilang memalukan karena Sitor membuat sajak politik tentang Marsinah. ”Saya bahkan dibilang melacur kalau bikin sajak semacam itu. Bagi saya, orang semacam itu ”beda” budaya dan beda dunianya dengan saya. Untuk itu, saya tak perlu masuk antologi untuk orang yang kayak begitu!” ujarnya, berapi-api.

Dia kemudian memaparkan bahwa sekalipun tak masuk antologi, nyatanya pada generasi setelahnya, orang masih mengingat dirinya. Dia mencontohkan saat dirinya datang ke acara Cakrawala Sastra Indonesia (14-17 September 2004 yang lalu), sebagai undangan dan bukan sebagai peserta. Dia akan menyaksikan mereka baca. ”Saya yakin saya belum kenal mereka dan mereka belum kenal saya. Tapi ternyata malah tegur saya, ‘Wah Pak Sitor…’ lalu tet..tett..tett… dia ngomong banyak sambil mengutip kalimat yang dikutip dari sajak saya. Tidak ada yang lebih memuaskan dan membahagiakan saya daripada suasana pertemuan semacam itu,” ujarnya. Bagi Sitor itu lebih daripada sekedar antologi, karena sifat pertemuan kali ini tak formal dan spontan, dan lebih tulus.

Dengan kisah pertemuan dengan generasi ”penyair generasi sekarang” itu, dia kemudian menghubungkannya dengan pendapat seorang Fuad Hassan yang pernah melontarkan bahwa hubungan antargenerasi sastra di Indonesia sudah terputus. ”Sebenarnya tidak Itu tak mungkin, buktinya, seniman dari Bali dan Bugis yang belum pernah bergaul dengan saya bisa tahu bahkan hafal sajak saya,” ujar penyair dan esais ini. Selamat ulang tahun, Bung Sitor.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita