Wendoko
http://suaramerdeka.com/
1. Pengakuan Kayafas
Aku, Kayafas –Imam Agung Yahudi-yang mengatur agar Kristus dihukum mati. Aku tekankan sekali lagi, aku yang telah mengatur agar Kristus dihukum mati!
Selama ini, orang selalu menganggap remeh kekuasaan Imam Agung. Kalian tentu tahu, dalam hierarki kekuasaan akulah pemimpin tertinggi bangsa Yahudi. Tetapi faktanya, justru orang-orang Roma dan Herodes yang memainkan peranan. Mereka yang mengangkat, menempatkan, atau memindahkan Imam-imam Agung. Mereka yang mengatur pemerintahan, sedangkan aku –maksudku aku dan Mahkamah Agama-hanya mengurus soal keagamaan dan tak lebih dari pemerintahan boneka saja. Aku bahkan tak punya kuasa mengatur pakaianpakaian liturgi yang saat ini tersimpan di sebuah bilik di Puri Antonia. Tetapi kalian akan lihat, aku –si “penguasa boneka“-yang akhirnya mengatur agar Kristus dihukum mati!
Pada mulanya aku tak begitu memedulikan orang yang dipanggil Kristus itu. Di daerah ini banyak berkeliaran orang-orang “saleh“, karena itu kehadiran Kristus mulanya tidak mencolok. Lalu laporan tentang orang ini sampai padaku, dan aku sadar orang ini telah mengerjakan hal-hal yang luar biasa: ia menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati –terakhir ia membangkitkan Lazarus dari liang kuburnya di Bethania-dan memberi makan ribuan orang di tengah-tengah khotbahnya.
Aku lalu memerintahkan agar orang ini diawasi, dan secara khusus meminta orang-orang Farisi mengamati gerakgeriknya.
Sebetulnya aku tak begitu peduli, apakah Kristus menyembuhkan orang sakit atau mengizinkan para pengikutnya memetik gandum pada hari Sabbath –seperti yang banyak dilaporkan. Aku juga tak peduli, apakah ia mencuci atau tidak mencuci tangannya sebelum makan. Dalam banyak hal aku memang tak sependapat dengan orangorang Farisi. Tetapi kalau ia lalu mencampuri urusan undang-undang -seperti yang juga dilaporkan-dan tidak hanya bicara soal surga dan neraka dalam khotbah-khotbahnya, dan menyumpahi kami sebagai orang-orang munafik atau apa pun istilahnya, aku kira aku tak bisa lagi bersikap masa bodoh.
Pernah terjadi –begitu dilaporkan-rakyat ingin mengangkatnya sebagai Raja. Dalam lingkungan para pengikutnya, ia menyebut dirinya Anak Allah, atau Mesias seperti yang dinubuatkan dalam Kitab Taurat. Ia bahkan berkata, bahwa Kerajaan Surga sudah dekat, dan lewat dirinya rakyat akan memperoleh kehidupan kekal. Aku kira ini sudah kelewatan! Bagaimana mungkin anak seorang tukang kayu bicara seperti itu? Ini jelas-jelas menghujat Allah –dalam hal ini aku sependapat dengan orang-orang Farisi.
Waktu itu rakyat mulai meninggalkan kami. Upacara-upacara yang kami adakan juga sepi pengunjung.
Kondisi ini sedikit-banyak berimbas pada kewibawaan Imam Agung dan Mahkamah Agama sebagai konstitusi.
Perkara tentara-tentara Roma akan melakukan penumpasan –seperti yang dikhawatirkan banyak pihak-karena Kristus menyebut dirinya Raja, itu bukan urusanku. Aku lebih mengkhawatirkan keutuhan Mahkamah Agama, yang sejak dulu dirundung berbagai persoalan; antara aku, Ahli-ahli Kitab, kaum Farisi dan Saduki. Jadi Kristus harus dibungkam, kalau tidak disingkirkan.
Keberuntungan datang ketika salah satu pengikut Kristus menawarkan bantuannya.
Rasanya seperti mendapat manna dari langit! Ia bersedia menunjuk di mana Kristus dapat ditangkap tanpa banyak keributan. Proses pun lalu berjalan dengan cepat. Paskah sudah di ambang pintu, sementara Kristus membiarkan dirinya dielukan sebagai Raja Daud saat memasuki Yerusalem. Menurut pengalaman, pada hari-hari seperti itu rakyat mudah dipengaruhi. Jadi kesempatan harus diambil.
Penangkapan Kristus berjalan tanpa cacat. Malam itu pengikut-pengikutnya lari terbirit-birit –menghilang dalam kegelapan.
Kristus lalu dibawa ke Mahkamah Agama.
Tetapi aturan pengadilan menuntut, sekurang-kurangnya harus ada dua saksi yang sama pernyataannya. Lantaran tanya-jawab berlangsung berlarut-larut, dan selalu terdengar teriakan “Tidak sesuai!“, maka jumlah saksi terus menyusut. Aku mulai khawatir, kalau-kalau seluruh proses itu akan gagal.
Jadi aku lalu mengingatkan kedua saksi akan kata-kata Kristus sendiri, bahwa ia mampu meruntuhkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari. Tetapi kedua saksi itu pun tidak sepakat. Akhirnya tinggal satu cara: aku harus memperdaya Kristus untuk melawan dirinya sendiri. Aku berdiri di tengah sidang, dan dengan lantang bertanya: apakah dia Raja, Anak Allah, atau Messias –dan Kristus serta-merta mengiyakan katakataku. Mahkamah Agama lalu menjatuhkan hukuman mati, sebagaimana tertera dalam undang-undang bagi setiap penghujat Allah.
Tetapi tiap hukuman mati harus diteguhkan oleh Walinegeri Roma –dalam hal ini Pontius Pilatus. Tentu tak masuk akal kalau kami mengajukan dakwaan “karena Kristus terbukti menghujat Allah“. Karena itu aku memberikan tekanan pada ancaman politik yang mungkin timbul, dan tindakan subversif karena Kristus mengganggu ketertiban dan mengangkat dirinya sebagai Raja.
Kristus lalu disalibkan menurut undangundang yang berlaku. Kalian lihat, aku yang telah mengatur agar Kristus dihukum mati. Bukan orang-orang Yahudi, atau Pontius Pilatus.
2. Pengakuan Pontius Pilatus
Claudia, surat ini kutulis setelah kau berangkat ke Roma tadi pagi; setelah pertengkaran kita dan kau pergi dengan wajah bersungut-sungut.
Aku tahu, kau belum bisa menerima alasan kenapa aku menghukum mati “Raja orang Yahudi“ itu. Kau bertanya: bukankah kesalahan orang itu belum terbukti, dan lebih dari itu kau sudah memintaku untuk tidak ikut campur. Tetapi istriku, apa artinya tidak ikut campur? Sebagai Walinegeri Roma, aku tentu tak bisa bersikap masa bodoh begitu saja terhadap setiap perkara yang dibawa ke hadapanku. Karena itulah aku ditempatkan di Yudea ini, untuk menjaga kepentingan Roma.
Aku tahu “Raja orang Yahudi“ itu tidak bersalah, atau setidaknya belum bisa dibuktikan kesalahannya. Dalam hal ini aku sependapat denganmu. Bagiku, orang itu tak lebih dari pengelana saleh, yang ajaran-ajarannya tidak menentang Roma. Karena itu aku benci orang-orang Yahudi, tepatnya Mahkamah Agama mereka, yang mendakwa orang itu sebagai pemberontak. Dan tidakkah kaulihat, aku sudah berusaha membebaskan atau setidaknya tidak ikut campur? Aku sudah mengadili, membela, dan melimpahkannya pada Herodes. Aku sudah mencambuk, dan dengan tetesan darah di sekujur tubuhnya, aku mencoba memuaskan nafsu para penentangnya. Bahkan aku juga mengupayakan pembebasannya untuk perayaan Paskah tahun ini. Tetapi mereka terus mendesak, karena orang itu dianggap menghasut rakyat untuk melawan Kaisar.
Claudia, kau berkata “Raja orang Yahudi“ itu benar. Tetapi apa artinya benar atau salah? Apa itu kebenaran dan keadilan?
Yang kutahu: keadilan berfungsi menjaga undang-undang, ketenangan, dan kedamaian.
Itulah yang harus kupatuhi. Memang, selama proses pengadilan itu muncul soal-soal yang berkaitan dengan Roma; dan biasanya suatu perkara yang sedang dalam proses, pada akhirnya akan lari dari dakwaan awal. Kalau akhirnya aku mencuci tangan dan berkata, “Itu kehendakmu. Darah orang ini bukan urusanku!“, itu karena aku tak setuju dengan tuntutan mereka. Orang-orang ini, maksudku Mahkamah Agama dan komplotannya, bisa saja menciptakan chaos. Mereka bahkan sudah mengancam akan melapor ke Kaisar, jika orang itu tetap dibebaskan. Bukannya aku takut, tetapi kalau itu terjadi, entah apa yang tengah kuperjuangkan, Roma tetap tidak akan merasa nyaman.
Akhirnya bukan lagi hidup-matinya seorang pengelana Yahudi yang harus kubela, tapi kedamaian dan ketenangan di seluruh Yudea. Karena pada dasarnya Mahkamah Agama mereka yang menjatuhkan hukuman mati, bukan aku!
Tertanda, Pontius Pilatus
3. Pengakuan…(Anonim)
Anakku, ketika kau membaca catatan ini, barangkali aku, ayahmu ini, sudah ditimbun di liang lahat. Cukup lama aku menimbangnimbang, apakah catatan ini memang perlu ditulis. Kalau pada akhirnya catatan ini tetap ditulis, itu dengan harapan suatu hari kau akan membacanya, karena cepat atau lambat kau pasti kembali, setidak-tidaknya untuk mewarisi rumah dan ternak kita yang tidak seberapa.
Sejak kepergianmu bertahun-tahun lalu, aku betul-betul terpukul. Malam itu kita bertengkar. Kau menyudutkan ayahmu ini dengan kata “munafik“, karena aku yang memanggilmu, lalu ikut bersorak saat Kristus memasuki Yerusalem. Tetapi aku pula yang lalu berteriak agar ia disalibkan beberapa hari kemudian. Apakah itu yang disebut “munafik“, anakku. Ah, kau masih sangat muda. Banyak hal yang ketika itu belum kaupahami. Tetapi setelah membaca catatan ini, kuharap kau mengerti, dan tak lagi menyebut ayahmu ini “munafik“.
Anakku, kudengar kau menjelajah dari bukit ke bukit, dari kota ke kota, bersama pengikut-pengikut Kristus. Itu baik untukmu, karena sejak awal aku tahu mereka, maksudku Kristus dan pengikut-pengikutnya, adalah orang-orang yang benar. Setidaknya kau bisa bicara atau berseru, dan kata-katamu didengar orang banyak. Kita hanya rakyat, anakku. Dan sebagai rakyat, dengan kemampuan otak kita yang terbatas, kadang kita hanya bisa menebak atau mencoba mengerti mengapa ini atau itu terjadi, atau dibiarkan terjadi.
Ketika Kristus memasuki Yerusalem dalam pawai besar, sebetulnya banyak yang sudah kudengar tentang orang ini. Kabarnya, ia menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, dan melontarkan kecamankecaman menentang kaum Farisi.
Mungkinkah ia Messias, karena semua yang kudengar begitu menarik dan mengesankan?
Tentang Messias yang diajarkan oleh Imam-imam Agama, hanya sedikit yang bisa kuandalkan. Mereka menginginkan panglima untuk perjuangan kemerdekaan. Ah… untuk apa semua itu bagi orang seperti ayahmu ini? Kita hanya rakyat, dan rakyat hanya menginginkan hidup yang lebih baik.
Karena itu, pada hari itu, aku memanggilmu dan berlari ke kota, ikut bergabung dalam pawai ketika Kristus memasuki Yerusalem. Aku merenggut daun palem, lalu turut berbaris seraya bersorak gembira. Teriakan itu adalah pernyataan ikhlas, sorakan mohon pertolongan, dan ungkapan kerendahan hati.
Aku berteriak, bahwa aku mendambakan Raja yang menjamin nasib rakyat, yang sakit dan melarat. Dan seperti orang-orang lain, aku menggantungkan semua itu pada Kristus.
Lalu, apa yang terjadi setelah itu berlangsung dengan cepat. Beberapa hari kemudian kudengar Kristus ditangkap, dijatuhi hukuman mati, dan akan diserahkan pada Walinegeri. Pagi itu arak-arakan akan melewati tengah kota. Meski berita ini sulit dipercaya, aku tetap menyelinap di antara orang banyak, dan menunggu. Dari jauh kulihat Kristus diapit sepasukan tentara.
Saat itulah aku berharap, Kristus akan membuktikan dirinya sebagai Raja. Atau barangkali aku akan menjadi saksi: aku akan melihat mukjizat yang telah banyak dilakukannya. Karena lagi-lagi beredar kabar, pada malam penangkapannya ia mengempaskan seluruh pasukan hanya dengan pandangan matanya saja.
Tetapi tidak ada yang terjadi!
Mereka terus menyeretnya pergi, lalu mengolok-olok dan meludahi mukanya.
Tidak ada mukjizat, dan ia membiarkan saja semua itu. Saat itu hilanglah seluruh harapan yang mula-mula kugantungkan pada orang ini. Mengapa ia yang menggemparkan rakyat dengan katakata dan perbuatannya ternyata tidak berdaya? Mengapa ia bahkan tak mampu menyelamatkan diri sendiri? Kalau begitu, apa bedanya Kristus dengan rakyat seperti ayahmu ini? Apakah ia hanya bisa bicara, dan semua yang kudengar hanya isapan jempol belaka?
Anakku, ketika itu suasana sangat kacau.
Penangkapan Kristus menimbulkan kepanikan di antara rakyat, dan aku tahu, saat itu di tengah kerumunan orang juga berkumpul kaki-tangan kaum Farisi yang terus menghasut. Tetapi kalau akhirnya aku ikut berteriak, ìSalibkan dia!ì, itu bukan karena hasutan, tetapi ungkapan kekecewaan sekaligus amarah karena hilangnya harapan itu. Kristus mau menderita, dihujani tinju, cambuk, dan ditempeleng. Dan kalau akhirnya aku juga berteriak,“Bebaskan Barabas untuk kami!“, itu karena aku merasa ditinggalkan, dan entah kenapa tiba-tiba merasa sudah diperdaya.
Begitulah, anakku. Begitulah yang terjadi. Aku menulis semua ini sekadar agar kau tahu apa yang terjadi waktu itu. Semua ini, bagiku, tak lebih dari belitan kusut suatu persoalan, yang tidak terletak pada kata-kata yang kuucapkan waktu itu. Sekarang, kuharap kau mengerti. Juga kenyataan ini: ketika itu semua orang berteriak. Semua orang menuntut Kristus dihukum mati…
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
01/05/10
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar