27/02/09

Sajak-Sajak Acep Zamzam Noor

http://cetak.kompas.com/
Lagu Kasmaran

1
Bertahun-tahun aku menyusuri jejakmu. Pergi ke segala penjuru
Mengikuti setiap arah mata angin, menembus ruang, memotong waktu:
Aku mencatat banyak tempat tapi bukan alamatmu, menghapal banyak
Hurup tapi bukan namamu, mengingat banyak wajah tapi bukan parasmu
Menyentuh banyak rambut tapi bukan rambut ikalmu, mendengar banyak
Suara tapi bukan nyanyianmu dan mencium banyak wewangian, sayangku
Tapi bukan napasmu. Aku mendatangi dermaga-dermaga, mengunjungi
Agen-agen tenaga kerja, ladang-ladang kelapa sawit serta kilang-kilang
Minyak. Aku mencarimu ke hotel-hotel, ke panti-panti pijat, ke sal-sal
Rumah sakit. Aku kembali ke selatan, ke riuh pasar dan bising terminal
Menonton organ tunggal di balai desa, berkaraoke di lapangan sepak bola
Numpang joget sampai pagi. “Mabuk lagi ah ah ah...” suara penyanyi itu
Mirip suaramu, goyang pinggul penyanyi itu mirip goyanganmu


2
Aku kasmaran membayangkan jarak dan rindu. Lalu diam-diam
Melangkah ke barat, mendaki bukit, menuruni lembah, melintasi
Jalan setapak. Berteriak pada laut yang lengang, menggugat ombak
Yang mendadak lunak. Telah kulepaskan semua mahkota, cintaku
Kutinggalkan kedudukan dan kubuang keyakinan yang masih tersimpan
Di balik baju. Kulupakan langgar dan katedral, sembahyang di altar diskotik
Makan di partai politik, mabuk di organisasi terlarang serta muntah darah
Di instansi pemerintah. Suaramu di mana-mana, foto bugilmu tersebar
Ke mana-mana dan senyum nakalmu menghiasi bibir para pengacara
Kudengar desahanmu di rapat wakil rakyat yang lucu, di sidang kabinet
Yang selalu ragu. Eranganmu menjelma gempa bumi, menjelma
Semburan lumpur panas, menjelma angin puting beliung yang ganas
Lalu pesawat-pesawat berjatuhan, kereta api-kereta api bertabrakan


3
Aku berjalan tanpa bicara. Berlari dari tenggara ke utara
Ke ujung jazirah paling renta. Aku berziarah ke makam raja-raja
Siapa tahu nama Arabmu terpahat indah di salah satu batu nisannya
Aku memasuki stadion, siapa tahu wajah Acehmu terpampang megah
Di dinding-dindingnya. Aku ambil radio, siapa tahu cengkok Sundamu
Masih mengalun merdu. Aku pergi ke sungai, siapa tahu tubuh cokelatmu
Tengah dicuci. Aku sembunyi di hutan ganja, semadi di gudang ekstasi
Sambil berharap sekali waktu dapat melihat alis mata Frida Kahlomu
Lebih dekat. ”Mabuk lagi ah ah ah...” sayup-sayup lagu kebangsaanmu
Dinyanyikan para gerilyawan. Kemudian terdengar serentetan tembakan
Sejumlah dentuman. Ah, kenapa masih menuntut setoran, pujaanku
Bukankah tahu sebagai penyair penghasilanku tak menentu? Kenapa
Terus minta dikirimi pulsa padahal kau sudah aman dipelihara tentara?

4
Aku kasmaran mengingat goyanganmu. Aku tak bisa menyanyi
Tapi sanggup joget tanpa henti. Telah kujelajahi warung-warung kopi
Kusatroni tenda-tenda pengungsi, main remi atau membacakan puisi
Bersama relawan kureguk segala bantuan, bersama pejuang kutenggak
Semua sumbangan. Kau sedang apa, biduanku? Suaramu terbawa angin
Nyanyianmu hanyut bersama tembok dan genting, mengalir diseret banjir
Mengendap di bumi dan menguap kembali. Kini syair-syair dangdutmu
Semakin merajalela. Aku terkesima, namamu diabadikan jalan-jalan raya
Dibahas lembaga-lembaga penjual bencana, dikaji komite-komite penjaja
Kemiskinan negara. Lalu dengan bahasa tubuh kauajari mereka demokrasi
Kauceramahi mereka kebebasan berekspresi serta kaukuliahi mereka
Apa itu hak asasi. Kulihat matamu nanar, dadamu bergetar, pinggulmu
Berkobar dan kekhusyukanmu total, wahai panutanku yang sintal


5
Bertahun-tahun aku merasa kehilangan. Sejak kau pergi subuh itu
Sejak kereta membawamu ke Jakarta, sejak Lion Air menerbangkanmu
Dari Cengkareng ke ujung Sumatera, sejak gempa dan gelombang pasang
Menghancurkan semuanya. Aku pun merasa telah kehilangan semuanya
Kehilangan segalanya. Dan mulailah aku mencatat nama-nama ganjil
Yang bukan lagi namamu, melukis wajah-wajah kasar yang bukan lagi
Wajahmu, menyentuh rambut-rambut kusut yang bukan lagi rambutmu
Mendengar suara-suara gombal yang bukan lagi suaramu dan mencium
Napas-napas busuk yang bukan lagi napasmu. Mulailah aku menapaki
Jejak-jejak samar yang bukan lagi jejakmu, membaca tulisan-tulisan kabur
Yang bukan lagi tulisanmu. Mulailah aku meniduri ranjang-ranjang dingin
Yang bukan lagi ranjangmu, malam-malam sepi yang bukan lagi malammu
Tahun-tahun panjang yang bukan lagi tahunmu. ”Mabuk lagi ah ah ah...”


6
Aku teringat sebuah gubuk bambu, di mana kita makan sepiring berdua
Di mana kita tidur setikar bersama, dengan baju satu kering di badan
Terkenang ketika kita jatuh bangun, ketika harus memilih sakit gigi
Ketimbang sakit hati. Terbayang juga sewaktu berkelana, sewaktu
Begadang di pos ronda, sewaktu penasaran ingin menaklukkan ibukota
Dengan gitar tua. Sebuah majalah hiburan kemudian menobatkan kita
Sebagai pasangan termiskin di dunia. Kau berada di mana, pemimpinku?
Gardu-gardu dibangun di setiap perempatan jalan, milisi-milisi muncul
Dari setiap perkampungan. Kini semua orang berebut menjadi lurah
Bupati, gubernur atau presiden. Semua orang berlomba menjadi nomer satu
Tolong tunjukkanlah pada mereka bagaimana menjadi seorang guru bangsa:
Angkat tanganmu, kibarkan bulu ketiakmu, ngangakan sedikit mulutmu
Guncangkan pelan bahumu dan putarkan patah-patah selangkanganmu



Lima Puisi tentang Sepi

1
Ketika bertemu aku tidak langsung memeluknya tapi membiarkan
Rindu berjalan-jalan dulu di antara dengung kulkas dan detak jam
Aku tidak segera menciumnya tapi mempersilakan sisa ingatan
Mengembara dalam keheningan ruang yang lama tidak kami huni
Aku memandangnya lekat-lekat sebagaimana dia memandangku
Tanpa mengedipkan mata. Aku berdiri saja seperti halnya dia
Mematung tanpa suara. Tiga tahun memang bukan waktu yang lama
Rambutnya masih ikal dan alisnya tebal. Dulu aku menyayanginya
Tapi banyak hal terjadi di muka bumi. Aku memalingkan wajah
Karena tak tahan melihat butiran air yang bergulir di pipinya


2
Jam di dinding berdetak nyaring ketika aku duduk dekat jendela
Menulis puisi bukanlah pekerjaan gampang jika perasaan dan pikiran
Disayat-sayat sepi. Sambil terpejam aku menelungkup di atas meja
Betapa mengerikan mendengar dengung yang terus berulang-ulang
Dari arah kulkas. Betapa menakutkan bertarung melawan kesendirian
Yang banyak sekali pasukannya. Nampak masih ada ranjang, kelambu
Yang sudah menguning, kasur yang dingin, bantal serta guling
Juga sulaman yang tergantung miring. Ah, menulis puisi bukanlah
Pekerjaan mudah jika celanaku dan kutangnya masih berserak di lantai
Jika detak jam dan dengung kulkas seperti maut yang mengintai


3
Setelah dia pergi lama aku tidak bisa menulis puisi, lama juga
Tidak menerima kabar apa-apa. Ketika ada teman menghadiahkan
Cemara udang mungil pada ulangtahunku, aku langsung jatuh cinta
“Akan kurawat bonsai ini seperti merawat kenangan,” seruku girang
Hanya dalam tiga bulan aku sudah mengoleksi ratusan jenis pohon
Dari berbagai spesies. Kegemaranku yang aneh ini ternyata upaya lain
Melawan sepi. Pagi dan sore aku menyiram tanah, memangkas daun
Memotong ranting yang liar atau membalut batang dengan kawat
Seminggu tiga kali aku berburu pohon baru layaknya penyair
Mengejar kata-kata. Menyusuri pinggiran sungai dan tebing pantai


4
Ketika kami bertemu kembali aku tidak langsung menyapanya
Tapi menarik napas agar dadaku ringan. Aku menarik napas panjang
Sambil membuang kalimat-kalimat yang sudah lama kupersiapkan
Dan ingin menggantinya dengan haiku. Kucari tujuh belas suku kata
Tapi yang muncul empat puluh lima sehingga kalimatku yang nyinyir itu
Kembali memenuhi kepala. Akhirnya aku hanya diam dan tersenyum
Begitu juga dia, hanya diam dan tersenyum tanpa sedikit pun bicara
Tiga tahun bukanlah waktu yang lama meski telah membuat kami
Asing satu sama lain. Dulu aku selalu merindukan kehadirannya
Tapi banyak hal terjadi di muka bumi. Aku ingin menulis puisi lagi


5
Tak ada lagu yang terdengar selain detak jam dan dengung kulkas
Yang ditingkah bunyi cengkerik dan kodok di sawah. Aku masih duduk
Kutegakkan wajahku ke langit-langit dan kuketuk-ketukkan jemariku
Pada permukaan meja. Ada cecak merayap dan banyak laron terbang
Di sekitar lampu. Bunyi kayu dari ketukan jemariku terdengar satu-satu
Seperti napas serdadu di bawah tiang gantungan, seperti tetes-tetes sunyi
Dari mulut keran yang bocor di bak mandi. Tak ada kretek atau cerutu
Tak ada kopi apalagi alkohol. Kembali aku menelungkup di atas meja
Menulis puisi bukanlah pekerjaan sederhana jika kesewenang-wenangan
Terus merajalela. Jika kekuasaan tidak bisa dilawan dengan kata-kata



Sajak Seorang Pengungsi
Buat Frans Nadjira

Napasku yang mengandung api selalu ingin membakar apapun
Di jantungku gedung-gedung yang tinggi telah kukaramkan
Sedang sungai-sungai yang kotor kubiarkan menggenangi mataku
Dengan lahap aku mengucup borok-borok peradaban yang berlalat
Untuk kumuntahkan kembali lewat sajak-sajakku. Dalam mabuk
Tak habis-habisnya aku mereguk keringat dan darah negeri ini
Menyusuri lekuk tubuhnya yang molek dengan pedang terhunus
Kemudian melempari para pejabatnya yang suka nampang
Di papan iklan. Menyanyikan lagu dangdut di bawah bendera
Suaraku yang memendam racun ingin menyumpahi siapapun
Ranjang-ranjang yang nyaman kusingkirkan dari ingatan
Sedang kekerasan yang terjadi di jalanan kini memaksaku
Menjadi serdadu. Kembali aku mengembara dalam kesamaran
Dalam kehampaan, kekosongan serta ketiadaan rambu-rambu
Aku mengetuk losmen, menggedor apartemen dan mendobrak
Gedung parlemen. Kemudian melolong dalam kesakitan panjang:
Sambil berjoget aku terbangkan sajak-sajakku ke planet terjauh
Karena bumi sudah tak mampu memahami ungkapanku lagi

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita