(2007 untuk Peta-2008 untuk Berkarya)
Endri Y
http://www.lampungpost.com/
MENCERMATI kegelisahan, proses mencari kekuatan karakter “kedirian” yang bebas, independen, dan terlepas dari kemelekatan-kemelekatan. Mengingatkan kita pada tuntutan dan “pengadilan puisi”-nya Slamet Kirnanto yang diselenggarakan di Bandung pada 8 September 1984. Hanya sebuah kenyelenehan dan kengawuran, tetapi sayangnya, tidak lucu!
Mengomentari teks tuntutan itu, Sapardi Djoko Damono menulis–harus ditafsirkan sebagai badutan yang segar saja karena kalau tidak begitu kita bisa menyebut penulisnya sinting–(Kesusastraan Indonesia Modern, hlm. 85)
***
Barangkali sulit, dan belum pernah ada kekuatan teks yang dimuat Lampung Post, yang tidak serius atau setidaknya, yang mbeling dan membawa pencerahan baru sebagaimana maksud Asarpin. Demikian tangkapan saya pada arah tulisan Bingkai, Lampost (6-1). Benarah demikian? Sehingga perlu digagas Segitiga Pengarang–Teks–Pembaca tetapi isinya, mengarah–”pada mulanya bukan mula, bukan pula mahia atau inti yang ingin dikatakan”–demikian sabda Asarpin, yang cukup produktif menulis dan mengaku pembaca sastra.
Menulis tanpa inti, tetapi menukik ke kedalaman substansi untuk minimal menyuntik kagetkan kita (baca; masyarakat pencinta sastra) sambil menggumam, “iya juga”. Di sini, ranah sensibilitas masyarakat sastra dikejutkan minimal kemampuan dan kemauan dalam berspekulatif. Senantiasa mencari formula, genre, kronologis, komparatif, dan juga memiliki kematangan intuisi dari berbagai teks dengan proses kesejarahan.
Kekuatan Teks
Ketika Ahmadun Yosi Herfanda menulis hasil kontemplasinya untuk mengembalikan sastra ke kekuatan teks, ditemukan problem solver minimal pembangkit nuansa estetis dan mimesis karya-karya sastra, yang sekarang kekuatan teks sastra itu didominasi sastra koran.
Tidak bisa dimungkiri, Lampung Post, sebagai media daerah, dalam ranah stimulus dan pendorong lahirnya sastrawan-sastrawan muda Lampung yang kemudian mampu menggebrak panggung sastra nasional. Perlu diapresiasi. Bahkan dipuji.
Ruang-ruang seni budaya pada setiap hari Minggu, yang memuat apresisasi, cerpen, puisi, dan esai adalah peneguhan identitas sebagai penyuara kekuatan teks sastra. Termasuk inklud juga kritik sastra, seni, dan budaya.
Ketika digagas peran penulis pengagung dan pemuja kedirian, dengan slogan-slogan klise, “aku ingin jadi diri sendiri!” diri yang “aku” imut-imut dan lucu sebenarnya bukan pencerahan yang akan muncul, tetapi narsis, ego sentris, emosi primordial, dan bahkan lebih berbahaya adalah manifesto politik sastra. Mengedepankan strategi pemasyarakatan diri atau kelompok tanpa mempertimbangkan kekuatan karya.
Sebagaimana ditulis Ahmadun, kalaupun ada pertimbangan, lebih pada pertimbangan ideologis, gang, kelompok atau kepentingan-kepentingan lain nonsastra. Akibatnya, orientasi teks tergusur orientasi nonteks alias nonsastra, seperti kepentingan oknum, komunitas, ideologi, aliran sumber dana, dan kekuasaan gang.
Ketika melakukan ziarah ke ruang-ruang lain, jika yang dimaksud Asarpin adalah kemampuan membuat rekayasa sosial untuk, “hidupnya pengarang, intervensi penulis, oktropi teks, dunia semoga tak lagi sunyi senyap di siang bolong”. Di sini, pada tulisan penutup penuh asanya ketimbang gagasan, ada harapan pada pengarusutamaan (mainstream) kemampuan bunyi teks dan aktivisme pengarang ke ranah sosio-kultural masyarakat. Dan sebenarnya, di sinilah letak paradoks itu.
Sejarah mencatat kelahiran puisi-puisi mbeling, nakal, tidak tahu aturan, dan keluar dari kelaziman, sekitar tahun 1975, yang dipelopori Remy Syilado, Sanento Juliman, Suriaatmadja, dan lain sebagainya. Sapardi mengatakan suatu usaha pembebasan. Sedemikian berhasilkah pembebasan itu?
Dengan cara anak-anak muda periode itu yang membuat puisi tak patuh aturan lagi (dengan klaim melawan penyair tua/ mapan), bahkan proses permenungan penciptaannya pun tak rumit lagi. Ini tergambar dalam sajak Dede S. Dukat; sehelai kertas bekas/ ballpoint pinjaman/ tambah bohong/ tambah khayal/ jadi sajak.
Atau juga Sebuah Perintah-nya Hardo Waluyo; serbuuu…/ serbuuu…/kota itu/ dengan batu/ sampai jadi abu/ binasakan/ semua/ kecuali/ mertuaku/ yang dungu/ dan lucu.
Jika memang pencerahan itu dilambangkan dengan karya yang bisa memancing tertawa “pukimak puknemak ha..ha..ha,” kata tabu yang dianggap lazim dan sah-sah saja oleh kaum mbeling, mungkin belum ada penanding kekuatan konyol esais Emha Ainun Nadjib, cerpenis Joni Ariadinata, puisi Remy Syilado (namanya juga sering ditulis 23761), kolomnis Suka Harjana, anekdot Gus Dur, humoris Jaya Suprana, kekuatan teks Samuel, dan mungkin nama-nama itu dapat diikuti sederet nama- nama lain. Taruhlah misalnya, Buras-nya BEW, Nuansa-nya Budi Hutasuhut dan Sudarmono, dan terbuka bagi pembaca menambahkan,terserah selera kita, yang subjektif dan personal.
Dan setiap pembaca memiliki insting subjektif, setiap manusia jelas berbeda perspektif dan interpretatifnya. Misal, yang lucu itu tidak bermutu seperti serius pasti bermutu atau serius, tapi tidak bermutu tetapi lucu sebenarnya bermutu. Semuanya relatif pun semaunya, terserah “aku”. Wong ternyata ketika Asarpin menulis, “ha..ha..ha.” sebagai pelambang tertawa tapi saya malah mengernyitkan dahi!
Sedangkan ketika Sudarmono bersedih dalam rubrik Nuansa, mencuci celana jins anaknya atau Emha dengan “Manusia Markesot” menulis huruf “t”-nya diganti “f” atau misalnya Sanento Juliman dengan kritik sastra, khususnya puisi, saya justru tertawa terbahak-bahak.
Persoalan serius dan main-main dapat menjadi simbiosis mutualisme. Akan tetapi, gagasan menyatukan perbedaan, hanya akan ditemukan jalan buntu, selain mimpi. Sesuatu di luar nalar dan pemaksaan yang dibuai kekosongan “siang bolong”.
Pengarang, teks, dan pembaca adalah tiga bangunan atau tiang yang berbeda. Pengarang mencipta teks, teks dibaca pembaca, pembaca membaca pengarang, pengarang membaca pembaca untuk teks, semuanya menjadi trikotomi. Gedung tiga. Bukan segitiga!
Dimensi rumusan segitiga, apa pun bentuknya (sama sisi, siku- siku, sama kaki, dll., terserah pembaca juga) merupakan proses produktif pada intisari tujuannya persamaan persepsi. Satu-satunya unsur persamaan paling logis adalah teks dijadikan objek oleh pembaca dan pengarang. Rumusannya, ketika membuat objek sesuatu yang sama oleh dua subjek berbeda, yang muncul juga bukan segitiga, tetapi paham lain dari interpretasi subjektif.
Pembaruan
Dalam sebuah karya–yang dipetakan F. Rahardi, tahun 2002–pembaruan dapat disebut juga sebagai avant garde (garda depan), yang indikator utamanya, mengejutkan sensibilitas publik. Dimulai dengan lahirnya kenakalan, memecah kebekuan pikir, membuat pencerahan. Dan selalu, pembaruan juga dimulakan pada adanya pembebasan.
Pertanyaannya, sejauh mana pembaruan teks sastra, kajian seni budaya, esei, termasuk apresiasi dan kritik sastra dapat dan mampu dilakukan pojok-pojok ruang kebudayaan koran sepekan sekali itu?
Lahirnya kembali karya-karya avant garde itulah yang dicari Asarpin, kita semua pembaca setia rubrik seni budaya, mungkin juga redakturnya. Hasil pengamatan Asarpin sepanjang tahun 2007, tidak ketemu, sehingga harapan yang muncul adalah, tahun 2008 permulaan peneguhan munculnya karya-karya avant garde. Jika di sini paham itu tertuju, penulis sepakat. Dan sebenarnya itu pun dapat tercapai, jika pertama, sandaran paham segitiga antara pengarang-teks-pembaca, tidak dinobatkan sebagai ikon karena bila perlu digagas segi tak terhingga lebih tepatnya gedung tak terhingga.
Seluruh pembaca-teks-pengarang-komunitas-redaktur-pemerintah dan sebagainya mulai menggelar komitmen untuk kemajuan sastra, seni, dan budaya. Misalnya dihimpun pemikiran, karya, dan selebaran teks di koran dalam bentuk buku, dipilih karya terbaik yang benar-benar terbaik, melibatkan juri dari pakar yang independen, untuk kemudian diberi penghargaan oleh pemerintah atau institusi seni budaya.
Kedua, pengarusutamaan sebuah karya, tidak melulu bersandar pada yang umum, lazim, apalagi hanya berlabel nama besar dengan tanpa menimbang kualitas karya. Maka perlu dirumuskan sebuah permulaan kelahiran spekulasi karya, minimal memfasilitasi penampilan bakat-bakat muda. Arus utamanya adalah keberhasilan teks.
Dan ketiga, mendorong terbuangnya ego. Kasus perdebatan, pengutukan pada sastra mazhab selangkangan (SMS) di bawah kepemimpinan Taufik Ismail dan penyuara SMS yang dikomandoi Hudan Hidayat, adalah arena ideal untuk menyulut motivasi, supaya tidak sekadar “mencoret- coret di tembok kakus” (ini bahasa Gunawan Mohamad), tetapi senantiasa menuangkan karya yang bagus. Artinya, debat, polemik, saling mencaci, mengutuk, seperti contoh-contoh di atas, sepanjang sebagai dialog kebudayaan untuk merumuskan esensi teks sastra yang mandiri, menjadi penting dan perlu terus digelontorkan.
Intinya, ya menulis saja. Jadikan tahun 2008 untuk makin teguhnya karya-karya teks anak-anak daerah kita.
*) Pencinta sastra, bermukim di Kalianda, Lampung Selatan.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar