11/07/10

Mencari Titik Temu antara Sastra dan Agama

Asef Umar Fakhruddin*
http://www.infoanda.com/Republika

Membincangkan relasi antara sastra dan agama memang selalu menarik. Tidak jarang menyeruak pula perdebatan sengit terkait kedua entitas ini. Perdebatan sengit antara “dua kubu” aliran sastra (kubu Taufiq Islamil dkk dengan kubu Hudan Hidayat dkk) beberapa waktu yang lalu dan bahkan sampai sekarang, jika dirunut, juga berujung pada di mana sebenarnya posisi sastra dan agama dalam kehidupan.

Pada hakikatnya, agama maupun sastra, bermuara pada rasa atau jiwa. Agama, misalnya, meskipun juga membahas dan menyodorkan pusparagam hukum-hukum formal, juga mengetengahkan kajian-kajian kritis tentang jiwa. Bagaimana seyogyanya manusia melakukan pembersihan terhadap hati atau jiwa pemeluknya, merupakan salah satu kajian inti agama.

Sama halnya dengan karya sastra. Setiap karya sastra bisa dikatakan sebagai gelora batin penulisnya (baca: sastrawan). Gelora ini merupakan bentuk kegelisahan sekaligus harapan mereka terhadap kemanusiaan yang semakin ditanggal-tinggalkan. Jiwa para sastrawan terpanggil untuk memberikan alternasi. Jadi, agama dan sastra sama-sama mengacu pada jiwa.

Pada titik ini, teologi pluralis menemukan aksentuasinya. Akan tetapi, teologi ini tidak hanya berhenti di ruang diskusi atau meja perdebatan, melainkan mewujud dalam aksi nyata untuk kemanusiaan dan kehidupan. Bila teologi pluralis ini, kata filsuf Jurgen Habermas, tidak dikembangkan dan dikawinkan dengan tujuan pembebasan kemanusiaan, maka ia akan sekadar menjadi obyek ilmu pengetahuan yang abstrak dan menggantung di langit; hanya menjadi obyek pengetahuan yang tidak mempunyai dimensi praksis. Padahal, paradigma ilmu sosial tradisional yang obyektif dari ideologi telah dirobohkan oleh paradigma ilmu sosial kritis yang membebaskan (Jurgen Habermas, 1993).

Sebagai denyar-denyar gerak hati sastrawan, yang karena muasalnya adalah jiwa, dan kemudian diejahwantahkan dalam bentuk karya sastra, maka karya sastra tersebut seharusnya juga memerhatikan pesan yang dikandungnya. Pasalnya, karya sastra tersebut nantinya akan dibaca, dan bahkan menjadi “teladan” bagi masyarakat. Pablo Neruda, peraih Nobel Sastra dari Chili, bahkan menegaskan bahwa para sastrawan adalah pendidik bangsa.

Dengan demikian, karya sastra harus menyeruakkan tapak-tapak nilai kebajikan dan kebijaksanaan. Cerpen Gus Jakfar karya sastrawan A Musthofa Bisri, misalnya, adalah salah satu cerpen atau karya sastra yang mampu menggugah kemapanan paradigma yang selama ini bertengger di ujung rasionalitas manusia, khususnya umat Islam. Setelah cerpen tersebut dimuat, banyak kyai yang ingin tahu, bahkan “mewajibkan” diri untuk membacanya.

Setidaknya menurut pandangan penulis, di banyak pesantren, instansi pendidikan, pesantren mahasiswa di kota-kota besar, dan komunitas sastra maupun sosial, banyak orang membaca dan menelaah cerpen tersebut. Tidak hanya itu, sahabat-sahabat penulis yang nonmuslin pun banyak yang mengkaji cerpen tersebut. Pasalnya, menurut mereka, isi cerpen tersebut merupakan kritik terhadap simbolitas yang acapkali mewarnai kehidupan, yang parahnya, sering dijadikan legitimasi melakukan penghukuman.

Pada titik ini, pesan yang disampaikan Gus Mus, demikian ia biasa dipanggil, berhasil mengenai sasaran: jiwa pembaca. Setelah membaca cerpen tersebut, kebanyakan dari mereka membelokkan arah pemikiran mereka yang selama ini cenderung segmentaris-ekslusif-primordial, menuju pemikiran inklusif-sufistik-transformatif. Dan, perubahan seperti ini merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh agama.

Penyair Sutardji Cholzum Bachri, juga pernah mewartakan bahwa karya sastra dapat memberikan hikmah. Hikmah karya sastra yang baik adalah bisa membuat orang yang membacanya tercerahkan. Hikmah itu berupa nilai dan kearifan. Tapak-tapak kearifan itu tinggal di hati. Karena itu, karya sastra yang bagus bukanlah sekadar kata-kata yang bagus, tapi sesuatu yang bersifat mencerahkan.

Intinya, agama dan karya sastra tidak hanya berkelana pada ranah esoteris saja, melainkan juga berkecimpung pada ranah eksoteris. Tidak hanya itu, agama dan sastra juga senantiasa bergerak dari wilayah outward ke inward, juga sebaliknya.

Agama adalah bela rasa (atau cinta), demikian kata peneliti agama-agama dunia, Karen Armstrong. Dalam hal ini, lagi-lagi, sama dengan sastra. Sastra juga menjadikan rasa sebagai landasan pijak dalam menunjukkan eksistensinya. Karena itu, akan sangat bijak jika mempersandingkan keduanya untuk melahirkan konformitas dalam segala hal dengan kembali ke nurani.

Di tengah negara-bangsa yang sedang oleng dan akan karam ini, dibutuhkan kebajikan dan kebijaksanaan dalam berpikir dan bersikap. Dekadensi moral sudah saatnya dienyahkan dari bumi pertiwi Indonesia. Setangkup kearifan sekalipun, harus segera dihadir-jelaskan kepada persada ini.

Ajakan untuk kembali kepada nurani bukan berarti memproklamirkan diri sebagai ‘orang suci’, moralis, atawa apalah penyebutannya, tetapi lebih sebagai panggilan jiwa. Sudah saatnya seluruh rakyat dan elemen negara-bangsa ini kembali kepada kesucian diri: hakikat kemanusiaan.

Menjadikan kebijaksanaan, baik ketika mendalami agama maupun sastra, sebagai spirit perlu mendapatkan perhatian serius. Pasalnya, tatkala kebijaksanaan dikedepankan, hasil (karya) yang dihasilkan akan mampu memberikan pencerahan. Dalam hal ini, kita, kata Karen Armstrong, harus belajar kepada orang-orang, yang oleh filsuf Karl Jaspers disebut Zaman Aksial, zaman yang berkisar antara tahun 900-200 SM.

Orang-orang zaman ini telah menampilkan keagungan dan keberadaban tingkat tinggi. Konfusianisme dan Taoisme di Cina, Hinduisme dan Buddhisme di India, monoteisme di Israel, dan rasionalisme filosofis di Yunani ada pada Zaman Aksial ini. Zaman ini merupakan periode Buddha, Sokrates, Konfusius, Yeremia, mistikus Upanishad, Mensius dan Euripides. Selama periode kreativitas yang kental ini, para genius dan filosofis memelopori jenis pengalaman kemanusiaan yang sama sekali baru (Karen Armstrong: 2007).

Dalam terang peradaban seperti sekarang, problem kemanusiaan tidak muncul dari under development, tetapi justru dari over development. Maka dari itu, sudah saatnya agama dan sastra dijadikan pilar pembangun peradaban manusia. Dengan kata lain, melahirkan karya sastra dengan tetap menjadikan agama dan nurani kemanusiaan sebagai landasan pijak merupakan sebuah sine qua non.

Agar agama dan sastra bisa berjalan beriringan, kita harus melakukan reformasi terhadap pola pikir dan sikap kita, serta perlu, seperti saran Mensius, pergi mencari hati yang hilang. Bela rasa atau cinta bisa menjadi titik tolak perubahan peradaban manusia tersebut: agar konformitas kehidupan ini selalu lestari. Rasa yang menyublim dalam agama dan sastra adalah anima mundi (ruh dunia). Rabbi Yahudi, Akiba, yang terbunuh oleh Romawi pada 132 M, tambah Karen, mendedahkan bahwa prinsip utama dalam Taurat adalah cinta.

Kita semua berharap agar agama dan sastra-sebagaimana dikatakan oleh Anton Kurnia dalam pengantarnya untuk novel peraih Nobel Sastra, Gunung Jiwa, karya Gao Xingjian-memang merupakan ‘jalan’ menuju kesejatian. Sebab, konon, ada empat jalan meraih kesejatian (baca: pencerahan), yaitu agama, sains, filsafat, dan sastra.

*) Peneliti pada Centre for Developing Islamic Education (CDIE) UIN Sunan Kalijaga.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita