04/09/08

DARI UJUNG KE UJUNG

KRT. Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/

Tak bisa diduga, berapa lama dia berada di ujung jalan. Andaikata terdapat seseorang yang menyapa, apa yang harus dikatakannya? Andaikata terdapat seseorang yang menduga, haruskah dia selonjorkan menit-menit yang berharga, buat secuap jawab tanpa makna? Namun demikian, pada hari yang penuh berlumur gula, sepatutnya dia kembali meraih penunjuk jalan yang mengarahkan orang pada jalur yang tepat – di kala segalanya masih remang dalam rabaan.

Andi yang masih berdiri di ujung pertemuan.
Tentunya suara-suara tiada lagi bising, jika para anak manusia telah semakin tahu tentang hak serta tanggungjawab pada jalan terakhir ini. Yakinlah, tiada ujung yang terarah di kebuntuan, lantaran banyak di antara kita yang berani bertanya. Banyak di antara kita yang juga bertanya tentang pendekatan yang masih samun, masih rumpil, masih diliputi kebimbangan. Betapapun kau pasti menghayatinya, karena tanpa galangan-galangan yang utuh, rasanya kita makin ditinggalkan oleh kedirian nan sebatangkara. Cendekiawan, para jawara yang menyiasati lenggok alam?

“Tiada lagi yang masih betah bertahan,” desismu waktu itu. Memangnya, tiada yang lebih betah selain Rigo Talido yang masih bujangan itu? Kau mengangguk, seraya menambahkan: “Kita tak begitu tahu alasannya. Mungkin sekali dia berkehendak bersunyi-sunyi setelah kegagalan cintanya dengan gadis Sunda yang ceriwis: si Neneng Rawi. Atau, ada soal lain yang kurang kita ketahui.” Kurasa rerumpun bambu telah membisikkan gelombang sepi yang memuput, beberapa jalanan melingkar bagaikan ikat pinggang di Gunung Renteng. “Tapi, di antara kelima sahabat, masih jugakah anda tega membiarkan Rigo bertahan di tengah kawalan hutan sawo yang bercipratkan warna coklat kusam itu? Andi, bukan untuk membicarakan tentang bagaimana bisa seseorang membiarkan sahabatnya diserang nyamuk dan kepinding sendirian, jika daku bertanya tentang Rigo Talido. Karena pagi kemarin, sudah pula aku bertandang ke rumah kepala desa, buat kepentingan yang lebih prima. Tak kutemui Rigo di sana. Nah!

“Habis, mengapa kita menyabet lelantungan yang bukan hak kita?” ujar seorang wargadusun seraya menyedot rokok kelembaknya dalam-dalam. Kulihat pohon sawo yang satu di pelataran rumah adat ini telah berkerak-kerak tua, dan daunnya teramat rimbun. Buahnya makin banyak saja, dan aku tahu, demikianlah kebiasaan pohon sawo di mana saja. Kalau umurnya makin menginjak di atas setengah abad, dia bisa dipaneni lebih tigakali setahun. Hanya bedanya dengan pohon-pohon lebih muda lainnya, kulit pohon semakin bersisik dan sisik itu mudah terkelupas jika panas surya membakarnya sepanjang kemarau. Daunnya, yang seperti kuperhatikan ini, bagai berlapis dua: sebelah luarnya kuningtua berkelisit, sedangkan pada lapisan dalam masih memperlihatkan warna hijau pekat. Kulit buah sawo juga lebih tebal dibandingkan buah yang dihasilkan kelompok di bawah tiga puluhan. Pohon ini seperti tambah jemawa di larut senja.

Rerimbun hutan sawo tidak membagikan secara adil sorot matahari yang dirindukan itu. Apalagi, kini sudah menginjak musim hujan, kawan. Aku mengeluh. Bukankah gawang dari tampar rossela yang mem-parade-kan baju dan pakaian dalam yang kita jemur harus lebih duahari untuk bisa kering tanpa bau kecing ketiak? Elias, anak desa itu meludah. Hari itu kebetulan Jumat, jadi kita ‘bertarak’, artinya: tak makan nasi, hanya sayur godokan dan ketela yang direbus hingga lunak. Kau, Andi, sudah ketularan pula dengan kebiasaan tadi. Kalau aku sempat ketemu ibumu di Larantuka, akan kukatakan bagaimana rajinmu melakukan ‘tarak’ dan puasa, hingga tubuhmu begitu kurus, supaya aku memperhatikan cara hidupmu; menu makananmu, dan kebiasaan berolahraga – yang kini kautinggalkan. Ah, aku ikut sedih, Nak. Apakah kau tengah menjalani pertapaan?

Andi yang cekatan.
Kembali kepada si Rigo Talido. Sejak ditempatkan pada hari pertama, sebulan setelah Hari Wisuda Sarjana yang begitu ceria di kampus hijau dulu, dia nampak telah menentukan sikap. “Tapi paman keliru, kalau menduga bahwa satu-satunya jalan adalah bikin pelarian terburuk di dusun yang merupakan bekas tanah perkebunan kolonial yang kapiran, dan pernah jadi pusat gerilya kaum Republikein beberapa tahun menyusul.” Dan kini, ketika aku mulai menginjak masa pensiun, tanah di sini tiada merah warnanya. Hutan sawo telah memenuhi kawasan. Sejauh-jauh mata memandang, hanya dua jenis yang lalu dekat manik-mata kita: sawo manila dan sawo kecik. Namun demikian, sebuah perusahaan patungan telah mengambil resiko untuk mendirikan pabrik minuman dalam kaleng, yang bahannya adalah sawo yang manis berlemak ini. Dan kelima mahasiswa yang aktif ini telah ‘teken kontrak’ untuk selama limabelas tahun akan setia bermukim di desa sawo ini, menjadi pekerja penuh semangat. Kukira, kau telah sangat serius ketika menandatangani surat perjanjian kerja itu dahulu. Mengapa ada pengingkaran? Pada prinsipnya, jangan menampik nyala.

“Panji, Brahman, dan Tomo telah melarikan diri,” ujarmu lirih, nyaris tanpa emosi. “Mereka yang berumur di bawah duapuluh lima, dan insinyur pertanian dan kimia, pada dinihari pucat, sepuluh hari silam, memanjat tembok tinggi berduri itu, setelah tuntutan mereka agar boleh begadang hingga jam 10.00 malam ditolak. Juga tuntutan untuk mendatangkan bioskop layar tancap dari daerah kecamatan terdekat, supaya ada hiburan sedikit, bagi pekerja-pekerja muda yang hampir senantiasa mengantuk di bawah dedaunan yang kikir dengan hangatnya surya khatulistiwa. Jam demi jam, rasanya kita seperti berada di bawah awan mendung, ataupun senjakala yang ogah-ogahan untuk menyampaikan sekilas senyum. Di liputan semacam ini, manusia terjun mbligung di sana.

“Ya, bukan menyesalinya, Andi” – omongku lebih keras seraya melirik kepada Elias yang bersandar kaki mejatulis biru di ruangan itu, seraya menikmati kantuk nan menyerbu. “Hanya wajib diingat, kontrak kerja itu kalianlah yang mendesaknya. Jikalau kawan-kawan kalian lari, itu namanya aksi sepihak, Nak. Berat akibatnya, dilihat dari segi hukum kerja. Tidak mungkinkah kalian lebih sabar menanti sampai situasi ekonomi lebih membaik; juga kesejahteraan sosial yang mungkin terlimpahkan di tempat kerja ini? Seorang sarjana jangan kelewat jauh berharap dan mendamba. Sesuatu yang elit harus disyukuri. Ia adalah pengalaman kerja nan amat berharga. Di bursa kerja yang lain, kau akan diuji pula, Nak.”

Andi, kau memang sabar. Kau masih bisa tahan delapan bulan lagi, katimbang sarjana-sarjana yang manja itu. Kau terbiasa membantu bapak dan emak di Warung Kopi, selepas sekolah sore, seperti mencuci piring, mencuci pakaian sendiri, mengepel lantai dan menyapu pekarangan luas. Paling tidak, dirimu masih punya daya tahan yang baik. Tapi paman jadi sedih, kala mendengar bahwa dirimu juga punya niat mengundurkan diri juga, karena derita kesepian… Tapi setiap insan seyogyanya sanggup mengorak kelopak.

Nah, waktu itu Elias menyambung: “Maklum, anak-anak dari kota, Paman. Kalau saya sudah biasa menikmati alam desa yang alami, yang tanpa hiburan apapun selain kicau kedasih dan embikan kambing prucul. Tadinya saya pikir kanak-kanak dari kota lebih sabar, kok.” Lalu Andi memotong kalimat ini, dengan ucapan: “Harus diingat, Dik, kesarjanaan perlu dihargai sebagaimana mestinya. Lima tahun kuliah adalah tempo yang cukup lama, di mana kami menahan hal-hal yang menyenangkan, tirakat dan sebagainya. Ya, kamipun berasal dari kalangan miskin. Maka setelah kami berhasil memetik gelar yang membuktikan prestasi belajar, kami toh menuntut sesuatu kewajaran. Kami ingin, bidang tugas yang kami masuki lebih gemilang, lebih bercahaya!”

Andi, kau masih juga berpegang pada wawasan yang keliru. Jaman niscaya akan menentukan lebih bernasnya upaya-upaya di dalam pembantingan tulang. Jaman tentunya pada saat yang genah akan mendorong kesempatan buatmu untuk memperoleh tunjangan lebih tebal katimbang apa yang kauperoleh kini. Biarlah setiap dua ketip yang kautadah sekarang merupakan pengantar bagi kemakmuran suatu hari. Tengoklah Rigo Talido yang tak bergeming. Pagi-pagi buta dia sudah mandi di sungai, kemudian berbelanja untuk menyiapkan makanannya sendiri. Jam 08.00 pagi, dia mulai memeriksa pohon-pohon bibit, menyemaikan benih baru dan sibuk mencatat, dibantu seorang di kursi malas, kemudian makan siang yang sederhana. Aduh, betapa sibuknya pemuda itu. Waktu senggangnya antara jam 17.00 hingga 18.00 di gunakan untuk masuk keluar desa, menjumpai wajah-wajah sumringah mereka, bersoal-jawab tentang perawatan pohon sawo, menangkarkan dan menyebarluaskannya. Ia tak pernah mengeluh pada siapapun. Ia tabah, Nak.

Andi yang harus mengerti.
Di ujung senja, aku berpamitan denganmu. Sebentar kulihat pagar kawat berduri yang rusak karena dipakai kawan-kawanmu yang melepaskan diri dari kerutinan nan tak mem-betah-kan itu. Pagar yang melengkung dan menikung persis di ujung jalan menuju desa Cindarbumi, satu dua penduduk menyewakan kuda untuk berwisata menuju kawah Triwarna, petilasan candi gugur dan kawah berbelerang.

Tiba-tiba aku merasa perih, sekaligus menahan hati. Andi, Andi, tentunya dikau lebih tegar daripada Panji, Brahman, dan Tomo. Tidak malukah kau terhadap Rigo Talido, yang usianya lebih muda beberapa bulan, tetapi pribadinya lebih matang? Kuharap, kau mau merenungkan kembali, Nak. Kunjungan paman kali ini untuk lebih mengingatkanmu, agar gelar kesarjanaan yang kaumiliki bukan menghalangimu untuk menatap kesunyataan sekeliling. Abad ini, orang kudu ingat, bukan gelar yang memantapkan dera-desir kemanusiaan, melainkan kadar hayati yang ginelar, yang memberikan bukti, sejauh mana prestasi baru ditancapkan, dengan genderang yang lebih merdu, dan ujung cita terpadu.

Andi yang kurawat sejak bocah.
Aku kaget ketika menuruni lembah Santana, menuju ke ujung yang dipotong oleh jembatan kecil dari kayu mahoni itu. Riap rimbun kaliandra seperti menyibak, dan dari dalamnya seperti mencongak seraut wajah. Dia Rigo Talido! Aku masih tetap mengingatnya, karena waktu bibimu sakit dulu, dia menjenguk seraya menawarkan diri untuk memainkan piano dekat tempat tidur; dan maraklah Arivedersi Roma yang pendek, tapi bernuansa lembut, mendamba. “Kembalilah, bila kau merasa masih belum masak. Jangan kasih selamat tinggal. Berbisiklah tentang ‘sekian dulu, hingga jumpa lagi’, manakala menyentuh kampung kelahiran.” Di ujung lagu itu, bibimu tegak dari pembaringan, meminta kami bertiga menyanyikan bersama-sama. Mengulang firman bakti, mengakui Keberadaan Keadilan.

“Paman Antono, bukan?” sapanya halus seraya ketawa lebar, hingga gigi-giginya yang rata dan putih-putih itu nyata sekali. “Selamat petang, Paman. Dari mengunjungi barak-barak kecil? Andi bilang beberapa hari berselang, Paman Antono akan datang ke sini. Sayang, jadwal tugas saya sejak pagi padat sekali. Kalau tidak, saya ingin menjemput Paman di dermaga sana, tempat Paman mendarat.” Rigo, Rigo! – ucapku pelan. Aku merasa terharu sekali. Nampaknya ia kepingin melepas keberangkatanku dari kompleks perkebunan sawo yang luas itu. Atau, ingin mengucapkan rasa akrabnya yang teduh? Di sini kita mulai – di kesujudan nurani – menjadi kuat.

“Terimakasih, Nak. Kalau ada waktu luang, cobalah kau ke kota lagi. Paman dan Bibi sangat bangga akan kesungguhanmu mengembangkan ilmu.” Insinyur yang lebih memilih desa-huni-sunyi, apapun alasannya. “Titip si Andi, ya,” kataku lagi, setelah tiada sepotongpun yang bisa diucapkan. Kami bersalaman, dan dia menunjuk ke pada perahu tentang tambang yang telah siap mengantarkan pendatang ini pulang.

“Kami punya orkes bambu, Paman,” bisiknya di ujung senja pualam, menolong diriku menaiki perahu yang agak oleng. “Semua pemainnya anak-anak desa sini, yang masih duduk di Sekolah Dasar. Bulan Agustus nanti, kami jemput Paman! Kita nyanyi bersama, main musik bersama. Suasana kebun akan hangat sekali, Paman. Ya, walaupun di tengah hutan sawo, wajah mentari bagaikan ogah-ogahan melemparkan kerling!”
Aku tirukan kalimatnya, dan perahu pun menjauh; jauh.
---
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita