Grathia Pitaloka
http://jurnalnasional.com/
DIKENAL sebagai arsitek dan ahli tata kota, namun dua tahun silam Marco Kusuma Widjaja terpilih menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Pro dan kontra mengiringi terpilihnya putera Pangkal Pinang ini, bahkan dua orang anggota DKJ memilih untuk mengundurkan diri.
Perdebatan berlarut-larut mengenai dirinya tak membuat Marco berkecil hati. Rumor yang mengatakan bahwa ia titipan dari komunitas tertentu dijawab dengan senyum dan lapang dada. "Yang penting bukan dari mana saya berasal, tetapi ke mana saya melangkah," katanya meyakinkan. Berikut petikan obrolan Marco dengan Jurnal Nasional di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.
1. Selama dua tahun duduk sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), apa target yang Anda inginkan sudah tercapai?
Saya tidak memiliki target. Target yang ingin dicapai merupakan target kolektif dari anggota DKJ yang berjumlah 23 orang, mereka bukan anak buah saya tetapi rekan sejawat. Mengenai target tersebut tentu saya akan menjawab masih banyak yang harus dilakukan.
Saya rasa kita memang tidak boleh cepat berpuas diri. Apalagi dengan kondisi negara yang sedang carut marut. Tetapi, saya cukup senang karena selama dua tahun ini kami sudah melakukan beberapa perubahan yang cukup signifikan.
2. Perubahan apa yang Anda maksud?
Kami menetapkan kode etik yang berlaku yakni para anggota DKJ tidak boleh memakai panggung dan fasilitas DKJ untuk memanggungkan karya seni. Kami hanya boleh terlibat sebagai steering committe tidak boleh menjadi panitia pelaksana karena kita adalah tuan rumah, sebaliknya seharusnya kita harus mengundang seniman lain untuk terlibat.
Memilih untuk "menyewa" profesional untuk menangani semua proyek. Misalnya saja Kencan Tari ada empat program officer, setiap kegiatan kami akan merekrut proyek officer yang bekerja hanya untuk proyek itu. Sehingga, staf kami berfungsi sebagai penghubung. Ini berat juga bagi kawan-kawan anggota karena mereka tidak dibayar sebagai panitia.
3. Hal apa yang belum terselesaikan?
Yang belum selesai adalah memisahkan antara dewan dan manajemen. Ketua dewan tidak seharusnya mengurusi masalah tetek bengek sehari-hari. Tentu maksudnya bukan untuk mendewakan anggota DKJ, tetapi supaya tencipta jarak sehingga ada self-critic dan evaluasi.
Ujungnya sebetulnya membangun manajemen organisasi DKJ yang modern. Organisasi yang menggunakan uang rakyat secara terbuka dan dikelola secara benar dengan harapan di masa datang DKJ juga didukung oleh banyak orang.
Hal itu pernah dicoba pada jaman Ramadhan KH. Ia merupakan mantan anggota DKJ yang duduk sebagai direktur eksekutif serta menjalankan tugas sehari-hari. Sistem manajemen seperti itu yang ingin kami laksanakan.
Hal lain yang harus dilakukan adalah perubahan sumber dana DKJ dari APBD menjadi dana endowment atau hibah. APBD itu berarti tiap tahun harus mengajukan dan kami harus dag dig dug, sementara kalau dana endowment, berarti sudah dianggarkan tiap tahun sehingga bisa terjamin.
Rencana tersebut belum terselesaikan karena memerlukan konsensus banyak pihak. Kesadaran hidup di negara dunia ketiga, di mana kesenian harus "bersaing" dengan banyak bidang membuat rencana ini terhambat. Kami juga sadar diri kalau pemerintah harus mengutamakan bidang kesehatan dan pendidikan. Untuk itu kita harus lebih menggalang dana masyarakat yang bisa kita gali dari para pecinta seni. Sementara kalau hanya mengandalkan APBD yang notabene dana bersama berarti kita harus mau berbagi dengan bidang-bidang lain.
4. Apa sebenarnya fungsi DKJ bagi dunia kesenian Tanah Air?
Pada awal kemunculannya, TIM merupakan satu-satunya pusat kebudayaan di Indonesia. Seiring berjalannya waktu bermunculan pusat-pusat kebudayaan, sehingga DKJ sebagai salah satu elemen TIM harus berbagi peran dengan pusat kebudayaan tersebut. Untuk itu DKJ memilih untuk menjalankan fungsi yang tidak dilakukan pusat kebudayaan lain misalnya saja pembibitan seniman-seniman muda. Pembibitan itu kami lakukan melalui beberapa cara misalnya menyelenggarakan Sayembara Novel DKJ.
Mungkin hadiah yang dijanjikan tidak sebesar sayembara serupa seperti Khatulistiwa Literary Award. Tetapi sayembara lain kan hanya mau mengakomodasi para penulis yang sudah jadi, sementara DKJ melakukan investasi pada tingkat yang paling hulu. Terbukti sayembara DKJ telah melahirkan banyak penulis hebat seperti Ayu Utami. Memang tidak semua pemenang sayembara novel DKJ sefenomenal Ayu, namun setidaknya dengan memenangkan sayembara tersebut mereka jadi memiliki akses untuk menerbitkan karya-karyanya.
Dari ruang tari kami juga mengadakan Kencan Tari. Di mana kami mengundang selusin penari muda dari seluruh Indonesia, lalu dipertemukan dengan kritikus utama untuk menjadi fasilitator. Nanti para penari itu akan mempresentasikan konsep yang mereka miliki dan diskusikan bersama sebelas rekan serta fasilitator.
DKJ juga mencoba membangun ruang yang mempertemukan seniman dengan publik. Misalnya lewat Lampion Sastra atau pameran seni rupa Bienale yang akan dilaksanakan pada waktu dekat ini.
Kami juga memberikan ruang apresiasi bagi masyarakat untuk lebih akrab dengan kesenian. DKJ bekerja sama dengan LPPM untuk memberikan semacam kuliah pendek tentang seni kepada mahasiswa S2 manajemen. Selain itu DKJ juga menciptakan ruang pembangunan kelembagaan. DKJ membangun hubungan kerja yang lebih baik dengan lembaga-lembaga yang lain dan memperbaiki manajemen kami sendiri.
5. Bagaimana tanggapan Anda mengenai komentar miring bahwa DKJ sering membatalkan acara secara sepihak secara mendadak?
Komentar itu benar. Tetapi, tentu ada alasan mengapa kami terpaksa membatalkan acara, anggaran yang kacau menjadi biang keladinya. Untuk tahun ini saja kami baru mendapat kepastian jumlah anggaran bulan September. Nah, sebelum mendapatkan kepastian anggaran, kami terpaksa berspekulasi dalam merancang program. Mengurangi biaya operasional tentu tidak mungkin dilakukan, terpaksa kami melakukan penyesuaian anggaran kegiatan. Oleh karena itu, banyak kegiatan yang harus batal atau tertunda.
Karena anggaran yang belum jelas, selama tujuh bulan anggota kami tidak menerima gaji. Bahkan, kami terpaksa menggunakan uang pribadi untuk membayar gaji karyawan. Sebenarnya kami tidak keberatan jika dana diturunkan belakangan, asalkan ada kepastian jumlah.
6. Apa yang membuat Anda tertarik menjadi anggota DKJ?
Awalnya saya sama sekali tidak tertarik, seorang kawanlah yang merekomendasikan nama saya. Saya yang ketika itu masih bekerja di Aceh berpikir apa salahnya, toh cuma jadi anggota. Kemudian tak berapa lama teman saya itu menelepon lagi dan mengatakan, setiap anggota harus mau dipilih menjadi ketua. Saya pikir-pikir lagi, toh saya belum tentu terpilih jadi ketua.
Saya berpikir siapa tahu ilmu yang saya miliki dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia seni Tanah Air. Saya memiliki "sedikit" pengetahuan mengenai arsitektur, seperti yang kita ketahui pada jaman Renaissance disebut mother of art, sebab semua bidang seni itu menempel atau mengambil tempat di dalam arsitektur.
Mengenai latar belakang saya yang bukan seniman, saya rasa itu bukan masalah. Menjadi anggota DKJ bukan berarti harus seniman kan? Saya rasa kita harus memahami secara luas apa itu seni dan seniman.
7. Bagaimana dengan pro dan kontra seputar terpilihnya Anda sebagai Ketua?
Saya rasa pro dan kontra merupakan sesuatu yang wajar. Hal tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah proses demokrasi. Saya sangat menghargai pihak-pihak yang tidak setuju. Mungkin saya bukan sosok seniman besar seperti yang mereka harapkan. Itu sah-sah saja. Tetapi, sebagai pemangku amanat saya akan tetap menjalankan tanggung jawab yang telah dibebankan kepada saya.
Bagi saya kepercayaan merupakan sebuah modal penting untuk berbuat sesuatu. Lagi pula, kepemimpinan DKJ bersifat kolektif, di mana satu sama lain duduk sejajar. Sebagai Ketua saya hanya merangkum ke-25 energi dari masing-masing orang yang diarahkan mencapai tujuan bersama dan memastikan kalau energi yang tersalurkan ini berjalan dengan baik.
8. Tanggapan Anda mengenai kabar bahwa Anda merupakan "titipan" dari komunitas tertentu?
Saya adalah orang yang memegang prinsip, bukan dari mana saya berasal melainkan ke mana saya akan melangkah. Saya rasa tidak penting apakah seseorang itu titipan atau bukan, yang harus diperhatikan adalah apakah titipan itu disaring atau tidak.
Pemilihan anggota DKJ kali ini merupakan pemilihan yang paling demokratis, karena prosesnya terbuka dan diumumkan di dua koran nasional. Sejumlah 800 orang yang mendaftar dan didaftarkan disaring oleh tim yang diketuai Putu Wijaya. Dari 800 orang itu dipilih 30 orang yang kemudian diseleksi kembali oleh anggota Akademi Jakarta seperti Goenawan Mohammad, Rendra, Ajip Rosidi, NH Dini, Rosihan Anwar. Saya rasa seleksi dua tahap tersebut seharusnya dapat membuat semua pihak berbesar hati terhadap komposisi yang terpilih.
Saya rasa tidak masalah bila seseorang dekat dengan komunitas tertentu. Yang menjadi masalah adalah apabila dalam menjalankan tugasnya ia berat sebelah. Nah, untuk hal ini kami menerima untuk diawasi serta dikritik.
9. Seandainya Anda dicalonkan kembali apakah Anda sanggup?
Saya tidak percaya untuk menciptakan sesuatu yang baik harus diperpanjang hingga (periode) dua kali. Memang untuk memulai sesuatu yang baru selalu ada risiko buruk, tetapi bisa juga menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Apalagi dalam dunia kesenian yang mengalami perubahan dalam waktu cepat dibutuhkan orang-orang dengan pemikiran segar.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Junianto
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abang Eddy Adriansyah
Abdi Purmono
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Abdurahman Wahid
Abidah el Khalieqy
Abiyyu
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achiar M Permana
Ade Ridwan Yandwiputra
Adhika Prasetya
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunarto
Agus Utantoro
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajie Najmudin
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Saefudin
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alhafiz K
Ali Shari'ati
Alizar Tanjung
Alvi Puspita
Alwi Karmena
Amarzan Loebis
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amiruddin Al Rahab
Amirullah
Amril Taufiq Gobel
Amy Spangler
An. Ismanto
Andrea Hirata
Andy Riza Hidayat
Anes Prabu Sadjarwo
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anne Rufaidah
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anung Wendyartaka
Anwar Holid
Aprinus Salam
Ari Dwijayanthi
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Aris Darmawan
Aris Kurniawan
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asep Yayat
Askolan Lubis
Asrul Sani
Asvi Marwan Adam
Asvi Warman Adam
Audifax
Awalludin GD Mualif
Awaludin Marwan
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Bambang Bujono
Bambang Irawan
Bambang Kempling
Bambang Unjianto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonnie Triyana
Bre Redana
Brunel University London
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hatees
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cepi Zaenal Arifin
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Cucuk Espe
D Pujiyono
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darwin
David Krisna Alka
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dicky
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Dodi Ambardi
Dody Kristianto
Donatus Nador
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Khoirotun Nisa’
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Suprianto
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulwesi
Endi Haryono
Endri Y
Enung Sudrajat
Erwin
Erwin Dariyanto
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evieta Fadjar
F. Aziz Manna
Fadjriah Nurdiarsih
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Farida-Suliadi
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Feby Indirani
Felik K. Nesi
Fenny Aprilia
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Firdaus Muhammad
Firman Nugraha
Fuad Nawawi
Galang Ari P.
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Guntur Alam
Gus tf Sakai
Gusti Eka
H Marjohan
HA. Cholil Mudjirin
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hanik Uswatun Khasanah
Hans Pols
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hawe Setiawan
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Heru Nugroho
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Hudel
Humaidiy AS
Humam S Chudori
I.B. Putera Manuaba
Ibn Ghifarie
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Idrus
Ignas Kleden
Ika Karlina Idris
Ilham khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tranggono
Indrian Koto
Intan Indah Prathiwie
Inung AS
Iskandar Noe
Iskandar P Nugraha
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut Fitra
J.J. Rizal
Jacques Derrida
Jafar Fakhrurozi
Jafar M Sidik
Jafar M. Sidik
Jaleswari Pramodhawardani
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jean-Marie Gustave Le Clezio
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ Rizal
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Jonathan Ziberg
Joni Ariadinata
Joni Lis Efendi
Jual Buku
Juli
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kang Warsa
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasijanto Sastrodinomo
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Keith Foulcher
Khansa Arifah Adila
Khisna Pabichara
Khrisna Pabichara
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristine McKenna
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kurie Suditomo
Kurniawan Yunianto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L. Ridwan Muljosudarmo
Lan Fang
Langgeng W
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Kelana
Leo Tolstoy
Lia Anggia Nasution
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Abdullah Badri
M Aditya
M Anta Kusuma
M Fadjroel Rachman
M. Arman AZ
M. Faizi
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Misbahuddin
M. Mushthafa
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makyun Subuki
Maman S Mahayana
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Mashuri
Matroni
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma
Max Lane
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Miziansyah J.
Moh. Samsul Arifin
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Antakusuma
Muhammad Firdaus Rahmatullah
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhammd Ali Fakih AR
Muhidin M. Dahlan
Mukhlis Al-Anshor
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Murnierida Pram
Musa Asy’arie
Mustafa Ismail
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nandang Darana
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nazar Nurdin
Nenden Lilis A
Nezar Patria
Nina Herlina Lubis
Ning Elia
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nobel
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novelet
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nunik Triana
Nur Faizah
Nur Wahida Idris
Nurcholish Madjid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nuriel Imamah
Nurman Hartono
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Obrolan
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Olivia Kristinasinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Pandu Jakasurya
Parak Seni
Parakitri T. Simbolon
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Pembebasan Sastra
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta-Toer
Pringadi Abdi Surya
Pringadi AS
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Rahmat Hidayat
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ranang Aji S.P.
Ranggawarsita
Ratih Kumala
Ratna Sarumpaet
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Resistensi Kaum Pergerakan
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riswan Hidayat
Riyadi KS
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rojil Nugroho Bayu Aji
Rukardi
S Sopian
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sari Oktafiana
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra
Sastra Liar Masa Awal
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Selo Soemardjan
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Sevgi Soysal
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Slamet Hadi Purnomo
Sobih Adnan
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sotyati
Sri Wintala Achmad
St. Sunardi
Stefanus P. Elu
Stevy Widia
Sugi Lanus
Sugilanus G. Hartha
Suherman
Sukardi Rinakit
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surat
Suripto SH
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susiyo Guntur
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Syafruddin Hasani
Syahruddin El-Fikri
Syaiful Amin
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T Agus Khaidir
Tasyriq Hifzhillah
Tatang Pahat
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tia Setiadi
Tita Maria Kanita
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tony Herdianto
Tosa Poetra
Tri Purna Jaya
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Utami Widowati
UU Hamidy
Veronika Ninik
Vien Dimyati
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W Haryanto
W. Herlya Winna
W.S. Rendra
Wahyu Heriyadi
Wahyu Hidayat
Wahyu Utomo
Walid Syaikhun
Wan Anwar
Wandi Juhadi
Warih Wisatsana
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Wayan Supartha
Wendoko
Wicaksono Adi
William Bradley Horton
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Wong Wing King
Y. Wibowo
Yang Lian
Yanuar Yachya
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopie Setia Umbara
Yos Rizal Suriaji
Yoserizal Zein
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudhi Herwibowo
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Zacky Khairul Uman
Zakki Amali
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhou Fuyuan
Zul Afrita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar