19/08/08

Pameran Makam

A Rodhi Murtadho

Gundukan tanah. Nisan berjajar rapi menghadap arah yang sama. Kematian. Banyak orang tenggelam dalam tanah. Terbujur kaku. Entah hancur atau entah masih utuh tubuhnya. Yang pasti makhluk dalam tanah bersama mereka. Pengurai menguraikan jasad berkeping-keping. Menghancurkan tulang sampai tak ada beda dengan tanah. Sama. Layaknya humus yang terbentuk dari daun dan kotoran. Jasad manusia juga menjadi penyubur tanah. Tak heran kalau tumbuhan di tanah kuburan gemuk-gemuk dan subur.

Pandangan mata Beni semakin memfokus. Pertanda ia memikirkan sesuatu atau mungkin hanya menghayal. Tapi pandangannya tertuju pada tanah kuburan. Entah apa yang dipikirkannya.

“Pameran makam!” terceletuk lembut dari bibir Beni.

Kontan aku merasa kaget. Pikiranku mulai melayang ke mana-mana. Bahkan sempat singgah di rumah sakit jiwa. Berjalan di trotoar dan tertawa sendiri. Terdiam dalam ruang sepi dan terpasung.

“Gila kau Ben, mana ada pameran makam,” sanggahku.
“Coba kau pikirkan Bud, sebuah pameran makam terangker di kota metropolitan.”
“Memangnya mengapa, Ben?” semakin penasarann aku dibuatnya.

“Di tengah gemerlap kota metropolitan, orang mencari harta, ketenaran, kekayaan, kesenangan. Dan begini, Bud, pameran ini akan banyak dihadiri kalangan artis, orang kaya, orang miskin, bahkan kalangan pendatang dari daerah. Dengan harapan, mereka akan mendapatkan keinginan-keinginannya hanya dengan menghadiri pameran ini.”

Semakin heran aku dibuatnya. Bisa-bisanya Beni berpikir macam itu. Entah setan apa yang merasuki pikirannya. Ia kukenal alim. Setiap kali aku pulang kampung dengannya, ia selalu berziarah ke makam keluarga.

Di seberang jalan kompleks makam yang tak lepas dari pandangan mata Beni, di sebuah warung peyot pinggir jalan, aku dan Beni terus nyeruput kopi dan menghisap rokok kretek. Semakin pekat gelap malam. Semakin luas kesunyian. Semakin fokus pandangan mata Beni pada kompleks makam.

“Kok bisa, padahal kau lihat sendiri. Angker, sunyi, gelap, dan serba tak enak suasana di makam,” aku berusaha menyadarkannya.

“Benar sekali, itu modal kita. Dengan keadaan angker, orang akan mentuankan kompleks makam itu. Dengan petunjuk kita, akan banyak orang berdoa di sana. Dengan keadaan sunyi, orang akan bebas mengucapkan doanya. Dengan keadaan gelap, orang tak perlu malu berada di sana. Dengan keadaan serba tak enak akan buat wartawan enggan masuk ke sana. Jadi, orang tak perlu takut wajahnya akan diekspose ke media massa. Dan semua ketenangan itu menjadi fasilitas agar harapan dan keinginan mereka terkabul.”

Gila! Pikiranku semakin melayang jauh menerawang dan terbang mengembara. Semakin jelas tawa Beni di rumah sakit jiwa. Semakin jelas wajah kucel, pakaian compang-camping, bicara sendiri di trotoar. Semakin jelas diri Beni berada dalam ruang sepi. Terpasung dan sendiri.

Aku tertawa dan cekikikan. Hal inilah yangg membuat Beni merasa tak nyaman. Sebagai sahabat kental, ia berusaha meyakinkanku, megutarakan penjelasan dan alasan yang bertele-tele layaknya orang pemerintahan. Tak biasanya ia bisa berkata lancar. Seperti guru saja.

“Sudah malam Ben. Ayo pulang. Besok kerja,” ajakku.
“Kau pulang duluan. Mungkin aku agak lama di sini.”

Beni memang terlahir dari keluarga sederhana. Namun kebutuhannya tercukupi dengan baik. Hanya kemewahan saja yang tak ia rasakan ketika berada di desa. Sama seperti aku. Mungkin hal ini yang membuat kami akrab. Tapi entahlah, Beni banyak berubah di kota ini. Terutama pola pikirnya.

Semenjak kami bekerja di kota. Kami terpaksa melakoni kerja yang berat. Pabrik kayu. Pekerjaan yang banyak mengandalkan otot dan menguras tenaga. Apalagi kami buruh tidak tetap. Semua itu terpaksa kami jalani untuk menghindar dari gunjingan warga desa. Mereka selalu mengatakan pemuda yang tidak bekerja ke kota akan dicap sebagai penganggur, sampah masyarakat. Lebih parah lagi, mereka akan menjauhkan anak gadisnya dari pemuda semacam itu.

“Memangnya kau akan bertekad membuat dan mewujudkan pameran makam itu, Ben?”
“Ya!”

Tekad Beni memang kuat. Kami pergi ke kota metropolis ini dan bekerja di pabrik memang bermula dari tekad dan ajakan Beni. Sungguh luar biasa. Aku merasakan semangatnya yang membara jika keinginan sudah dikatakannya.

“Sudahlah Ben, ayo pulang!” ajakku pelan.
“Tidak. Saya tetap di sini dan esok atau lusa pameran itu akan terselenggara.”
“Memangnya apa yang akan kau lakukan?”

“Seperti mengadakan pameran yang telah aku pelajari di Karang Taruna Desa. Pertama, aku akan mencari kuburan yang sangat angker, terus mempublikasikan, terus semua orang bisa datang. Tanpa aku menghias atau merapikan makam. Otomatis tak butuh modal banyak. Kau mau ikut atau tidak? Keuntungan bisa kita bagi dua.”

Tawaran yang sangat menggiurkan, membuat aku berpikir dua kali. Kegilaan dan memikirkan keuntungan. Namun, yang terpikirkan oleh buruh yang upahnya sangat kecil hanya kenekatan. Menggiring aku menaklukkan pikiran gila dan meninggikan keuntungan.

“Lantas apa yang harus aku lakukan Ben?”

“Kau tak usah berbuat apa-apa, hanya membantu aku ketika pameran nanti. Sekarang, pulanglah dan besok bekerja. Aku tidak masuk kerja besok.”

“Kalau begitu saya pulang, Ben.”

Aku melangkahkan kaki menyusuri trotoar dengan memikirkan keuntungan yang nanti bakal kuraih bersama Beni. Kemewahan dan harta yang melimpah. Spontan aku tertawa. Lampu kerlap-kerlip di simpang jalan membentuk tulisan ‘Rumah Sakit Jiwa’, menarik perhatian pandangan mataku. Kulihat diriku dan Beni berada di sana. Di antara kaca yang terpampang besar di depannya. Sampai aku di kamar kos. Sendiri tanpa Beni. Sunyi di antara gelap malam. Pun aku tertawa sendirian memikirkan kegilan Beni. Sungguh nekad. Kok bisa-bisanya.

Seminggu berlalu. Tak ada kabar dari Beni. Aku terus menantinya pulang ke kos. Rutinitas yang kujalani tetap sama. Berjalan ke Pabrik untuk bekerja, pulang ke Kos untuk istrirahat, dan cangkruk di warung untuk makan, sekadar nyruput kopi, dan menghisap rokok kretek.

Banyak kudengar dari radio dan cerita kawan-kawanku, selain dari surat kabar lokal yang tersedia di warung, banyak pejabat pemerintah yang hilang. Banyak aktivis yang hilang. Banyak orang hilang. Entah minggat atau diculik. Tak ada kejelasan sama sekali. Hanya mengabarkan hilang. Kota semakin gempar dan dicekam ketakutan. Mereka menandai diri. Memasang semacam alat pelacak di tubuh. Mereka ingin mudah ditemukan kalau diri mereka sewaktu-waktu hilang.

Hari ini kulakukan aktivitas seperti biasa. Ke pabrik, pulang ke kos dan nongkrong di warung. Seperti biasa pula, kuserubut kopi dan kuhisap rokok kretek sendiri, tanpa Beni. Kubolak-balik koran yang acak-acakan. Aku heran dengan berita tentang makam baru tetapi nisannya tak bernama. Kubaca pelan-pelan. Ternyata orang itu ditemukan sudah menjadi mayat di kompleks makam para pejabat. Konon kabarnya, para pejabat yang dikubur di kompleks makam itu adalah tukang-tukang korupsi. Orang itu mati dengan telanjang bulat, kepala hancur, tubuh penuh luka, dan sangat sulit dikenali. Tak ada tanda pengenal atau alat pelacak untuk menunjukkan identitasnya. Banyak orang mengira-ngira bahwa orang itu adalah keluarga mereka, teman, atau musuh yang hilang. Mayat itu terpaksa cepat-cepat dikubur karena banyak sekali orang yang mengaku sebagai keluarga atau temannya. Daripada berebut, lebih enak dikubur.

Sungguh aneh berita yang aku baca. Tapi tunggu dulu, kompleks itu berada tepat di tengah kota. Tak jauh dari tempatku duduk kini. Mungkin hanya berjarak dua kilometer. Dan itu terjadi kemarin ketika aku sedang berada di pabrik. Aku teringat kembali pada Beni. Di mana sekarang dia? Sudahkah menemukan makam yang tepat untuk dijadikan pameran. Mungkin kompleks makam tersebut menjadi tempat yang strategis. Tetapi sekarang sudah terlalu ramai dikunjungi dan diberitakan wartawan.

Aku melanjutkan membaca koran yang masih ada di tangan. Diberitakan kalau pemilik warung dekat dengan kompleks makam tempat kejadian perkara sempat ngorol dengan orang itu sebelum meninggal ketika pemilik warung ditanya wartawan. Orang yang mati itu pernah ngopi di warungnya. Pemilik warung juga mengatakan bahwa orang itu akan mengadakan pameran dekat makam karena tema yang diangkat sesuai dengan keadaan makam. Angker, sunyi, misteri dibalik tubuh hancur karena banyak dosa.

“Benar Mas, konon pejabat-pejabat yang dikubur di sana banyak melakukan korupsi. Kalau diberitakan antar mulut saja atau di koran, Mas bisa terkenal,” pemilik warung mengulang perkataannya untuk orang tersebut kepada wartawan, “tetapi orang itu pergi dengan tersenyum setelah ia membayar kopi dan rokok kreteknya,” pemilik warung melanjutkan ceritanya.

Dikabarkan juga, pemakaman orang tanpa identitas dihadiri para pejabat, mahasiswa, dan banyak orang yang mengaku punya hubungan dengan orang tersebut. Nisan tanpa nama itu disepakati karena banyak orang yang berebut ingin nama anggota keluarga atau teman mereka yang hilang terukir di sana. Dikabarkan pula, sampai hari ini pun, masih banyak orang yang berdoa menziarahi kompleks makam pejabat kota di makam yang bernisan tanpa nama.

Aku bertanya-tanya dalam hati. Mungkinkah itu Beni sahabatku? Melakukan pameran makam di kompleks makam tengah kota. Mengapa mesti dirinya sendiri yang dipamerkan?

Surabaya, 18 November 2005 (01:42)

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Junianto A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.D. Zubairi A.S. Laksana Abang Eddy Adriansyah Abdi Purmono Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Abdurahman Wahid Abidah el Khalieqy Abiyyu Abu Salman Acep Zamzam Noor Achiar M Permana Ade Ridwan Yandwiputra Adhika Prasetya Adi Marsiela Adi Prasetyo Adreas Anggit W. Adrian Ramdani Afrizal Malna Afthonul Afif Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunarto Agus Utantoro Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajie Najmudin Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Saefudin Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akhudiat Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alhafiz K Ali Shari'ati Alizar Tanjung Alvi Puspita Alwi Karmena Amarzan Loebis Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amiruddin Al Rahab Amirullah Amril Taufiq Gobel Amy Spangler An. Ismanto Andrea Hirata Andy Riza Hidayat Anes Prabu Sadjarwo Anett Tapai Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anne Rufaidah Anton Kurnia Anton Suparyanto Anung Wendyartaka Anwar Holid Aprinus Salam Ari Dwijayanthi Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Aris Darmawan Aris Kurniawan Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asep Yayat Askolan Lubis Asrul Sani Asvi Marwan Adam Asvi Warman Adam Audifax Awalludin GD Mualif Awaludin Marwan Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Bambang Bujono Bambang Irawan Bambang Kempling Bambang Unjianto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonnie Triyana Bre Redana Brunel University London Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hatees Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cepi Zaenal Arifin Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Cucuk Espe D Pujiyono D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Dantje S Moeis Darju Prasetya Darwin David Krisna Alka Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dian Hartati Dian Sukarno Dicky Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Dodi Ambardi Dody Kristianto Donatus Nador Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Khoirotun Nisa’ Dwi Pranoto Dwicipta Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendri Saiful Eko Suprianto Emha Ainun Nadjib Endah Sulwesi Endi Haryono Endri Y Enung Sudrajat Erwin Erwin Dariyanto Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evieta Fadjar F. Aziz Manna Fadjriah Nurdiarsih Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Farida-Suliadi Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Feby Indirani Felik K. Nesi Fenny Aprilia Festival Sastra Gresik Fikri MS Firdaus Muhammad Firman Nugraha Fuad Nawawi Galang Ari P. Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Guntur Alam Gus tf Sakai Gusti Eka H Marjohan HA. Cholil Mudjirin Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hanik Uswatun Khasanah Hans Pols Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Firdaus Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hawe Setiawan Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Heru Kurniawan Heru Nugroho Hudan Hidayat Hudan Nur Hudel Humaidiy AS Humam S Chudori I.B. Putera Manuaba Ibn Ghifarie Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Idrus Ignas Kleden Ika Karlina Idris Ilham khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tranggono Indrian Koto Intan Indah Prathiwie Inung AS Iskandar Noe Iskandar P Nugraha Iwan Nurdaya-Djafar Iyut Fitra J.J. Rizal Jacques Derrida Jafar Fakhrurozi Jafar M Sidik Jafar M. Sidik Jaleswari Pramodhawardani Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean Couteau Jean-Marie Gustave Le Clezio Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ Rizal JJ. Kusni Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Jonathan Ziberg Joni Ariadinata Joni Lis Efendi Jual Buku Juli Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kang Warsa Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasijanto Sastrodinomo Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Keith Foulcher Khansa Arifah Adila Khisna Pabichara Khrisna Pabichara Kirana Kejora Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristine McKenna Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kurie Suditomo Kurniawan Yunianto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L. Ridwan Muljosudarmo Lan Fang Langgeng W Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Kelana Leo Tolstoy Lia Anggia Nasution Linda Christanty Liza Wahyuninto LN Idayanie Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Abdullah Badri M Aditya M Anta Kusuma M Fadjroel Rachman M. Arman AZ M. Faizi M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Misbahuddin M. Mushthafa M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makyun Subuki Maman S Mahayana Marcus Suprihadi Mardi Luhung Marhalim Zaini Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Mashuri Matroni Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Max Lane Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Misbahus Surur Miziansyah J. Moh. Samsul Arifin Mohammad Eri Irawan Muhammad Antakusuma Muhammad Firdaus Rahmatullah Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhammd Ali Fakih AR Muhidin M. Dahlan Mukhlis Al-Anshor Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Murnierida Pram Musa Asy’arie Mustafa Ismail N. Syamsuddin CH. Haesy Nandang Darana Nara Ahirullah Naskah Teater Nazar Nurdin Nenden Lilis A Nezar Patria Nina Herlina Lubis Ning Elia Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nobel Noor H. Dee Noval Jubbek Novelet Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nunik Triana Nur Faizah Nur Wahida Idris Nurcholish Madjid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nuriel Imamah Nurman Hartono Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Obrolan Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Olivia Kristinasinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Pandu Jakasurya Parak Seni Parakitri T. Simbolon PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Pembebasan Sastra Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta-Toer Pringadi Abdi Surya Pringadi AS Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Prosa Proses Kreatif Puisi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Rahmat Hidayat Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ranang Aji S.P. Ranggawarsita Ratih Kumala Ratna Sarumpaet Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Rengga AP Resensi Resistensi Kaum Pergerakan Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riswan Hidayat Riyadi KS Rodli TL Rofiqi Hasan Rojil Nugroho Bayu Aji Rukardi S Sopian S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sari Oktafiana Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Sastra Liar Masa Awal Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Selo Soemardjan Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Sevgi Soysal Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siswoyo Sita Planasari A Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitor Situmorang Slamet Hadi Purnomo Sobih Adnan Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sotyati Sri Wintala Achmad St. Sunardi Stefanus P. Elu Stevy Widia Sugi Lanus Sugilanus G. Hartha Suherman Sukardi Rinakit Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surat Suripto SH Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susiyo Guntur Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Syafruddin Hasani Syahruddin El-Fikri Syaiful Amin Syifa Aulia Syu’bah Asa T Agus Khaidir Tasyriq Hifzhillah Tatang Pahat Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tia Setiadi Tita Maria Kanita Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tony Herdianto Tosa Poetra Tri Purna Jaya Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Jember Urwatul Wustqo Usman Arrumy Utami Widowati UU Hamidy Veronika Ninik Vien Dimyati Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W Haryanto W. Herlya Winna W.S. Rendra Wahyu Heriyadi Wahyu Hidayat Wahyu Utomo Walid Syaikhun Wan Anwar Wandi Juhadi Warih Wisatsana Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Wayan Supartha Wendoko Wicaksono Adi William Bradley Horton Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Wong Wing King Y. Wibowo Yang Lian Yanuar Yachya Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopie Setia Umbara Yos Rizal Suriaji Yoserizal Zein Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudhi Herwibowo Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusri Fajar Yuval Noah Harari Z. Afif Zacky Khairul Uman Zakki Amali Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhou Fuyuan Zul Afrita