28/11/08

Agama, Sastra, dan Pluralitas

Heru Kurniawan
http://www.lampungpost.com/

KALAU saya menganalogikan alam semesta dan sastra sebagai dunia yang sama, itu karena di antara keduanya mempunyai paradigma yang seide, yaitu alam semesta dan sastra merupakan dunia manifestasi dari penciptanya.

Alam semesta adalah manifestasi dari "perbendaharaan Tuhan". Sedangkan sastra adalah manifestasi "pikiran pengarang". Dalam tradisi filosofis, alam semesta dan sastra sama merepresentasikan kejeniusan penciptanya.

Karena alam semesta dan sastra sebagai perwujudan Tuhan dan pengarang selamanya tidak mampu merepresentasikan "kemahaan" penciptanya. Alam semesta adalah bahasa Tuhan dalam mewujudkan diri-Nya, tapi kesempurnaan alam semesta tidaklah sesempurna Tuhan.

Tuhan jauh lebih sempurna lagi. Hal ini juga terjadi pada sastra, seluas apa pun pemikiran dalam sastra tetaplah tidak bisa sama dengan keluasan pikiran pengarangnya karena menulis sastra hakikatnya mengambil keputusan untuk menghentikan pengembaraan ide dan memilih salah satu ide yang dianggap menarik untuk dituliskan. Jadi, masih ada berjuta ide yang terdapat dalam diri penulis yang tidak dituliskan.

Dengan dasar melihat kegeniusan mutlak yang dimiliki pencipta ini maka tradisi romantik lahir. Tradisi romantik muncul sebagai gerakan yang menyuarakan kiblat mengembalikan alam semesta dan sastra pada penciptanya.

Cara pandangnya pun berujung pada pencipta, maka alam semesta dan sastra menjadi dunia yang "diabaikan" karena dialog yang dibangun adalah komunikasi dengan yang "mahagenius", yaitu penciptanya. Dalam tradisi sastra, pembaca akan mengabaikan karya sastra.

Karya sastra dianggap tidak penting, yang paling penting adalah pengarangnya. Sedangkan dalam tradisi keagamaan, manusia akan menyempurnakan hubungan transendental dengan mengesampingkan alam semesta. Yang terpenting adalah kebaktian yang transendental.

Jika hal ini terjadi, saya membayangkan efek terbesarnya adalah dunia akan terbengkalai. Di sini terlihat bahwa tradisi romantik adalah paradigma yang membuat hubungan "manusia dengan alam semesta" dan "pembaca dengan karya sastra" menjadi terdegradasi.

Dalam hal ini, saya menganggap alam semesta dan sastra sama seperti "teks" sebagai fenomena yang diciptakan Tuhan dan pengarang. Oleh sebab itu, dalam alam semesta dan sastra itu terdapat esensi suara "Aku Berada" yang keberadaannya hanya dapat diungkap dengan dialog yang intens antara "manusia dan alam semesta" atau "pembaca dan karya sastra". Hubungan dialogis ini yang menciptakan peluang manusia dan pembaca untuk mengembangkan diri.

Dalam dimensi agama, manusia sebagai khalifah mempunyai kewajiban menjaga hubungan yang harmoni dengan alam semesta. Dengan paradigma harmoni ini, manusia dapat menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan dalam sastra, pembaca diberikan otoritas untuk membuka pemahaman (understanding) terhadap karya sastra dengan melakukan pendakuan terhadap karya sastra. Pembaca mempunyai otoritas memaknai karya sastra dari perspektifnya.

Dengan menekankan dialog antara "pembaca dengan karya sastra" dan "manusia dengan alam semesta", pembaca dan manusia menjadi objek sentralnya. Di sinilah terlihat semangat humanisme yang kuat dalam paradigma ini.

Dialog 'Aku Berada' dengan 'Mengada Saya'

Dengan kesadaran bahwa dalam alam semesta dan sastra adalah manifestasi "Aku Berada", dialog dan penaklukan yang terjadi "manusia dengan alam semesta" dan "pembaca dengan karya sastra" tetap dalam semangat nilai transendensi dan humanisasi. Manusia memaknai alam semesta dalam rangka untuk mengungkap kebesaran Tuhan.

Oleh sebab itu, saat manusia dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya meneliti nyamuk, misalnya, ujung penelitiannya adalah untuk kemanfaatan umat dan mengungkap kesadaran pada kebesaran Tuhan. Misalnya, kesadaran betapa Tuhan Yang Mahasempurna menciptakan makhluk sekecil nyamuk yang ternyata mempunyai struktur rumit yang tidak bisa diciptakan manusia.

Inilah yang saya sebut dengan kesadaran transendensi yang berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan (humanisasi). Lewat eksistensi nyamuk kemudian manusia berpikir dan meningkatkan dirinya.

Pada wilayah sastra, pembaca memaknai karya sastra dalam rangka mengapresiasi diri dan pengarangnya. Pembaca mengungkap "Aku Berada" pengarang dengan berdasar pada otoritas persepsinya. Tidak ada objektifikasi di sini karena karya sastra dipandang sebagai dunia yang akan hidup jika bersentuhan dengan pembacanya. Tanpa pembaca, karya sastra menjadi dunia yang mati (artefak).

Maka menurut Paul Ricoeur, pada komunikasi seperti ini karya sastra menjadi dunia yang merepresentasikan dua kemungkinan, yaitu "mengacu pada dirinya sendiri" (sense) dan "mengacu pada dunia luarnya" (reference). Sense muncul sebagai penjelasan yang menerangkan karya sastra pada lingkup otonom. Sedangkan reference sebagai penjelasan yang menerangkan keterkaitan karya sastra dengan dunia luar yang diacu.

Pembukaan sekat penjelasan makna ini yang akhirnya mengarahkan pembaca untuk menemukan dirinya sampai pada titik pemahaman, yaitu pembiaran karya sastra dan dunianya memperluas cakrawala pemahaman tentang diri sendiri.

Di sinilah terlihat bahwa pemaknaan karya sastra, selain untuk memaknai "Aku Berada" penulis juga untuk memaknai "Mengada Saya" pembaca. Komunikasi di antara keduanya ini yang menjadikan paradigma ini menjunjung tinggi semangat humanisasi. Pengarang dan pembaca ditempatkan pada posisi yang proporsional, yaitu diapresiasi sebagai individu yang memiliki pemikiran dan ditempatkan sebagai kodrat yang mencipta dan memberi makna.

Apa yang saya pahami dengan paradigma ini bahwa agama dan sastra telah memberikan pemahaman tentang hakikat "Aku Berada" dalam alam semesta dan sastra yang harus dieksplorasi berdasar "Mengada Saya" manusia dan pembaca. Oleh sebab itu, menurut saya, "Aku Berada" mewakili dunia transendensi; Tuhan dan pengarang, sedangkan "Mengada Saya" mewakili dunia yang humanis; pembaca sebagai manusia.

Perkawinan yang harmoni antara dimensi transendensi dan humanisme ini yang melahirkan pembebasan (liberasi), yaitu semangat manusia membebaskan diri dari sekat keprimitifannya yang dapat menciptakan disharmoni. Kuntowijoyo dalam konsep profetiknya memaknai liberasi sebagai semangat mencegah kemungkaran (nahi mungkar), suatu sikap ketika manusia menyadari keberadaannya untuk saling berbuat baik demi kelangsungan hidupnya.

Oleh sebab itu, pembaca sebagai manusia harus mempunyai pemahaman tentang eksistensinya sebagai individu yang harus terus belajar terhadap semua teks di alam semesta demi peningkatan taraf hidupnya yang diukur perilakunya yang transenden dan humanis. Dalam tradisi agama, konsep ini disebut sebagai hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Keberadaan ini bisa tercapai jika manusia terus melakukan eksplorasi terhadap alam semesta dan ilmu.

Semangat Pluralisme

Dengan penekanan pemahaman (understanding) alam semesta dan sastra pada dialog antara "Aku Berada" pencipta dan "Mengada Saya" pembaca sebagai manusia, efek terbesar yang tidak bisa dihindari tradisi ini adalah keanekaragaman (pluralitas). Ini terjadi karena kehakikatan pembaca sebagai manusia yang tidak seragam.

Fitrah yang telah terkodifikasi dalam sejarah pembentukan pengalaman menjadikan antara manusia yang satu dan lainnya berbeda. Oleh sebab itu, "Mengada Saya" lahir dengan wajah yang berbeda antara satu dan yang lain.

Tidak bisa dihindari kalau hasil pemahaman terhadap alam semesta dan teks pun menjadi beragam. Inilah kekayaan yang luar biasa. Pluralitas dunia, menurut saya, adalah kodrat yang indah, harus dihargai dalam semangat pluralisme.

Inilah paradigma semangat gerakan postmodern yang kembali mengkritik keseragaman dan kemapanan dari suatu narasi besar. Peletakan paradigma pada kekuatan pembaca sebagai manusia yang harus dihargai menjadikan semangat humanisasi sesungguhnya yang diletakkan atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang transenden.

Tidak mengherankan bila konsep kekuatan suatu negara kini bergeser pada pluralitas. Pluralitas yang pada awalnya menjadi "persoalan" kini telah menjadi "kekuatan". Tidak mengherankan bila keseragaman yang selalu diperjuangkan pemerintahan orde baru pada akhirnya menjadi bumerang karena pada kenyataannya masyarakat yang plural tentu tidak bisa diseragamkan.

Harus disadari bahwa pluralitas adalah kenyataan alamiah yang tak terhindarkan, demikian paradigma alam semesta dan sastra menempatkan pemahamannya pada manusia dan pembaca. Oleh sebab itu, keberbedaan yang menghiasi seluruh lingkup kehidupan haruslah dimaknai sebagai apresiasi atas nilai humanisme-transendental yang akan berujung pada pembebasan (liberasi).

*) Pengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita