05/04/09

Mencari Indah dalam Buruk Rupa Dunia

Judul Buku : Cala Ibi
Penulis : Nukila Amal
Penerbit : Pena Gaia Klasik
Cetakan Pertama : April 2003
Tebal : 271 Halaman
Peresensi: Askolan Lubis
http://www.sinarharapan.co.id/

Petikan kalimat diatas diucapkan oleh Maia dalam fragmen terakhir (Surat dan Tanda Terakhir) dari novel Cala Ibi yang ditulis Nukila Amal ini.

Kalimat tersebut seolah hendak menegaskan tantang keberadaan karya ini: di tengah centang perenang realitas keseharian yang menyesakkan, Cala Ibi datang menyenandungkan irama lain yang teramat indah, namun acapkali dianggap tidak penting, yaitu mimpi.

Dengan memberi judul Cala Ibi (Naga)—yang tak lain adalah nama hewan agung lambang para kaisar Cina—pada novel ini, Nukila tampaknya hendak memberi tempat terhormat pada dunia bernama ”mimpi”.
Bagaimana tidak? Naga adalah hewan yang diyakini adanya, tapi tak seorangpun yang bisa memastikan atau melihat wujudnya.

Anehnya lagi, ia bukan sejenis reptil, tapi seperti ular. Bukan burung tapi bersayap dan bisa terbang. Bukan ikan, tapi bersisik, dan mungkin bisa berenang. Naga bukan ular bukan burung bukan ikan, atau salah satu dari mereka, tapi sekaligus semua. (Hal. 196)

Lalu bagaimanakah jalan ceritanya? Agaknya disinilah masalah dan sekaligus kekhasan novel ini. Ia tidak memiliki plot narasi yang ”memikat” atau heroik lazimnya karya-karya sastra (prosa) lainnya seperti Cantik itu Luka (2002) karya Eka Budiawan, Ode Untuk Leopold von Sacher-masoch (2002) karya Dinar Rahayu, Saman dan Larung-nya Ayu Utami, Supernova-nya Dee, Tambo-nya Gus tf Sakai—untuk menyebut beberapa novel Indonesia mutakhir.

Membaca Cala Ibi mengesankan betapa samar dan remangnya distingsi antara prosa dan puisi yang selama ini dilekatkan pada dunia sastra. Cala Ibi bukan prosa, bukan pula puisi, tapi barangkali sekaligus keduanya.

Novel ini berkisah tentang satu tokoh dalam dua dunia yang berbeda. Saat pagi telah menjelma, maka ia bernama Maya, memulai kesibukannya layaknya wanita karir di Jakarta. Namum bila malam telah jatuh, namanya bukan lagi Maya tapi Maia.

Dalam malam–malam itulah Maia dibawa sang naga (Cala Ibi) menembus batas ruang dan waktu, mengarungi lautan mimpi tak bertepi.

Di suatu tempat entah abad berapa di tanah leluhurnya, Maluku, Maia melihat terang yang paling nyalang: sang dukun perempuan di perbukitan Tobana. Namanya Bai Guna Tobana.

”Ubun-ubunnya melepas melempar keluar sebuah tafsir, yang belum pernah ada sebelumnya. Mo-loku: perempuan-genggam.

Sebuah keadaan, tindakan, pikiran, kenangan, harapan, perubahan, kesaksian, keabadian: pemakanaan. Moloku, genggaman perempuan, genggaman atas tanah. Kuasa atas tuah tanah. Ia berhenti dimakna ini, tak ingin menguraikan lagi” (hal. 55).

Demikianlah Maia mengarungi dunianya bersama Cala Ibi. Dalam petualangan yang tak berakhir bahkan dengan berakhirnya novel ini sekalipun, Maia kemudian bertemu dengan sosok-sosok misterius lainnya seperti Ujung dan kekasihnya Tepi yang kemudian melahirkan tangisan seorang bayi dari sebuah persetubuhan yang singkat, dalam kabut pekat.

Yang menarik sebenarnya adalah cara penceritaan Nukila yang simbolik, kompleks, dan syarat dengan permainan kata. Diramu dengan bahas-bahasa liris, padat dan metaforis membuat novel ini demikian rumit dan menguras pikiran.

Namun begitu, Nukila memang berhasil melukiskan ”tumpah rauh” makna dari pengalaman manusia yang memang tak sederhana, berhasil menunjukkan bahwa pengalaman manusia itu sesungguhnya tak logis, tapi metaforis seperti mimpi.

Pada bagian pertama Bapak menamaiku, Ibu memimpikanku, novel ini diawali dengan cerita biografis tentang asal asul Maya. Dari keseluruhan cerita tentang kehidupan Maya di Jakarta, Nukila mengunakan kata ganti orang pertama ”aku” untuk subyek Maya.

Namun pada bagian lain ketika Maya telah berubah nama menjadi Maia, maka Nukila secara mengejutkan menggunakan kata ganti orang kedua ”kamu atau kau” untuk subyek Maia.

Sekedar contoh Nukila menulis demikian: ” Kau tersentak dari tidur. Mendengar bunyi nafasmu sendiri, detak jantungmu, tak teratur. Matamu membuka menatap kamar, masih gelap. Maia…” (Hal. 28).

Demikian seterusnya novel ini mengalir, bolak balik antara Maya di siang hari dan Maia di malam hari, Maya yang bermimpi menjadi Maia, dan Maia yang resah, menunggu terbitnya pagi sempurna: ”jika semua adalah metafora, lalu bagaimana dengan kenyataan”? Pertanyaan inilah yang selalu mengusik pikiran Maia.

Melelahkan, demikianlah kesan yang muncul ketika membaca novel ini. Sejumlah kritikus, seraya mengakui rumitnya mencerna karya ini, melihat bahwa debut perdana Nukila ini berhasil menyuguhkan nuansa baru dalam penulisan novel di Tanah Air. St. Sunardi misalnya, dalam salah satu ulasannya Bila Kata Menjadi Peristiwa…!? secara optimistik menilai bahwa munculnya teks Cala Ibi dapat menjadi pemacu munculnya novel des idee di Indonesia yang sangat dibutuhkan untuk pengendapan wacana-wacana teoritis dalam ilmu-ilmu sosial-kemanusiaan saat ini.

Menurut Sunardi, bahasa yang dilahirkan Cala Ibi lebih dekat dengan bahasa filsafat dari pada bahasa sastra. Di samping mirip dengan Candide karya Voltaire, Cala Ibi juga mirip dengan Nousea-nya Sartre yang juga berdiri di ambang filsafat dan sastra.

Bahkan, ketika menafsirkan perkataan Maia: ”pada mulanya adalah bukan kata, tetapi rasa” (Hal. 224), Sunardi melihatnya sebagai bunuh diri sastra, yaitu membunuh sastra dengan pisau teologi. Rasa telah mengubah mimpi menjadi mimpi.

Nada yang sama juga dikemukakan Sapardi Joko Damono dalam suatu acara bedah buku Cala Ibi awal Juni lalu di UIN Jakarta. Cala Ibi menurut kritikus sastra Universitas Indonesia (UI) ini dapat digolongkan ke dalam sastra modernistik.

Sudah umum diketahui bahwa sastra modernistik di tangan para ”penggawa”-nya seperti Robert Musil, Marcel Proust, Andre Gide, Virginia Woolf dan yang lainnya datang memproklamirkan konsep estetika mereka yang terkenal, yaitu L’art Pour L’art (seni untuk seni).

Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap tradisi realisme. Perhatian mereka terhadap realitas sosial (objektif) dianggap sebagai penyalahgunaan seni.

Karena itu, menurut pandangan kalangan modernis ini, masalah sosial harus ditangani dengan jalan lain, bukan dengan seni Betapapun pentingnya dunia nyata, seni seharusnya membawa pembebasan dari realitas yang menyesakkan, persis seperti kata Maia: ”mencari indah dalam buruk rupa dunia”.

Andaipun Cala Ibi lahir dari rahim tradisi modernisme yang melihat seni bukan sebagai mirror of nature, akan tetapi agaknya penting melakukan penelitian lebih lanjut terutama tentang makna-makna dari sekuen-sekuen historis yang dipaparkan Maya tentang Maluku: juni 1999, oktober 1999, januari 2000 ketika ”Idul Fitri datang muram di awal bulan.

Tanpa Pemaafan…Manusia beramai-ramai menghabisi diri, dalam mati syahid yang tak kumengerti.” (Hal. 213), maret 2000, dan april 2000 dalam novel ini.

Last but no least. Lepas dari apakah teks Cala Ibi dapat diterima atau tidak oleh khalayak umum atau publik sastra secara khusus, sepertinya relevan mempertanyakan sosok Cala Ibi sebagai ”mencari Indah dalam buruk rupa dunia.”

Dimanakah keindahan di tengah realitas sosial yang tidak beres? Masih adakah yang indah di tengah puing-puing reruntuhan konflik? Atau jangan-jangan hal seperti inilah yang dicemaskan oleh orang semacam Theodor Adorno yang mengatakan: ”menulis puisi setelah auschwitz adalah tindakan barbar.”

*) Penulis adalah peminat sastra, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita